STRATEGIC ASSESSMENT. Penurunan batas usia presiden dari 35 tahun menjadi 30 tahun memang menimbulkan kecurigaan bahwa itu adalah orkestrasi dari MK, DPR, dan pemerintah. Kecurigaan ini muncul karena beberapa alasan, antara lain, keputusan MK yang mengabulkan permohonan uji materi UU Pemilu yang diajukan oleh 14 orang warga negara. Keputusan MK ini dinilai sebagai langkah yang tidak biasa, karena MK sebelumnya telah menyatakan bahwa mereka tidak akan mengutak-atik UU Pemilu. Proses pembahasan revisi UU Pemilu di DPR yang berlangsung sangat cepat.
Revisi UU Pemilu ini disahkan dalam waktu kurang dari dua bulan, padahal pembahasannya biasanya berlangsung selama beberapa bulan. Pemerintah memberikan dukungan penuh terhadap revisi UU Pemilu ini, bahkan Presiden Joko Widodo sendiri ikut memberikan pernyataan dukungan. Kecurigaan ini semakin diperkuat oleh pernyataan dari beberapa pihak, termasuk politisi dan pengamat politik.
Beberapa pihak menilai bahwa penurunan batas usia presiden ini merupakan upaya untuk memuluskan jalan bagi putra bungsu Presiden Joko Widodo, yaitu Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon presiden pada tahun 2024. Aturan usia capres cawapres tidak bisa dikecualikan dari Open legal policy.
Jika aturan ini dikecualikan, maka akan bertentangan dengan konstitusi. Penurunan usia capres cawapres hanya bisa dilakukan melalui perubahan konstitusi. Jika konstitusi diubah, maka ketentuan yang mengatur syarat-syarat menjadi presiden dan wakil presiden juga akan ikut berubah.
Bivitri Susanti adalah Pakar Hukum Tata Negara Jentera. Tulisan diatas adalah pendapat Ybs dalam webinar bertema “MK: Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Keluarga?”(Jelang Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres)”