STRATEGIC ASSESSMENT. Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah memperingatkan akan menyerang sasaran baru di Israel. Ini menjadi ancaman baru kelompok yang didukung Iran itu, jika banyak warga sipil Lebanon terbunuh karena serangan Tel Aviv.
Perlu diketahui, saat ini Hizbullah dan Israel hampir setiap hari saling baku tembak. Hizbullah merupakan sekutunya Hamas dalam perang Gaza, yang berlangsung sejak Oktober, di mana serangannya ke Israel dilakukan untuk mendukung pembebasan Palestina.
“Jika musuh terus menargetkan warga sipil seperti yang dilakukan dalam beberapa hari terakhir, maka hal ini akan mendorong kita untuk menargetkan daerah-daerah yang belum kita targetkan hingga saat ini,” tegas Nasrallah.
Sebelumnya, Kantor Berita Nasional Lebanon mengatakan serangan Israel di selatan menewaskan lima orang, termasuk tiga anak Suriah, pada hari Selasa. Sebagai tanggapan, Hizbullah mengatakan mereka meluncurkan roket Katyusha ke Israel utara.
Pembunuhan anak-anak itu dilaporkan kala mereka sedang bermain di depan rumah. Badan anak-anak PBB, UNICEF, menggambarkan peristiwa ini sebagai tindakan yang “mengerikan”.
“Israel harus tahu tentang konsekuensi invasi apa pun ke Lebanon,” tambahnya lagi.
“Israel akan dibiarkan tanpa tank jika konflik besar-besaran meletus,” ujarnya.
Nasrallah, berbicara pada peringatan Asyura Muslim Syiah, juga berjanji untuk membantu ribuan warga Lebanon yang rumahnya hancur akibat kebakaran lintas perbatasan.
“Kami meyakinkan warga yang rumahnya hancur seluruhnya atau sebagian bahwa kami akan bekerja sama dengan Anda, bahu membahu… kami akan membangun kembali rumah kami,” katanya.
Sejak Oktober, kekerasan lintas batas telah menewaskan 511 orang di Lebanon, sebagian besar adalah pejuang tetapi juga termasuk setidaknya 104 warga sipil. Di pihak Israel, 17 tentara dan 13 warga sipil tewas, menurut pihak berwenang.
Kekerasan tersebut, yang sebagian besar terjadi di wilayah perbatasan, telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya konflik besar-besaran antara kedua pihak yang bertikai. Militer Israel mengatakan bulan lalu bahwa rencana operasional untuk serangan di Lebanon telah disetujui dan divalidasi.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin mengungkapkan kekhawatirannya mengenai situasi di Jalur Gaza dengan mengatakan “tidak ada tempat yang aman” di wilayah kantung yang terkepung tersebut.
“Tingkat pertempuran dan kehancuran yang ekstrim di Gaza tidak dapat dipahami dan tidak dapat dibenarkan… Di mana-mana terdapat potensi zona pembunuhan,” kata Guterres pada X.
Ini saatnya bagi semua pihak yang berkonflik untuk menunjukkan keberanian dan kemauan politik untuk bersepakat pada akhirnya, tambah dia.
Secara terpisah, juru bicara Guterres, Stephane Dujarric mengatakan PBB mengingatkan semua pihak untuk menghormati kewajiban mereka di bawah hukum humaniter internasional dan untuk selalu berhati-hati dalam “menyelamatkan warga sipil dan objek sipil.”
“Saya dapat memberitahu Anda lebih lanjut bahwa kami dan mitra kemanusiaan kami terus membantu keluarga yang mengungsi dari Gaza utara ke daerah di selatan,” katanya kepada wartawan.
Dujarric menyoroti bahwa Kantor PBB dan Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan bahwa dengan setiap arahan evakuasi baru, keluarga-keluarga di Gaza dipaksa untuk membuat pilihan yang mustahil: Mereka tetap berada di tengah pertempuran aktif atau melarikan diri ke daerah-daerah yang memiliki sedikit ruang atau layanan.
“Tidak ada tempat yang aman di Gaza. Tidak ada tempat bernaung, tidak ada rumah sakit, dan tidak ada yang disebut zona kemanusiaan,” tegasnya.
Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk terapkan gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan 7 Oktober tahun lalu oleh kelompok Palestina Hamas.
Hampir 38.700 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 89.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang keputusan terbarunya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militer di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diinvasi pada 6 Mei.
Faksi-faksi Palestina, termasuk Hamas dan pesaingnya, Fatah, akan bertemu kembali, kali ini di Beijing, China. Sebelumnya mereka bertemu di Moskow, Rusia, guna membahas rekonsiliasi. Dua pejabat senior Hamas dan Fatah mengatakan, pembicaraan akan dilakukan pekan depan, namun tak menjelaskan secara rinci agenda yang dibahas.
Delegasi Hamas dan Fatah sebelumnya juga bertemu di China pada April untuk membahas upaya rekonsiliasi guna mengakhiri perpecahan politik selama 17 tahun. Presiden Palestina Mahmoud Abbas, selaku memimpin Fatah, sebelumnya mengkritik Hamas atas perang melawan Israel di Jalur Gaza. Sebaliknya Hamas menuduh Abbas memihak Israel. Kedua kelompok tersebut memiliki cara perjuangan berbeda dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina.
Pejabat intelijen Amerika Serikat (AS) yakin kalau Pemimpin Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar bersembunyi di terowongan di bawah Khan Younis di Gaza selatan – menurut laporan CNN.
Badan Intelijen Pusat (CIA) menilai Yahya Sinwar saat ini menghadapi tekanan yang meningkat dari komandan militer Hamas untuk menerima kesepakatan gencatan senjata dan mengakhiri perang di Gaza – menurut sumber yang menghadiri pertemuan tertutup dengan Direktur CIA, Bill Burns.
Dalam sebuah artikel terbaru, Khaberni -mengutip sumber-sumber gerakan Hamas di Jalur Gaza dan di luar Jalur Gaza, mengulas soal keberadaan Yahya Sinwar di Jalur Gaza.
Laporan tersebut menyatakan, sumber-sumber gerakan Hamas di Jalur Gaza mengkonfirmasi kemampuan Sinwar untuk bersembunyi sejauh ini.
Dalam penuturannya, narasumber itu mengklaim kalau Yahya Sinwar masih bisa berkomunikasi dengan para pemimpin gerakan Hamas di dalam dan luar Jalur Gaza.
“Itu sehubungan dengan kegagalan pendudukan Israel untuk menemukannya,” tulis ulasan Khaberni.
Sumber tersebut mengungkapkan kepada surat kabar Asharq Al-Awsat kalau Yahya Al-Sinwar selalu dan terus-menerus diberitahu tentang segala sesuatu yang terjadi, terutama yang berkaitan dengan negosiasi yang sedang berlangsung.
Artinya, Sinwar selalu up to date terkait perkembangan situasi peperangan Gaza yang masih berlangsung.
“Setiap inisiatif yang muncul (dalam proses pertukaran tahanan demi gencatan senjata dengan pihak Israel), ia mempelajarinya dengan baik, mempertimbangkannya dengan cermat, menyatakan pendapatnya mengenai hal tersebut, dan berkonsultasi mengenai hal tersebut dengan para pemimpin gerakan melalui komunikasi melalui berbagai cara,” kata laporan itu.
Sumber tersebut menjelaskan, pemimpin Hamas di Gaza beberapa kali berkomunikasi dengan para pemimpin gerakan tersebut di luar negeri, terutama pada saat-saat penting perundingan yang berlangsung baru-baru ini.
Yahya Sinwar juga berkomunikasi dengan Ismail Haniyeh, setelah kepala biro politik gerakan Hamas itu kehilangan putra-pura dan anggota keluarga dalam serangan Israel.
“Sinwar menyampaikan belasungkawa serta menyatakan (penghiburan) bagi (Haniyeh),” tulis laporan tersebut.
Namun sumber tersebut tidak menjelaskan bagaimana komunikasi ini terjadi, dan apakah komunikasi tersebut dilakukan secara langsung atau tidak.
Sumber tersebut tidak menyangkal atau mengonfirmasi soal kabar penyerbuan IDF di Khan Yunis di Gaza Selatan yang dilaporkan nyaris berhasil melumpuhkan pemimpin Hamas tersebut.
“Sumber tersebut tidak menyangkal atau mengonfirmasi apakah Sinwar benar-benar selamat dari upaya pembunuhan Israel selama perang saat ini, atau apakah ada pasukan Israel yang mendekati tempatnya, terutama selama operasi di Khan Yunis,” menurut Sky News Arabia.
Sumber tersebut mengatakan, orang-orang di sekitar Yahya Sinwar hanya sedikit, sebanyak dua atau tiga orang.
“Lingkaran yang sangat kecil yang terdiri dari paling banyak dua atau tiga orang adalah orang yang mengetahui keberadaannya dan menyediakan berbagai kebutuhannya, serta memastikan komunikasinya dengan para pemimpin gerakan di dalam dan luar negeri,” kata sumber tersebut.
Dia menambahkan, “Israel gagal menjangkau banyak pemimpin tingkat pertama dan kedua di tingkat politik dan militer Hamas, namun Israel mencoba membunuh beberapa dari mereka, beberapa di antaranya terluka, dan beberapa dari mereka selamat dan muncul tanpa cedera dari operasi pengeboman di berbagai wilayah dan sasaran, namun Sinwar tidak termasuk di antara mereka.”
Sumber tersebut tidak merinci apakah Sinwar bersembunyi di atas atau di bawah tanah.