STRATEGIC ASSESSMENT. Wali Kota Serang Syafrudin mengaku sudah mengirim surat penolakan kepada MenPAN-RB soal rencana akan dihapusnya tenaga honorer. Dia mengatakan saat ini hanya tinggal menunggu jawaban atau respons dari MenPAN-RB terkait surat yang dilayangkan. “Sudah (dikirim). Artinya, kami menolak tenaga honorer dihapus,” ucap Syafrudin kepada JPNN Banten, Rabu (6/7).
Jika surat tersebut telah mendapat balasan dari KemenPAN-RB, Syafrudin akan menyampaikannya kepada tenaga honorer. “Saya sudah kiriman (surat) sekitar dua pekan yang lalu sebelum Bapak Menteri Tjahjo Kumolo berpulang,” katanya.
Pada Senin lalu (13/6), Forum Tenaga Honorer Kota Serang melakukan pertemuan dengan Wali Kota Syafrudin. “Kami setuju pegawai honorer tidak diberhentikan, karena pemerintah daerah masih butuh,” kata Syafrudin beberapa waktu lalu.
Dia menuturkan Kota Serang bakal mengalami kekurangan tenaga jika honorer dihapus dan yang bekerja hanya ASN. “ASN Kota Serang hanya ada 4.000, sedangkan kebutuhan mencapai 6.500 hingga 7.000 orang,” katanya.
Sebanyak 2.370 honorer K2 dan non-K2 resmi dirumahkan oleh pemerintah daerah (pemda). Mereka tersebar di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) sebanyak 1.329 orang dan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) 1.041.
“Sudah dua daerah di Kalteng yang terang-terangan merumahkan honorer. 2.370 orang yang di-PHK ini paling banyak honorer non-K2,” kata Koordinator Wilayah Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Kalteng Tri Julianto kepada JPNN.com, Selasa (5/7). Dia mengungkapkan, PHK massal di dua daerah tersebut telah dituangkan dalam surat resmi baik Pemprov Kalteng maupun Pemkab Kotim.
Kedua Pemda itu beralasan hanya menjalankan amanat dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan SE MenPAN-RB tentang Penataan Pegawai Non-ASN di Instansi Pusat dan Daerah.
“PP Manajemen P3K dan SE MenPAN-RB telah dimanfaatkan oleh daerah untuk memberhentikan honorer K2 maupun non-K2. Ironisnya mereka malah memasukkan orang baru,” serunya.
Dia khawatir PHK massal pada dua daerah tersebut akan menjalar ke kabupaten/kota lainnya di Kalteng. Sebab, tanpa tenggang rasa mereka memberhentikan dengan tidak memberikan solusi.
Tri menyesalkan Pemda yang salah menafsirkan isi dari SE MenPAN-RB. Seharusnya, Pemda mencarikan solusi dengan mengalihkan ke PNS, PPPK, dan outsourcing. Bukan malah di-PHK massal.
Ribuan honorer tenaga kesehatan (nakes) dan non-nakes demo di gedung DPRD dan kantor bupati Garut.
Mereka mendorong bupati Garut segera menandatangani afirmasi dan penambahan kuota pegawa pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk honorer nakes dan non-nakes. Menurut Ketua Forum Komunikasi Honorer Nakes & Non-nakes (FKHN) Kabupaten Garut Emul Mulyana, mereka terpaksa turun ke jalan karena melihat ada diskriminasi pemerintah terhadap honorer. Sesuai pemetaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah nakes yang diangkat PPPK tahun ini seharusnya sekitar 1.748 orang. Sementara, kuota yang disiapkan Kabupaten Garut hanya 100 orang.
Selain menuntut tambahan formasi, FKHN juga mendesak adanga afirmasi dalam seleksi PPPK 2022. Memang, kata Emul Mulyana, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) sudah menyatakan akan ada regulasi terkait afirmasi untuk honorer nakes dalam seleksi PPPK tahun ini. Namun, kata dia, sampai saat ini belum ada tanda-tanda kapan PermenPAN-RB untuk nakes itu diterbitkan.
Dia khawatir sampai pelaksanaan seleksi, rekrutmennya masih menggunakan PermenPAN-RB Nomor 29 Tahun 2021 yang tidak ada aifrmasi bagi honorer. Akibatnya banyak honorer yang tersingkir oleh lulusan fresh graduate.
Keputusan Komisi II DPR RI dan pemerintah untuk mengangkat honorer K2 usia maksimal 50 tahun menjadi PNS berdampak luas. Pasalnya, keputusan tersebut hanya diberlakukan kepada Orang Asli Papua (OAP) sebagai perlakuan khusus atau afirmasi dalam pengisian formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) pertama kalinya di tiga provinsi baru hasil pemekaran Papua.
Tiga provinsi baru hasil pemekaran Provinsi Papua, yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan. Ketua Forum Komunikasi Honorer K2 Indonesia (FKK2I) Jawa Barat Iman Supriatna juga sangat menyesalkan pernyataan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana yang mengusulkan seluruh honorer K2 di Papua diangkat saja menjadi PNS, karena jumlahnya tinggal sedikit.
Kalau pemerintah mau menyelesaikan masalah pegawai non-Aparatur Sipil Negara (non-ASN) seharusnya honorer K2 diselesaikan dahulu. Saat ini lanjut Iman, dengan adanya SE MenPAN-RB tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pusat dan Daerah, menjadi alasan Pemda melakukan penghapusan honorer. Ironisnya, honorer K2 juga dipecat dan digantikan dengan tenaga baru. Dia mempertanyakan, apakah harus ada pemekaran baru agar honorer K2 di daerah lain bisa menjadi PNS.
Iman mengingatkan bagaimana pemerintah menolak keras pengangkatan PNS di atas 35 tahun dan seleksi tanpa tes. Faktanya, tahun ini pemerintah mengeluarkan dua kebijakan yang bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pertama, mengangkat honorer K2 di 3 provinsi baru hasil pemekaran Papua menjadi PNS dengan batasan usia maksimal 50 tahun.
Kedua, pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru tanpa tes. Kebijakan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) hanya untuk guru honorer K2 dan guru pegawai non-ASN di sekolah negeri yang terdaftar di data pokok pendidikan (Dapodik) minimal 3 tahun.
Pemerintah dinilai gagal karena hingga saat ini belum bisa menyelesaikan masalah honorer K2 secara tuntas. Koordinator Daerah Forum Honorer K2 Tenaga Teknis Administrasi (FHK2TTA) Kabupaten Kerinci Yosi Novalmi menilai kebijakan yang diambil pemerintah saat ini malah menambah masalah baru.
Seharusnya, kata pria yang akrab disapa Bang Yos itu, penyelesaian honorer dilakukan bertahap. Dimulai dari honorer K2, kemudian non-K2. Yang terjadi sekarang, honorer K2 masih banyak yang belum berubah status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), baik PNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Honorer K2, ujarnya, sudah mengabdi sekian lama untuk negara ini. Sayangnya, pemerintah lebih condong membuka seleksi CPNS umum, sehingga mengurangi kesempatan kerja buat putra daerah, karena kalah bersaing.
Tidak heran setiap seleksi CPNS umum diisi lebih banyak oleh peserta dari daerah lain. Beberapa tahun mengabdi, para PNS itu minta dimutasi dan pusat tidak berdaya. Pemda kelimpungan, harus merekrut honorer untuk menutupi kursi PNS yang ditinggalkan (Red/dari berbagai sumber).