STRATEGIC ASSESSMENT. Putusan MK No. 17/PUU-XX/2022 yang berkaitan dengan usia capres dan cawapres. Putusan ini menyatakan bahwa batas usia capres dan cawapres minimal 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, batas usia capres dan cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.UUD 1945 tidak menentukan batasan usia minimum tertentu. Hal ini berarti bahwa konstitusi menyerahkan penentuan batas usia tersebut kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya masing-masing.
Dalam praktiknya, batas usia minimum untuk berbagai jabatan diatur dalam berbagai macam perundang-undangan. Misalnya, batas usia minimum untuk menjadi anggota DPR adalah 21 tahun, batas usia minimum untuk menjadi anggota DPRD provinsi adalah 25 tahun, dan batas usia minimum untuk menjadi anggota DPRD kabupaten/kota adalah 25 tahun. Penentuan batas usia minimum untuk berbagai jabatan didasarkan pada beberapa pertimbangan, di antaranya adalah,Kematangan dan pengalaman. Semakin tua seseorang, maka semakin matang dan berpengalamannya seseorang.
Batas usia minimum yang lebih tinggi dapat menjadi jaminan bahwa seseorang memiliki kematangan dan pengalaman yang cukup untuk menjalankan jabatan tersebut. Kondisi fisik dan mental. Semakin tua seseorang, maka semakin menurun kondisi fisik dan mentalnya. Batas usia minimum yang lebih tinggi dapat menjadi jaminan bahwa seseorang memiliki kondisi fisik dan mental yang cukup untuk menjalankan jabatan tersebut. Kebijakan pemerintah. Pemerintah dapat menetapkan batas usia minimum yang lebih tinggi untuk jabatan tertentu untuk tujuan tertentu, misalnya untuk membatasi jumlah orang yang mencalonkan diri untuk jabatan tersebut.
Pola atau pattern ketika suatu pengadilan banyak masuk kepada hal yang bersifat politis untuk memberikan aturan main dan sebagainya politik secara diam-diam atau menimbulkan apa mengundang adanya politisasi Yudisial dapat dilihat dari beberapa hal, di antaranya adalah, peningkatan jumlah perkara yang bersifat politis. Jika jumlah perkara yang bersifat politis meningkat, maka hal ini dapat menjadi indikator bahwa pengadilan semakin terlibat dalam politik.
Jika pengadilan mulai mengeluarkan keputusan-keputusan yang mendukung kepentingan tertentu, maka hal ini dapat menjadi indikator bahwa pengadilan telah terpolitisasi.pihak-pihak non-yudisial, seperti pemerintah atau partai politik, ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan di pengadilan, maka hal ini dapat menjadi indikator bahwa pengadilan telah terpolitisasi.
Dalam konteks Indonesia, beberapa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berubah dari perilaku sebelumnya dapat menjadi indikator bahwa MK telah terpolitisasi. Misalnya, keputusan MK yang membatalkan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur batas usia presiden minimal 40 tahun. Keputusan ini dinilai sebagai keputusan yang menguntungkan Presiden Joko Widodo, yang saat itu masih berusia 60 tahun.Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mencegah politisasi Yudisial di Indonesia.
*Prof. Dr. Ali Syafaat adalah Pakar Hukum Tata Negara, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Artikel ini merupakan pendapat Ybs saat menjadi pembicara webinar bertema ” “MK: Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Keluarga?”(Jelang Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres)”