
Tenda haji (www.kompas.com)
STRATEGIC ASSESSMENT. Ibadah haji tahun ini diwarnai dengan tragedi. Setidaknya 1.081 jemaah dari berbagai negara meninggal dunia, menurut hitungan kantor berita AFP.
Dari jumlah itu, sebanyak 200 orang berasal dari Indonesia, berdasarkan data Kementerian Agama. Ibadah haji, yang melibatkan jutaan umat Islam dari berbagai negara, tahun ini secara resmi berakhir pada Rabu (26/6/2024). Sehingga jumlah jemaah yang meninggal dunia kemungkinan masih akan bertambah.
BBC belum dapat memverifikasi secara independen jumlah korban tewas yang dilaporkan. Pada 19 dan 20 Juni, BBC meminta pihak berwenang Arab Saudi untuk mengomentari kematian tersebut dan kritik yang diterima penyelenggara, namun tidak menerima tanggapan resmi.
Kendati begitu, Kerajaan Arab Saudi melaporkan bahwa rencana kesehatannya untuk musim haji tahun ini berjalan sukses.
“Musim haji bebas dari wabah atau ancaman terhadap kesehatan masyarakat, meskipun jumlah jemaahnya besar dan tantangan yang ditimbulkan oleh suhu tinggi,” kata Menteri Kesehatan Arab Saudi Fahad al-Jallayel dalam sebuah pernyataan.
Pihak berwenang Arab Saudi mengatakan bahwa sekitar 1,83 juta jemaah mengambil bagian dalam ibadah haji tahun ini. Dari jumlah itu, sebanyak 1,6 juta jemaah datang dari luar negeri. Jemaah asing dalam jumlah besar mencakup warga Indonesia, Pakistan, Yordania, dan Tunisia.
BBC menyelisik faktor yang mungkin menyebabkan banyak jemaah meninggal dunia saat menunaikan ibadah haji tahun ini:
Panas ekstrem
Panas terik di Arab Saudi, dengan suhu hingga 51,8 derajat Celcius di tempat teduh, diyakini menjadi faktor utama di balik tingginya angka kematian. Meskipun ada peringatan dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi agar para jemaah menghindari paparan panas dan tetap minum air putih, banyak jemaah yang menjadi korban sengatan panas. Seorang diplomat Arab Saudi mengaitkan kematian ratusan jemaah asal Mesir dengan panas ekstrem. Banyak dari jemaah haji ini tidak memiliki izin haji dari pemerintah Arab Saudi sehingga akses mereka terhadap bantuan menjadi terbatas. “Mereka menutup semua pintu Kakbah. Kami harus menggunakan atap yang panas,” tambahnya.
Umat Islam datang dari seluruh dunia untuk beribadah di Kakbah, sebuah bangunan di tengah Masjidil Haram. “Saya harus menggunakan payung dan terus-menerus menyiram diri saya dengan air Zamzam,” jelas Aisha. “Saya pikir saya mungkin akan pingsan suatu saat, dan seseorang harus membantu saya membawa payung. Saya tidak menyangka panasnya akan begitu menyengat,” tambahnya. Jemaah lainnya, Naim, dilaporkan meninggal karena sengatan panas. Keluarganya berhari-hari mencari keberadaannya.
“Komunikasi dengan ibu saya tiba-tiba terputus. Kami menghabiskan waktu berhari-hari mencari, hanya untuk mengetahui bahwa dia meninggal dunia saat menunaikan ibadah haji,” kata putranya kepada BBC News Arab, seraya menambahkan bahwa mereka akan memenuhi keinginannya untuk dimakamkan di Mekkah.
Data Kementerian Agama RI tidak menyebutkan secara rinci penyebab kematiaan 200 jemaah asal Indonesia. Tahun lalu, jumlah jemaah haji asal Indonesia yang meninggal di Arab Saudi mencapai 773 orang — jumlah tertinggi sejak 2017.
Pada 2023, Menteri Agama,Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan suhu panas di Arab Saudi yang hampir mencapai 50 derajat Celsius meningkatkan risiko dehidrasi bagi para jemaah.
Hal ini disuarakan pula pejabat Arab Saudi, tahun lalu. Mereka menyebut bahwa lebih dari 2.000 kasus sengatan panas di kalangan jemaah haji.
Para jemaah haji menghadapi risiko akibat suhu panas yang tidak biasa, aktivitas fisik yang berat, ruang terbuka yang luas, dan banyak dari mereka yang berusia lanjut atau tidak sehat, atau keduanya.
Kematian akibat cuaca panas selama ibadah haji bukanlah hal baru dan telah tercatat sejak tahun 1400-an. Akan tetapi, para ilmuwan memperingatkan bahwa pemanasan global akan memperburuk kondisi.
“Ibadah haji telah berjalan di iklim panas selama lebih dari satu milenium, namun krisis iklim memperburuk kondisi ini,” kata Carl-Friedrich Schleussner dari Climate Analytics kepada kantor berita Reuters.
Penelitiannya menunjukkan bahwa dengan kenaikan suhu global sebesar 1,5 derajat Celsius di atas suhu pra-era industri, risiko sengatan panas selama haji bisa meningkat lima kali lipat.
Proyeksi saat ini menunjukkan bahwa suhu dunia akan mencapai 1,5 derajat Celsius pada tahun 2030-an, sehingga menambah tantangan bagi jemaah haji di masa depan.
Tenda penuh sesak dan masalah sanitasi
Menurut beberapa laporan, kesalahan pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi memperburuk kondisi. Akibatnya, terjadi krisis di banyak wilayah yang diperuntukkan bagi jemaah haji.
Mereka mengatakan akomodasi dan fasilitas tidak dikelola dengan baik, tenda-tenda yang penuh sesak tidak memiliki fasilitas pendingin dan sanitasi yang memadai.
Amina (bukan nama sebenarnya), 38 tahun dari Islamabad, mengatakan tidak ada AC di tenda yang ditempatinya saat cuaca panas di Mekkah. Pendingin yang dipasang hampir selalu tidak memiliki air.
Beberapa jemaah mengeluhkan fasilitas pendingin yang tidak memadai di beberapa tenda.
“Ada banyak jemaah sesak napas di tenda-tenda ini dan kami bercucuran keringat dan itu adalah pengalaman yang mengerikan,” tambahnya.
Fauziah, seorang jemaah haji dari Jakarta, mengamini hal tersebut, dengan mengatakan, “Banyak yang pingsan karena terlalu banyak orang dan kepanasan di dalam tenda.
“Sampai siang, juga belum ada makanan. Kami nungguin makan baru dapat malam, jadi orang-orang di tenda pada lapar.”
Secara keseluruhan, Fauziah bilang pelayanan ibadah haji memuaskan. Meskipun jika fasilitas diperbaiki akan lebih baik lagi.
“Kalau ada perbaikan, silakan ditambah lagi, Tapi Insyaallah kami merasa ini yang terbaik dalam menyelenggarakan rangkaian haji dan Insyallah puas dengan pelayanan yang diberikan.”
Masalah transportasi
Para jemaah juga sering kali terpaksa berjalan jauh di tengah panas terik, dan beberapa orang menyalahkan hambatan jalan dan manajemen transportasi yang buruk.
Seorang jemaah asal Pakistan yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan: “Kami berada di rute sepanjang tujuh kilometer tanpa air dan tempat berteduh. Polisi telah memasang barikade, memaksa kami berjalan jauh yang tidak perlu.”
Menurutnya, kendaraan pemerintah Arab Saudi memang tersedia, namun tidak digunakan untuk jemaah yang sakit dan tidak pingsan karena kepanasan.
“Di kamp-kamp, orang-orang dikurung seperti ayam atau hewan di peternakan, tidak ada ruang untuk lewat di antara tempat tidur, dan beberapa kamar kecil tidak cukup untuk menampung ratusan orang.”
Muhammad Acha, salah satu penyelenggara haji kelompok swasta, mengamini hal tersebut.
“Ini haji saya yang ke-18, dan pengalaman saya, pengawas Arab Saudi bukan fasilitator. Mereka mengontrol, tapi tidak membantu,” ujarnya.
Menurut Acha, saat musim panas, rata-rata jemaah haji mungkin harus berjalan kaki minimal 15 kilometer per hari. Hal ini membuat mereka terkena sengatan panas, kelelahan, dan kekurangan air.
“Tahun-tahun sebelumnya, putar balik untuk mengakses tenda dibuka, namun kini semua jalur tersebut ditutup. Akibatnya, jemaah biasa, meski berada di tenda Kategori A di Zona I, harus berjalan kaki sejauh 2,5 kilometer di musim panas untuk mencapai tenda mereka,” jelasnya.
“Jika terjadi keadaan darurat di jalur ini, tidak ada yang akan menghubungi Anda selama 30 menit. Tidak ada pengaturan untuk menyelamatkan nyawa, juga tidak ada titik air di sepanjang jalur ini,” tambah Acha.
Bantuan medis yang lamban
Banyak jemaah haji dilaporkan mendapat perawatan medis yang tidak memadai.
Menurut sejumlah jemaah, ambulans dan pertolongan pertama tidak tersedia bagi mereka yang mengalami kelelahan akibat panas atau masalah kesehatan lainnya.
Amina menceritakan ketika rekan sesama jemaah membutuhkan oksigen karena klaustrofobia, perlu waktu lebih dari 25 menit sampai ambulans tiba meskipun mereka sudah memohon dengan putus asa.
“Akhirnya ambulans datang dan dokter bahkan tidak memeriksanya selama dua detik dan berkata ‘tidak terjadi apa-apa padanya’ lalu pergi,” tambahnya.
Namun, Menteri Kesehatan Arab Saudi menggarisbawahi sumber daya yang dialokasikan untuk menjamin kesejahteraan jemaah.
Pemerintah Arab Saudi mengatakan bahwa mereka telah menyediakan 189 rumah sakit, pusat kesehatan dan klinik keliling dengan kapasitas gabungan lebih dari 6.500 tempat tidur, lebih dari 40.000 staf medis, teknis, administrasi, dan sukarelawan.
Anggota Tim Pengawas Haji dan Anggota Komisi VIII DPR RI Wisnu Wijaya Adiputra mengatakan, sejumlah jemaah haji plus asal Jakarta harus terkatung-katung di Mekkah, Arab Saudi. “Mereka tidak memperoleh fasilitas bus dan tidak mendapatkan tenda ketika wukuf di Arafah maupun saat mabit di Mina,” ujar Wisnu dalam keterangannya. Ia menyampaikan, rombongan itu pun sempat tak mendapatkan jatah makan sehingga harus mengais sisa makanan jemaah lain. Salah seorang jemaah pun mengaku tak mendapatkan tenda di Mina sesuai dengan kesepakatan. Akhirnya, rombongan sempat melakukan perjalanan pulang pergi dari Mina ke Aziziyah selama dua malam.
Wisnu menceritakan, rombongan itu juga mengeluh kelelahan karena tak memiliki kejelasan tenda di Arafah sesuai janji dari biro travel. Akhirnya, mereka harus berjalan berputar-putar sejauh 12 kilometer di bawah suhu 46 derajat celsius. Karena kelelahan, para rombongan dari Jakarta itu akhirnya kelewatan momen waktu wukuf di Arafah dan tidak bisa mabit di Muzdalifah. Wisnu pun mencatat berbagai keluhan itu dan bakal berkoordinasi dengan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Ia juga mendesak agar Kementerian Agama (Kemenag) mengambil sikap tegas atas biro travel yang memperlakukan jemaah semena-mena.
Dunia dihebohkan dengan viralnya video yang memperlihatkan jamaah haji meninggal dunia saat sedang mabit di Mina. Dalam video viral tersebut, dinarasikan banyak jenazah jamaah haji yang meninggal dunia akibat cuaca ekstrem. Informasi mengenai banyaknya jenazah jamaah haji tergeletak di pingir jalan tersebut dikonfirmasi oleh pemberitaan Guardian. Media asal Inggris tersebut melaporkan, “Beberapa jamaah menceritakan melihat mayat tak bergerak di pinggir jalan dan layanan ambulans terkadang tampak kewalahan.”

Guardian melaporkan, sejauh ini diperkirakan ada 550 jamaah telah meninggal selama ritual ibadah haji. Mereka wafat di tengah ibadah yang amat melelahkan dan panasnya suhu pada tahun ini. Menurut Guardian, setidaknya 323 dari jamaah yang meninggal adalah warga Mesir. Sebagian besar dari mereka menderita penyakit yang berhubungan dengan panas, kata dua diplomat Arab yang mengoordinasikan tanggapan negara mereka.
Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) memastikan tidak ada jenazah haji Indonesia yang telantar karena semua ditangani dengan baik dan sesuai prosedur. Tak hanya jenazah saja, jamaah yang sakit pun diberikan penanganan terbaik dan sesuai prosedur.
Kabid Kesehatan Haji Kemenkes dr Indro Murwoko saat ditemui di KKHI mengatakan, selama ini dari laporan tenaga kesehatan yang ada di lapangan, jamaah yang sakit yang kemudian ditemui atau pun pingsan selalu dilakukan treatment dan dilakukan tindakan. “Kemudian dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang terdekat,” kata dia di Makkah, Arab Saudi.
Sejauh ini, Indro memastikan pihaknya tidak mendapatkan laporan jenazah jamaah haji Indonesia yang telantar.”Kalau diberitakan hanya ditutupi kain ihram gitu ya, itu kita tidak mendapatkan laporan-laporan itu,” katanya.
Indro menegaskan semua jamaah haji Indonesia baik sakit atau wafat yang ditemui oleh petugas kesehatan dipastikan ditangani sesuai prosedur. Semua yang ditemui oleh tenaga kesehatan Insya Allah dilakukan tindakan medis.
Tim pengawas (Timwas) haji DPR RI menemukan kondisi tenda jamaah haji Indonesia mirip barak pengungsian di Mina, Arab Saudi. “Kami menyesalkan buruknya pelayanan jemaah di Mina ini. Akibat tenda di bawah kapasitas, terpaksa sebagian jamaah berbaur antara jamaah laki-laki dan perempuan tanpa pembatas,” kata anggota Timwas Haji DPR Wisnu Wijaya Adiputra dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Menurut dia, bahkan banyak jamaah haji tidur di luar tenda, yang sangat tidak baik untuk kesehatan, lebih-lebih buat jamaah lanjut usia. Dia meminta Kemenag harus melakukan evaluasi besar-besaran untuk memperbaiki persoalan itu.
Lanjut dia, persoalan tenda di bawah kapasitas tidak hanya menimpa jamaah haji reguler, tapi juga jamaah haji plus. Bahkan lebih parah di Maktab 111 tempat jamaah haji plus bermukim, kata dia, tenda berkapasitas 80 orang terpaksa ditempati 1.200 orang. Selain itu, Timwas Haji DPR juga mendapati adanya jamaah yang diusir dari tenda, akibat penempatan tenda jamaah haji Indonesia yang tidak sesuai dengan maktab yang telah ditentukan. Mereka terpaksa meninggalkan tenda karena hak-haknya tidak bisa terpenuhi karena salah tempat.
Salah seorang jamaah haji Dedi Karyadi dari kelompok terbang 49 asal Kota Bogor, mengungkapkan tenda yang disediakan Pemerintah Arab Saudi hanya berukuran 10×12 meter diperuntukkan bagi 160 orang jamaah.
“Artinya jatah per orang di dalam tenda itu hanya 0,8 meter. Ruang gerak kita tidak ada 1 meter. Itu pun masih tidak bisa menampung jamaah karena tenda-nya sangat sempit,” ungkapnya.
Kata dia, dengan terpaksa ada jamaah yang tidur di luar tenda. Mereka juga bergiliran tiap dua jam untuk bergantian tidur di dalam tenda.
Penyelenggaraan ibadah haji 2024 menuai kritik tajam buntut keluhan dari banyak jemaah Indonesia atas pelayanan yang cenderung memprihatinkan.
Kritik datang dari Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR yang mengungkapkan kondisi akomodasi jemaah yang memprihatinkan. Tenda jemaah haji Indonesia minim kapasitas hingga layanan toilet yang antre berjam-jam.
Ketua Timwas Haji Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyayangkan tenda sempit membuat ruang gerak jemaah tak lebih dari 1 meter. Kondisi ini mengakibatkan banyak jemaah yang tidak kebagian tempat tidur di dalam tenda. Tak cuma masalah tenda, kondisi toilet jadi keluhan jemaah RI lantaran jemaah bisa antre berjam-jam.
Tak cuma tahun ini saja, persoalan haji juga sempat terjadi pada tahun 2023 lalu. Kala itu terjadi persoalan akomodasi dan transportasi jemaah haji selama Armuzna tidak terkelola dengan baik. Hal ini membuat banyak jemaah haji asal Indonesia telantar Muzdalifah hingga kesulitan mendapatkan makanan.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Ade Marfuddin menyoroti fasilitas layanan haji yang disediakan oleh pemerintah tak sebanding dengan biaya besar yang sudah dikeluarkan jemaah.
Ade menganggap belum ada manajemen pelayanan haji yang ditata secara komprehensif oleh pemerintah selama ini. Akibatnya, penyelenggaraan haji tiap tahun pasti ada kekurangan yang berulang di sana sini.
Ia mencontohkan tahun lalu terdapat kasus jemaah telantar di Muzdalifah hingga kesulitan mendapatkan makanan. Kemudian tahun ini mencuat persoalan fasilitas tenda jemaah di Mina yang minim kapasitas.
Ia menyarankan supaya pemerintah mampu melakukan pemetaan mitigasi haji di prosesi mana saja yang berisiko tinggi dan rendah. Baginya, wilayah Arafah, Muzdalifah, dan Mina. (Armuzna) harus menjadi perhatian serius oleh Kemenag lantaran persoalan terus berulang.
Khusus persoalan Mina, Ade menyoroti perlunya bangunan bertingkat untuk tempat berdiam bagi para jemaah haji. Sebab, ia menyadari wilayah Mina sangat terbatas bagi jemaah.
Ia juga mengeluhkan pemerintah tak lagi menggunakan Mina Jadid seperti prosesi haji tahun-tahun sebelumnya. Menurut Ade, keputusan pemerintah tak lagi menggunakan Mina Jadid membuat membuat para jemaah mengalami penumpukan.
Sebelumnya, Kemenag memutuskan jemaah haji Indonesia tak lagi ditempatkan di Mina Jadid, melainkan di wilayah Muaishim. Kemenag beralasan lokasi ini diambil agar tidak terlalu jauh dengan Jamarat. Kemenag juga mengatakan ada perbedaan pendapat Mina Jadid tidak sah untuk melakukan wukuf karena berbatasan dengan Muzdalifah.
Ade lantas meminta Pemerintah menyisir tiap persoalan di Armuzna sehingga dapat membuat manajemen haji yang permanen. Ia juga berharap pemerintah Indonesia berdialog dengan otoritas Arab Saudi secara komprehensif untuk peningkatan layanan jemaah.
Anggota Komisi VIII DPR Luluk Nur Hamidah menilai pemerintah seperti tak serius menyelenggarakan ibadah haji lantaran kerap ditemukan banyak kekurangan.
Luluk mengkritik manajemen dan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah selama pelaksanaan haji tidak memadai terutama bagi jamaah lanjut usia. Baginya, slogan ‘Haji Ramah Lansia’ yang kerap didengungkan Kemenag ternyata sekadar slogan tanpa ada implementasi konkret. Ia menilai kekurangan dalam pelaksanaan haji 2024 menunjukkan pemerintah seperti tidak belajar dari pelaksanaan sebelumnya lantaran kekurangan yang terus berulang. Padahal, ia mengatakan adanya tambahan kuota haji seharusnya pemerintah dapat meningkatkan fasilitas layanan agar jamaah dapat dilayani dengan baik.
Luluk juga menyinggung ada dugaan praktek rente yang sudah berjalan terlalu lama dalam penyelenggaraan ibadah haji. Baginya, dugaan praktek ini menguntungkan sebagian kecil orang harus diakhiri.
Guna keluar dari persoalan tersebut, ia meminta ada transparansi seluruh proses penyelenggaraan haji.
Luluk menegaskan urusan haji ada uang jemaah yang berputar hingga triliunan rupiah. Baginya, perbaikan pelayanan mutlak menjadi kewajiban pemerintah dan menjadi hak dasar bagi para jamaah haji.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengaku akan tetap mengevaluasi penyelenggaraan ibadah haji untuk perbaikan ke depannya.
Ia mengatakan evaluasi juga dilakukan secara kontinyu di lapangan. Yaqut mencontohkan ada kasus aduan soal jemaah dari embarkasi KNO yang tidak mendapatkan tenda. Sehingga petugas langsung mencarikan tenda untuk jemaah tersebut.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan penyelenggaraan haji 2024 berjalan sukses. Namun Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR mengungkap fakta berbeda.
Ketua Timwas Haji DPR Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengatakan penilaian baik atau tidaknya penyelenggaraan haji ini tergantung masyarakat.
“Terbaik atau tidak terbaik kan yang menilai masyarakat, DPR hanya bertugas untuk mendudukkan proporsi,” kata Cak Imin kepada wartawan di Makkah.
Namun Cak Imin mengungkapkan fakta berbeda. Salah satunya masalah tenda over capacity yang membuat jemaah terpaksa tidur berdesak-desakan di dalam tenda.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini kemudian mengungkap temuan lainnya, salah satunya toilet yang tidak ramah lansia.
“Bahwa MCK seperti tidak mengindahkan keramahan terhadap lansia, tidak mengindahkan jumlah rasionya, itu fakta. Jadi fakta-fakta ini tidak bisa dibantah,” tuturnya.
“Sekaligus kita juga menyaksikan bahwa banyak sekali jemaah kita yang masih membutuhkan bantuan-bantuan langsung yang memadai,” pungkasnya.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengaku bersyukur puncak haji berjalan dengan lancar. Menurutnya, kesuksesan dan kelancaran penyelenggaraan ibadah haji tahun ini karena smart card dan kebijakan skema murur.
Menurut Gus Men, sapaan akrabnya, mengatakan smart card dan skema murur yang diterapkan ini sebagai salah satu cara mengurangi kepadatan saat puncak haji.
“Pertama soal Nusuk Card atau smart card itu, di mana pemerintah Kerajaan Saudi Arabia bisa dengan mudah mendeteksi mana jemaah haji legal dan ilegal,” jelasnya.
“Ini juga berefek pada rombongan jemaah haji Indonesia karena sebelumnya ketika masih leluasa gitu ya, jemaah haji yang menggunakan visa nonhaji itu bisa masuk di Arafah, di Mina, dan Muzdalifah. Kerumunan itu menjadi semakin besar gitu, sehingga space-space-nya juga terbatas,” sambung Gus Men.