STRATEGIC ASSESSMENT. KPK resmi menetapkan Bupati Labuhanbatu, Erik Adtrada Ritonga, sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan barang dan jasa. Erik diduga menerima uang suap mencapai Rp 1,7 miliar.
Empat orang ditetapkan sebagai tersangka dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang salah satunya menyeret Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga (EAR). Salah satu tersangka rupanya telah dua kali terjerat OTT saat menyuap Bupati Labuhanbatu.
Sosok tersangka itu ialah pengusaha bernama Effendy Syahputra (ES). ES dua kali ditangkap KPK dalam OTT yang melibatkan Bupati Labuhanbatu. Penangkapan pertama Effendy terjadi pada 2018.
Saat itu ia ditangkap terkait OTT Bupati Labuhanbatu yang masih dijabat oleh Pangonal Harahap. KPK menangkap Pangonal pada 18 Juli 2018 terkait transaksi dugaan suap dari Effendy Syahputra melalui sejumlah perantara.
Bupati Pangonal kemudian ditetapkan tersangka penerima suap. Sementara Effendy ditetapkan sebagai tersangka pemberi.
Pengadilan Negeri Tipikor Medan lalu menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada Effendy Syahputra. Dia terbukti bersalah menyuap Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap dengan total Rp 42,28 miliar untuk mendapatkan proyek selama 2016-2018.
Seakan-akan tidak kapok, Effendy Syahputra kembali terjaring OTT KPK tahun ini. Dia lagi-lagi ditangkap setelah terlibat dugaan pemberian suap kepada Bupati Labuhanbatu yang kini dijabat Erik Adtrada Ritonga.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan keterlibatan berulang dari Effendy Syahputra menjadi perhatian KPK. Sesuai dengan aturan, pihaknya bisa melakukan pemberatan dalam ancaman pidana kepada residivis.
Dalam OTT Bupati Erik Adtrada, KPK menetapkan empat orang tersangka. Keempat tersangka itu terdiri dari Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga (EAR) dan anggota DPRD Rudi Syahputra Ritonga (RSR) selaku penerima suap. KPK juga menetapkan dua pihak swasta bernama Effendy Saputra (ES) dan Fazar Syahputra (FS) tersangka pemberi suap. Seluruh tersangka tersangka masing-masing untuk 20 hari pertama mulai tanggal 12 Januari sampai 31 Januari 2024 di Rutan KPK.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Dollar Hafriyanto Siregar (DHS) menjadi tersangka kasus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dollar pun telah ditahan atas kasus itu.
“Mulai hari ini DHS ditahan,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi saat dikonfirmasi detikSumut.
Hadi belum memerinci sejak kapan Dollar ditetapkan menjadi tersangka. Namun, dia mengatakan penetapan itu dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara.
Hadi juga menjelaskan Dollar ditangkap dan jadi tersangka karena meminta uang kepada sejumlah peserta seleksi PPPK.
Hadi belum memerinci jumlah yang diminta Dollar kepada peserta. Termasuk tujuan Dollar meminta uang itu. Dia mengatakan penyidik masih mendalaminya.
Mantan Wadirlantas Polda Kalimantan Tengah menyebut pengungkapan kasus itu berawal dari pengaduan masyarakat. Setelah itu, pihak kepolisian menyelidiki aduan itu hingga akhirnya mengamankan Dollar.
Atas perbuatannya, kata Hadi, Dollar dijerat Pasal 12 Huruf E Jo Pasal 11 UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mantan Kapolres Biak Papua itu, mengatakan selain Dollar, sejumlah orang lainnya juga diperiksa soal kasus itu.
Hadi membenarkan penangkapan Dollar itu terkait dengan seleksi penerimaan PPPK. Dia juga tidak memerinci lebih jauh soal itu. Hadi menyebut pihaknya masih mendalaminya.
Sementara, seorang pejabat Pemprov Jabar booking kafe untuk suyukuran di saat jam kerja menimbulkan keresahan di Kota Bandung. Peristiwa ini dituturkan oleh Wati (bukan nama sebenarnya), warga yang kesal lantaran kafe yang dia datangi telah di-booking oleh pejabat eselon II di Pemprov Jabar.
Wati mengeluh. Ketika itu dia datang bersama teman ke sebuah Kafe di Jalan Bungur, Sukajadi, Kota Bandung. Dia bersama temannya berencana nongkrong sambil makan siang dan ngopi. Tapi, Wati terkejut, ketika tiba di kafe Pawon Pitoe, dia dilarang masuk karena kafe sudah di-booking.
Disebutkan oleh petugas kafe bahwa tempatnya sudah di-booking oleh seorang pejabat dari Gedung Sate.
“Pas mau ngopi dan makan siang nggak boleh karena dibilangnya semua ruangan sudah dibooking sama pejabat Gedung Sate, ada acara syukuran khitanan,” demikian dikatakan Wati dilansir dari JPNN.com, Jumat (12/1/2024).
Menurut Wati, seorang pejabat menggelar pesta syukuran di kafe tentu tidak ada salahnya. Hanya saja, dia mempertanyakan mengapa digelar pada saat jam kerja.
Menurutnya, tidak elok pejabat menggelar pesta di kafe pada saat jam kerja. Apalagi mengundang pejabat dan ASN lainnya. Sementara itu, JPNN Jabar melaporkan, bahwa pejabat eselon II tersebut menyewa tiga gedung di Pawon Pitoe.
Sang pejabat berniat menggelar syukuran anaknya yang sudah dikhitan. “Maaf Pak ruangan ini sudah disewa untuk acara,” demikian dikatakan salah satu petugas kafe.
Sementara itu, hanya satu areal Pawon Pitoe Cafe yang tidak disewa oleh pejabat tersebut. Yaitu, area berupa kedai kopi. Bagian dari dari Pawon Pitoe Cafe.
Namun demikian, meski tidak disewa, kedai kopi tersebut sudah dipenuhi pegawai Pemprov Jabar. Diketahui dari pakaian yang dikenakan pengunjung kafe, ada logo Pemprov Jabar di dada sebelah kanan.