STRATEGIC ASSESSMENT. Mantan Menkopolhukam RI melancarkan kritik tajam terkait Putusan Mahkamah Agung soal batas usia calon kepala daerah. Katanya, cara berhukum di Indonesia sudah rusak dan busuk.
“Negara ini cara berhukumnya sudah rusak dan dirusak sehingga saya katakan malas saya bicara yang gitu-gitu, biar aja tambah busuk, pada akhirnya kebusukan itu akan runtuh sendiri kan suatu saat,” kata Mahfud di akun YouTube pribadinya, belum lama ini.
“Kalau yang begini begini diteruskan, ya sudah teruskan saja. Apa yang mau dilakukan lakukan saja, mumpung Anda masih punya posisi untuk melakukan itu.”
Namun Mahfud tak merinci siapa yang dimaksud. Yang jelas ia mengingatkan, merusak hukum ada konsekuensinya.
“Tapi suatu saat itu bisa memukul dirinya sendiri ketika orang lain menggunakan cara yang sama, yang juga untuk melawan kepentingan orang yang suka begitu,” sambung dia.
Mantan Ketua MK itu pun heran mengapa akhirnya putusan itu muncul. Tak ada yang salah dengan Peraturan KPU.
“Ini tiba-tiba dibatalkan karena katanya bertentangan. Loh bertentangan dengan yang mana? Loh wong peraturan KPU sudah benar. Kalau memang itu mau diterima putusan MA berarti ia membatalkan isi UU sedangkan menurut hukum, konstitusi kita, MA tidak boleh melakukan judicial review atau membatalkan isi UU,” katanya.
“Kalau isi UU mau dibatalkan itu cuma 2 caranya. 1 legislative review atau judicial review oleh MK bukan MA. Atau Perppu kalau darurat, ini jauh melampaui kewenangan MA.”
Mahfud pun heran. Sebab, di Pasal 7 UU Nomor 10 tahun 2016, butir-butir pasalnya sudah jelas.
Pasal 7
(1) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
“Kenapa? Dia memutuskan atau membatalkan satu isu Peraturan KPU yang sudah sesuai dengan UU tetapi dinyatakan bertentangan dengan UU. Begini, KPU semula mengatur sesuai ketentuan UU pasal 7 UU Nomor 10 tahun 2016 itu, KPU mengatur begini untuk menjadi calon itu untuk mencalonkan diri atau dicalonkan hak setiap orang, itu ayat 1,” urainya.
“Lalu di ayat 2-nya persyaratan untuk menjadi calon atau mencalonkan diri sebagaimana ayat 1 diatur dengan syarat-syarat sebagai berikut. Lalu ayat 2 butir E menyebut pada saat mencalonkan diri seperti pasal 1 itu dia harus berumur 30 tahun untuk cagub dan atau wagub. Dan 25 tahun untuk bupati wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota.Ini tiba-tiba dibatalkan karena katanya bertentangan,” imbuh Mahfud.
Mahkamah Agung sebelumnya mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon kepala daerah. Dengan adanya putusan ini, seseorang bisa maju jadi calon kepala daerah berusia 30 tahun saat pelantikan sebagai kepala daerah.
Gugatan dilayangkan oleh Ahmad Ridha Sabana. Ridha merupakan Ketua Umum Partai Garuda. Adapun yang mengadili adalah ketua majelis hakim yakni Yulius dengan anggota Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunadi.
MA juga terhitung cepat dalam memutus perkara ini, yakni 3 hari. Setelah itu muncullah putusan Nomor 23 P/HUM/2024 diketok pada 29 Mei 2024 yang mengubah syarat usia calon kepala daerah.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) NasDem secara resmi mengeluarkan nama para calon bupati untuk maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Untuk di Kabupaten Karawang, DPP NasDem merekomendasikan petahana Bupati Karawang Aep Syaepuloh menjadi calon bupati dalam Pilkada Karawang 2024.
Terkait hal itu, Ketua DPD Partai NasDem Karawang Dian Fahrud Jaman membenarkan DPP NasDem telah merekomendasikan dan menyetujui Aep Syaepuloh untuk menjadi calon bupati Karawang.
Surat rekomendasi itu diberikan kepada Ketua DPW NasDem Jawa Barat Saan Mustopa yang kemudian langsung diserahkan kepada Aep Syaepuloh.
Sementara itu, Aep Syaepuloh mengucapkan terima kasih kepada DPP NasDem telah merekomendasikan sebagai calon bupati pada Pilkada 2024 nanti.
Aep meminta doa dan berharap Karawang semakin maju daerahnya. “Mohon doanya untuk Karawang maju,” ucapnya.
Beberapa nama yang mendapatkan rekomendasi resmi dari Partai NasDem untuk maju di Pilkada Jawa Barat yakni rekomendasi Calon Walikota Bandung: Muhammad Farhan; Rekomendasi Calon Bupati Kabupaten Bandung Barat: Rian Firmansyah; Rekomendasi Calon walikota Cirebon: Hj. Eti Herawati; Rekomendasi calon Bupati Kabupaten Indramayu: Lucky Hakim dan rekomendasi Calon Bupati Kabupaten Karawang: H Aep Syaepuloh.
Khofifah Indar Parawansa, Menteri Sosial dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan korupsi program verifikasi dan validasi orang miskin. Laporan tersebut disampaikan oleh Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS). Kekayaan Khofifah selama jadi Mensos, sejak tahun 2015 lalu pun jadi sorotan.
Kasus dugaan korupsi yang dilakukan Khofifah tersebut disebut-sebut sudah dilaporkan sejak enam tahun lalu. Akan tetapi, laporan tersebut tidak mendapatkan tindak lanjut. Perwakilan FKMS, Sutikno kemudian kembali mendatangi KPK dengan bukti tambahan. Dugaan korupsi tersebut didapatkan dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2016 untuk tahun anggaran 2015.
Diduga Khofifah terlibat dalam korupsi terkait proyek verifikasi dan validasi orang miskin. Selain Khofifah, ada dua pihak lain yang dilaporkan, antara lain Kepala Pusdatin Kemensos Mumu Suherlan yang waktu itu menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dan Adhy Karyono pejabat Pengguna Anggaran (KPA).
Mantan Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur sejak 2019. Sebelumnya ia pernah digadang-gadang menjadi bakal calon presiden dalam Pilpres 2024 mendampingi Prabowo Subianto. Akan tetapi, desas-desus tersebut berlalu begitu saja ketika Prabowo berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden RI, Jokowi.
Sebelum menjabat sebagai Gubernur, Khofifah menjabat sebagai Menteri Sosial, berlaku selama periode 2014-2019. Di tahun 2018, Khofifah maju dalam Pemilu dan Pilgub Jawa Timur berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak, sehingga ia mengundurkan diri sebagai Mensos. Keduanya terpilih menjadi pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur.
Dengan berita dilaporkannya Khofifah sebagai tersangka korupsi yang merugikan negara sampai Rp98 miliar, perkembangan kekayaan Khofifah selama jadi Mensos pun jadi sorotan.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 15 Januari 2018, kekayaan mantan Menteri Sosial itu sebesar Rp 23,5 miliar (Rp 23.552.669.762). Sedangkan harta kekayaan Khofifah sebelum menjadi Mensos di tahun 2014 sebesar Rp36,3 miliar.
Itu artinya harta kekayaan Khofifah selama menjabat sebagai Mensos selama tiga tahun turun sekitar Rp12,8 miliar. Alih-alih semakin kaya selama menjadi Menteri Sosial, harta Khofifah justru dilaporkan menyusut selama periode menjadi pembantu Presiden Jokowi.
Sementara itu, ketika Khofifah menjabat sebagai Gubernur, mulai tahun 2018 harta kekayaannya dilaporkan naik sekitar Rp2,3 miliar. Kemudian, total harta kekayaan Khofifah di tahun 2019 sebanyak Rp22,5 miliar dan tahun 2020 sebanyak Rp24,9 miliar.
Lalu di tahun 2021, harta kekayaan Khofifah turun menjadi Rp24,7 miliar. Harta Khofifah terdiri atas tanah dan bangunan, kas dan setara kas, alat transportasi yang terdiri dari dua unit mobil mewah Kijang Innova dan Toyota Alphard.
Proyek yang menyeret nama Khofifah di KPK tersebut diduga merugikan negara sebesar Rp98 miliar. Target program adalah memverifikasi sekitar 15 juta keluarga miskin dengan nilai proyek total sebesar Rp395 miliar.
Salah satu metode pelaksanaan program adalah dengan musyawarah desa sampai kabupaten. FKMS mengklaim pekerjaan berupa musyawarah desa sampai kabupaten tersebut adalah fiktif. FKMS juga mengklaim bahwa Kemensos, di bawah kepemimpinan Khofifah hanya menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tanpa verifikasi ke lapangan untuk menyatakan keberadaan warga miskin.
Politikus senior PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul enggan berkomentar banyak soal pemanggilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pacul justru mempersilakan untuk menanyakan sikap partai ke politikus PDIP lainnya. “Kau tanya yang di atas aja itu,” kata dia.
Sementara itu, Juru Bicara PDI Perjuangan, Chico Hakim memastikan, Hasto Kristiyanto akan hadir memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus Harun Masiku.
Menurut Chico, pemanggilan Hasto tentu dikaitkan dengan aspek politis mengingat saat ini momen Pilkada.
Sementara terkait kasus Harun, Chico menyebut kasus itu adalah kasus suap di mana penyuap dan tersuap sudah dikenakan sanksi hukuman Pidana. Namun belakangan kasus itu kembali hidup seiring dengan Rakernas PDIP.
Selain itu itu, Chico menilai kasus Harun tidak sebanding dengan kasus korupsi Mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) ataupun dengan kasus Gibran Rakabuming Raka.
Sistem KomandanTe yang dibuat PDIP khusus wilayah Jateng membuat sejumlah kadernya cemas. Sebab, mereka terancam tak dilantik meskipun secara elektoral versi KPU mereka dinyatakan lolos.
KomandanTe atau Barisan Pasukan Bintang-Bintang merupakan bagian dari strategi pemenangan elektoral terpimpin secara gotong royong yang bertumpu pada mesin partai untuk memenangkan PDIP di Jawa Tengah dalam Pemilu 2024 mendatang. Aturannya tertuang dalam Peraturan Partai (PP) nomor 01 tahun 2023.
Sistem dimaksudkan antara pengampu wilayah dan jajaran struktural partai harus saling bergotong royong dalam memenangkan Pemilu.
Endang Suwartiningsih, caleg PDI Perjuangan yang juga petahana DPRD Kabupaten Pekalongan termasuk salah satu caleg yang akhirnya mengambil langkah mengundurkan diri terbentur aturan KomandanTe.
Dia bersama sejumlah caleg PDIP yang terkena aturan itusedang berjuang lewat jalur hukum hingga ke DPP.
Menurutnya, sengkarut ini sudah berlangsung sejak sebelum pemilihan. Seluruh caleg PDI Perjuangan diminta menandatangani surat pengunduran diri sebelum kontestasi. Nama Endang Suwartiningsih sendiri masuk dalam SK Penetapan Caleg Terpilih DPRD Kabupaten Pekalongan dari KPU Kabupaten Pekalongan.
Terpisah, Bendahara DPD PDIP Jaeng, Agustina Wilujeng mempersilakan bagi caleg yang terpaksa mundur terbentur sistem tersebut. Meski dia merasa heran aturan yang telah disepakati itu kemudian menjadi polemik.
Diakuinya, sistem KomandanTe menuai pro kontra di kalangan kader. Padahal sistem ini sudah disosialisasikan 2021 lalu. Namun dia menyakini, dalam prosesnya ke depan akan ada perbaikan-perbaikan dari sistem ini.
Sebelumnya, sejumlah kader PDIP yang tergabung dalam Bateng Suca Ludiro mengirim karangan bunga ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah. Karangan bunga itu dikirim sebagai bentuk kekecewaan karena terganjal aturan sistem KomandanTe yang membuat para caleg gagal dilantik di DPRD.
Ketua organisasi Banteng Soca Ludiro, Wawan Mulung, membenarkan bila karangan bunga ini sebagai bentuk protes dari puluhan caleg PDIP di Jawa Tengah. Sebab, pemberlakuan sistem KomandanTe mebuat para caleg gagal dilantik di 20 kabupaten kota.
Terpisah, Kepala Divisi Teknis penyelenggaraan Pemilu KPU Kabupaten Pekalongan, Syafiq Naqsabandi mengatakan sudah menerima surat pengunduran diri itu caleg dari PDIP. Atas surat pengunduran diri yang dilayangkan, kemudian pihaknya sudah melakukan klarifikasi pada pihak partai.
Pihaknya juga sudah melakukan konsultasi dengan KPU Provinsi Jateng. Untuk menerbitkan SK Perubahan itu, pihaknya diberi waktu 14 hari sejak SK Penetapan diterbitkan pada 2 Mei 2024.
Di sisi lain, aturan KPU menyebut caleg hanya bisa diganti jika ada yang meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak memenuhi syarat hingga terkena pidana pemilu. Pihaknya tidak melihat internal partai.
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mendatangi kantor Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, belum lama ini.
Kedatangan KPK tersebut dipimpin langsung oleh Direktur Koordinator dan Supervisi Wilayah 3 KPK Brigjen Pol Bahtiar Ujang Purnama.
Diketahui kedatangan KPK tersebut dalam rangka menggelar rakor dan pemantauan program pencegahan korupsi antara Pemkot Surakarta dengan KPK RI.
Seusai gelaran rakor, KPK mengapresiasi penguatan antikorupsi yang diterapkan di lingkup Pemkot Surakarta.
Bahtiar Ujang menyebut pemkot Surakarta secara skor Monitoring Center for Prevention atau MCP masuk dalam kategori sangat baik.
“Saya mengapresiasi pemerintah Surakarta dalam memperbaiki tata kelola penguatan antikorupsi. Tahun 2023 seluruh Jawa Tengah mengalami penurunan terkait skor MCP atau Monitoring Center for Prevention. Tapi ada dua yang tidak mengalami penurunan yakni Pemkot Surakarta dan Semarang,” terangnya seperti dikutip dari channel YouTube Berita Surakarta.
MCP merupakan aplikasi yang dikembangkan KPK untuk melakukan monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan.
Ia menyebut skor MCP Pemkot Surakarta dia tas 90 tepatnya 92.
Selain itu ada juga skor survei penilaian integritas atau SPI dalam hal ini ada tiga komponen yang terlibat yaitu pihak internal, eksternal serta expert.
Untuk SPI Pemkot Surakarta mencapai skor 83.
Jumlah skor tersebut termasuk dalam kategori terjaga.
“Skor survei penilaian integritas ini hampir sama dengan Gianyar, Bali,” jelasnya.
Lebih lanjut Bahtiar menjelaskan bila dibanding pada kisaran tahun 2020-2021 skor MCP maupun SPI mengalami kenaikan.
“Dibanding tahun sebelumnya meningkat tajam ada peningkatan signifikan seperti SPI tahun 2020 masih 65-68 sekarang berjalan 83. Itu skor terjaga,” urainya.
Walau begitu, diakui masih ada beberapa sektor yang masih perlu peningkatan diantaranya manajemen ASN dan komponen dengan media.
“Manajemen ASN sebetulnya skornya cukup bagus, namun kalau dibandingkan skor yang lain masih memerlukan langkah perbaikan yaitu manajemen ASN di reward. Ini sudah dikomunikasikan dengan BKSDM nanti akan diperkuat dengan berbagai macam regulasi,” imbuhnya.
Sementara itu Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka merespon baik capaian skor yang didedahkan KPK tersebut.
“Terima kasih untuk pengarahannya dari awal saya menjabat skor MCP di Solo 65 termasuk paling rendah di Solo Raya. Sekarang di atas 90 artinya ini komitmen kami pemberantasan korupsi tidak hanya di atas kertas tapi kami mendorong implementasinya.