STRATEGIC ASSESSMENT. Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump selamat dari maut usai menjadi target penembakan saat dirinya kampanye di Pennsylvania pada Sabtu (13/7). Penembakan ini pun membuat situasi politik di Negeri Paman Sam semakin panas empat bulan jelang pemilihan presiden pada 5 November mendatang. Penembakan yang mengenai telinga kanan Trump dari jarak dekat itu pun memunculkan banyak pertanyaan dan perdebatan di kalangan publik AS.
Apa motifnya? Kenapa pelaku yang berusia 20 tahun bisa membawa senjata semi otomatis ke lokasi dan menembak dari jarak kurang dari 150 meter?
Pelaku penembakan, Thomas Matthe Crooks, merupakan staf di panti jompo di Pennsylvania yang baru lulus SMA pada 2022 lalu.
Biro Investigasi Federal (FBI) mengatakan Crooks selama ini tak memiliki riwayat kriminal maupun masuk dalam radar aparat keamanan.
Karena itu, aparat masih sulit mengungkap motif di balik aksi Crooks yang akhirnya merenggut nyawanya sendiri.
Berdasarkan penyelidikan sejauh ini, Crooks tidak terlibat organisasi apa pun dan mengunggah sesuatu yang mencurigakan di media sosialnya.
Namun, sejumlah mantan teman sekolahnya mengaku bahwa Crooks orang yang pendiam dan pernah menjadi target bullying teman-temannya.
Dikutip Channel NewsAsia, Crooks juga pernah ikut tim penembak senapan di SMA, namun keluar karena dinilai tidak memiliki keahlian menembak.
Sementara itu, aksi nekatnya yang mampu membawa senapan AR-style 556 milik sang ayah ke lokasi kampanye Trump hingga melancarkan aksinya dari atap sebuah bangunan yang hanya berjarak 150 meter kurang dari podium sang eks presiden memicu banyak pertanyaan.
Sejak penembakan terjadi, Secret Service dan sejumlah lembaga keamanan AS pun tak luput dari kritikan. Banyak pihak menilai penembakan Trump merupakan kegagalan terbesar Secret Service sejak penembakan Presiden Ronald Regan pada 1981 lalu.
Kongres AS terutama dari fraksi Partai Republik bakal menyelidiki aksi Crooks tampaknya bisa luput dari pengawasan Secret Service.
Beberapa menit setelah penembakan terjadi dan berita tersebar, netizen di media sosial ramai-ramai ikut berkomentar.
Sebagian netizen menganggap penembakan ini sebagai insiden yang direncanakan oleh kubu Trump sendiri, salah satu teori konspirasi yang banyak beredar di media sosial tanpa ada bukti nyata.
Salah satu komentar pengguna X yang viral menyoroti tindakan pertama yang dilakukan Trump usai dirinya sadar telah tertembak meski meleset. Sebagaimana diketahui, Trump sempat menunduk di podium setelah sadar kupingnya sebelah kanannya tertembak. Namun, tak lama, Trump kembali berdiri dan dikelilingi sejumlah agen Secret Service yang berupaya membentuk tameng demi melindungi sang eks presiden sambil berupaya mengevakuasinya keluar tempat itu.
Alih-alih panik, Trump masih sempat berbicara di mikrofon podium sambil mengepalkan tangannya ke udara. “fight, fight, fight,” ucap Trump terdengar dari sepiker beberapa detik usai penembakan terjadi kala darah terlihat di kupingnya.
“Minim kepanikan dari para hadirin dan kenapa Trump masih sempat mengangkat kepalan tangannya dan berteriak ke penonton?” bunyi komentar salah satu netizen.
Hastag “staged” atau pura-pura pun langsung trending di platform X tak lama usai penembakan Trump berlangsung.
Menambah keruh suasana, kubu Trump juga menuding penembakan ini dilakukan oleh kubu pendukung Biden dan Partai Demokrat.
Seorang politikus Partai Republik, Steve Scalise, menggiring opini bahwa penembakan Trump seakan dilakukan oleh kubu lawan sang eks presiden.
“Para pemimpin Partai Demokrat telah memicu histeria menggelikan bahwa kemenangan Donald Trump dalam pemilu ini akan menjadi akhir dari demokrasi di Amerika,” kata Scalise.
Scalise pernah menjadi target penembakan pada 2017 lalu oleh seorang aktivis sayap kiri.
Sejumlah analis menilai gambar Trump yang masih sempat mengepalkan tangan ke udara usai ditembak akan menjadi ikon dan simbol dalam pemilu mendatang.
Peneliti senior non-residen di Pusat Studi AS di Universitas Sydney, Benjamin Reilly, memprediksi penembakan akan semakin “menguntungkan” Trump dalam jajak pendapat pemilu. Ia menilai hasil jajak pendapat “akan bergeser sangat kuat mendukung Trump” menyusul penembakan ini.
Sebelum penembakan terjadi, sebagian besar jajak pendapat pemilu AS memperlihatkan tingkat elektabilitas Trump sudah mengungguli Biden, terutama usai debat capres pertama beberapa waktu lalu.
Trump dinilai memenangkan debat pertama setelah performa Biden menurun akibat pernyataannya yang bertele-tele dan faktor usianya yang makin mengkhawatirkan banyak pihak, termasuk dari Partai Demokrat sendiri.
Menurut Reilly, insiden penembakan ini pun semakin memperkuat citra Trump di kalangan publik dan menggambarkan bahwa sang eks presiden merupakan sosok yang kuat melawan petahana dengan kesan heroik.
Selain menguntungkan Trump, Reilly menambahkan penembakan akhir pekan lalu itu memperbesar peluang Partai Demokrat menggantikan Biden sebagai kandidat capres dari kubu mereka.