
STRATEGIC ASSESSMENT. Krisis ekonomi adalah pola nerulang global yang bersifat siklikal dan sering dipicu oleh peristiwa besar, seperti pandemi dan konflik global. Pola ini telah terjadi sejak meletusnya Gunung Tambora (1815), Flu Spanyol (1918), hingga COVID-19 (2019). Krisis global seringkali berdampak pada perubahan geopolitik dan tatanan ekonomi dunia.
Indonesia terjebak dalam peran sebagai trader, bukan produsen karena Indonesia telah meninggalkan industrialisasi dan hanya menjadi bangsa trader, bukan produsen sebagaimana seharusnya. Hal ini berbeda dengan Vietnam yang sukses mengubah peran dari sekadar trader durian menjadi produsen terbesar di dunia.
Indonesia berada dalam posiai ketergantungan tinggi pada impor dan lemahnya daya saing dan lemahnya korelasi antara pelemahan rupiah serta peningkatan ekspor Indonesia (hanya 0,48), dibanding Vietnam (0,97). Hal ini menandakan ketergantungan Indonesia pada barang impor dan lemahnya sektor produksi nasional.
Pasar keuangan telah didominasi spekulasi, bukan fundamental. Hal ini terlihat bahwa spekulasi di pasar modal dimana harga saham dibentuk oleh persepsi dan isu, bukan oleh fundamental ekonomi. Contohnya short selling dan permainan margin dianggap menciptakan bubble dan ketidakstabilan seperti era 1929 (Great Depression).
Pemerintah telah gagal tampilkan sense of crisis, contohnya melalui struktur belanja negara, utang besar yang jatuh tempo, dan ketimpangan fiskal. Lalu dalam pemeri tahan saat ini terjadi pembengkakan kabinet dan penggunaan dana besar tanpa perencanaan jangka panjang yang tepat.
Krisis fiskal mengancam Indonesia (2025–2027) yaitu ancaman gagal bayar utang yang jatuh tempo dalam tiga tahun ke depan, terutama karena penerimaan negara melemah (PPN dan PPh turun).Jika tidak diantisipasi maka Indonesia bisa terjebak dalam skenario krisis seperti negara berkembang lainnya.
Indonesia harus belajar dari sejarah dan membangun ekonomi rakyat dengan cara gerakan generasi muda untuk belajar dari tokoh-tokoh masa lalu seperti Soekarno dan Tan Malaka yang melawan penjajahan ekonomi. Melalui pembelajaran tersebut maka diperoleh inti pentingnya yaitu membangun kembali ekonomi rakyat dan kemandirian bangsa secara nyata.
Kritik terhadap elit dan ketimpangan arah kebijakan harus terus dilakukan karena sebagian elit ekonomi-politik Indonesia saat ini hanya menjadi agen perusahaan besar, bukan pemimpin yang melayani rakyat. Saat ini di Indonesia harus muncul pemimpin yang seperti Robin Hood yaitu mencuri dari penjajah, tapi digunakan untuk membangun rakyat. Kita tidak perlu kritik kebijakan luar negeri atau Trump jika kita masih belum berani kritik kebijakan Pemerintahan Indonesia yang telah membangun IKN dan infrastruktur lainnya.
Disampaikan dalam Diskusi Publik GMNI Jakarta Selatan dengan tema “Peran Gerakan Mahasiswa Dalam Menjaga Persatuan Nasional Di Tengah Perang Dagang AS-China Dan Krisis Keadilan Sosial”