STRATEGIC ASSESSMENT. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan masyarakat melaporkan dugaan rasuah terkait pengamanan atau meredam penanganan perkara proyek BTS 4G di Kejagung RI. KPK janji akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat yang masuk terkait skandal korupsi bernilai triliunan rupiah tersebut. “Jika ada laporan masyarakat memenuhi syarat laporan (dan) dipenuhi peristiwa pidana itu pada korupsi itu menjadi kewenangan KPK. Itu dulu,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri.
“Prinsipnya setiap laporan yang masuk dilakukan (akan) verifikasi telaah, apakah memenuhi syarat, kemudian koordinasi dengan pelapor, apakah laporannya memenuhi syarat dengan fakta-fakta. Kalau enggak, ya dilengkapi dulu syaratnya,” tambahnya. Hal itu disampaikan Ali sekaligus menanggapi adanya desakkan masyarakat mengusut kasus dugaan suap untuk mengamankan perkara itu.
Khususnya ihwal dugaan keterlibatan Menpora Dito Aritedjo. Salah satu desakkan datang dari Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) yang melakukan praperadilan terhadap Kejagung dan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan ini dilayangkan LP3HI, sebab Kejagung diduga telah menghentikan penyidikan empat pihak yang diduga kuat terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek tersebut.
Tiga gugatan dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penghentian penyidikan ini didaftarkan LP3HI ke Pengadilan pada 21 Juli 2023 dengan Nomor 79/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL, 80/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL dan 81/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. Dalam gugatan no perkara 79/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL, LP3HI curiga Kejagung menghentikan penyidikan terhadap Menpora Dito Ariotedjo. Padahal Dito pernah dimintai keterangan oleh penyidik Kejagung karena terindikasi skandal suap pengamanan proyek BTS 4G Kominfo itu.
Sementara gugatan nomor 80/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL, Kejagung diduga tidak mengusut keterlibatan Direktur PT Sansaine Exindo, Jemy Sutjiawan. Jemmy yang sudah diperiksa empat kali oleh Kejagung itu diduga menerima Rp 100 miliar dan telah dicegah ke luar negeri.
Adapun terkait Gugatan dengan nomor 81/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL diajukan LP3HI sebab Kejagung dianggap menghentikan penyidikan terhadap Nistra Yohan dan Sadikin. Sadikin disebut-sebut merupakan perantara pemberian uang yang diperuntukkan bagi oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Nistra merupakan staf ahli anggota Komisi I DPR. Di sisi lain, KPK turut tergugat, karena lembaga antirasuah itu dianggap pasif melihat dugaan penghentian kasus tersebut. Seharusnya, KPK bisa berperan aktif dengan wewenang supervisi, ikut menangani kasus BTS 4G serta mengusut kasus dugaan suap pengamanan perkara ini.
Ali Fikri memastikan pihaknya bakal kooperatif dengan panggilan Pengadilan. Terbukti dengan dua kali sidang praperadilan, pihak KPK hadir, meski pihak Kejagung yang justru mangkir.
Terlepas dari gugatan praperadilan, ditekankan Ali, pihaknya juga akan menindaklanjuti jika ada laporan kasus ini yang diadukan langsung ke KPK.
Sidang kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G di Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi [BAKTI] Kementerian Komunikasi dan Informatika terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sidang pada Selasa, 15 Agustus menghadirkan dua saksi kunci, yaitu Pejabat Pembuat Komitmen BAKTI, Elvano Hatorangan dan Direktur Infrastruktur BAKTI, Bambang Nugroho.
Kesaksian keduanya melanjutkan kesaksian yang disampaikan dalam persidangan Kamis 10 Agustus lalu.
Dalam dua persidangan ini, Bambang antara lain mengungkapkan adanya aliran dana dari Huawei ke Panitia Natal Nasional tahun 2020. Huawei merupakan salah satu anggota konsorsium pemenang tender untuk proyek BTS paket III. Bersama dengan PT Aplikanusa Lintasarta dan PT SEI, perusahaan asal China ini memenangkan tender senilai Rp1,5 triliun.
Aliran dana ke panitia natal nasional ini diungkapkan langsung oleh Hakim Ketua Fahzal Hendri yang menanyakan ke Bambang. Atas pertanyaan Fahzal, Bambang mengatakan, dirinya mendapatkan sebuah proposal untuk acara natal melalui grup WhastApp anggota direksi [BOD] BAKTI.
Bambang mengaku dirinya diminta oleh Direktur Utama BAKTI, Anang Achmad Latif untuk menyampaikan proposal tersebut ke dua perusahaan, salah satunya Huawei.
Bambang lantas menyampaikan proposal itu ke Mukti Ali selaku Account Director Huawei.
“Waktu itu kebetulan ada proposal buat ‘acara natal Pak Menteri’. Lalu, Pak Anang mengirimkan di WhatsApp group BOD untuk meminta permohonan untuk donasi. Donasi sponsor,” ujar Bambang dalam kesaksian Kamis 10 Agustus lalu.
Bambang mengungkapkan permohonan dana itu dipenuhi oleh pihak Huawei senilai Rp250 juta, yang ditransfer melaui rekening yang ada di dalam proposal itu.
Fahzal kemudian mencecar Bambang dengan pertanyaan hubungan donasi tersebut dengan proyek BTS. Namun, Bambang mengatakan, saat menyampaikan proposal itu, ia belum mengetahui Huawei salah satu anggota konsorsium pemenang tender.
“Saya tidak tahu siapa yang ikut lelang pada saat itu,” katanya.
Namun, Fahzal meragukan jawaban Bambang karena lelang proyek BTS sudah dilakukan pada November 2020, sementara proposal natal nasional itu diajukan pada Desember 2020.
“Berarti ada kaitan. Orang ngasih sesuatu itu kan ada kepentingannya. Enggak ada yang free. Pasti ada kepentingannya,” ujar Fahzal. Dalam sidang lanjutan Selasa, 15 Agustus, yang juga menghadirkan dua saksi yang sama, Fahzal juga menyinggung soal dana dari Huawei itu.
Dion Pongkor, pengacara Johnny Gerard Plate pun mengkonfrontasi keterangan Bambang, terutam perihal klaim bahwa proposal yang dia terima adalah untuk acara ‘Natal Pak Menteri’.
“Di proposal itu, natal pribadi Pak Menteri atau acara Natal Nasional yang diketui oleh Menteri Kominfo?” tanya Dion.
“Ya, betul seperti itu,” jawab Bambang, membenarkan bahwa itu adalah acara Natal Nasional yang panitianya diketuai oleh Menteri Kominfo, Johnny Gerard Plate.
“Biar jangan salah tafisir. Nanti [dikira] natal pribadi, Pak Menteri ngadain natal buat kepentingan pribadi, minta-minta donasi,” ujar Dion menegaskan.
Dion juga mengajukan pertanyaan penegasan soal bagaimana sumbangan natal Huawei itu diterima oleh panitia natal, terutama soal rekening yang menerimanya.
“Seingat saudara, rekening itu, yang ditransfer oleh donasi yang saudara dapat atau ke rekening orangnya Pak Menteri?” tanya Dion. “Rekening donasi yang ada di propoasl,” jawab Bambang.
“Biar jelas. Karena bahasa Bapa di BAP juga ‘Natal Pak Menteri’. Apakah saudara tahu bahwa yang meminta dana adalah panitia pengadaan [dana] Natal Nasional atau dari Pak Menteri langsung?” tanya Dion lagi.
Bambang kemudian menjawab bahwa yang meminta dana itu adalah dari panitia untuk kegiatan natal.
Namun, Fahzal langsung menyela. “Hati-hati saudara [Dion Pongkor] memberikan pertanyaan. Ini menyangkut kalau Natal Nasional itu negara loh, Pak. Jangan saudara mengkait-kaitkan dengan donasi yang dijalankan oleh Pak Bambang Nugroho. Hati-hati saudara.”
“Ada hubungannya, Yang Mulia,” jawab Dion.
“Ya, ada hubungannya menurut saudara,” jawab Hakim.
“Di BAP yang Mulia. Nanti saya akan mengarah ke sana. Ke BAP. Karena jawaban beliau.” jawab Dion yang kemudian langsung disambar lagi oleh Fahzal.
“Itu acara negara. Dananya adanya dari negara, enggak perlu jalan-jalan [cari dana] seperti ini,” ujar Fahzal. “Sepengetahun kami Yang Mulia, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 740 tahun 2020, kepanitian natal yang bertanggung jawab untuk menyediakan dana Yang Mulia, bukan dari negara,” ujar Dion menjawab Hakim.
“Okelah kalau itu, saya ikuti keterangan saudara seperti itu. Sekarang ini, yang si Bambang Nugroho ini kan dia diminta tolong sama Pak Anang Achmad Latif untuk memintakan kepada calon penyedia itu tadi. Itu kaitannya. Dananya untuk apa. Kalau acara Natal Nasional dikait-kaitkan dengan panitia itu…,” sambung hakim lagi.
Namun, Dion langsung menyela Hakim. “Loh, yang Mulia, coba saya tanya saja yang mulia biar jelas. Saudara saksi, saudara dapat proposal dari WA? Tadi saya tanya saudara baca proposal atau tidak? Saudara bilang di WA. Di WA dapat dari siapa?” ujar Dion melanjutkan pertanyaannya ke saksi Bambang.
“Dari Pak Anang,” jawab saksi Bambang.
“Isi proposalnya yang saudara baca apa, acara apa?” tanya Dion.
“Saya tidak sampai detil, tetapi setahu saya itu acara natal,” jawab Bambang.
Fahzal kemudian menyela lagi. “Natal Nasional?” tanyanya.
“Natal Nasional, ya,” jawab Bambang.
“Panitianya siapa?” tanya Fahzal lagi.
“Saya enggak ingat panitianya,” jawab Bambang.
“Yang dalam proposal, yang minta dana itu, Pak Menteri ketuanya? Ada panitia pelaksana, siapa? Tahu?” tanya Fahzal.
“Saya tidak ingat di dokumen proposalnya,” jawab Bambang.
Dion kemudian melanjutkan dengan menyampaikan bahwa pihaknya akan menyampaikan di pledoi nanti keputusan Menteri Agama RI yang menunjuk Menteri Kominfo Johnny Gerard Plate sebagai ketua panitia Natal Nasional tahun 2020.
Dion juga melanjutkan pertanyaan terkait rekening di dalam proposal itu. Bambang kembali menjawab memang tercantum rekening panitia di dalam proposal itu.
Dion pun menghubungkan jawaban saksi Bambang terkait dana untuk donasi natal nasional ini dengan keterangannya dalam persidangan sebelumnya bahwa Anang Achmad Latif memintanya untuk tidak terlibat dalam proses tender.
“Saya tegaskan kepada saudara, saudara menyatakan ‘Saya disuruh tidak usah ikut-ikut tender’. Tetapi sekarang [donasi natal] dihubung-hubungkan dengan tender. Saya cuma minta penegasan saja, berhubungan tidak dengan tender BTS donasi saudara itu?” tanya Dion.
“Setahu saya pada saat itu, karena Pak Anang meminta kebutuhan donasi, ya saya tidak menghubungkan ini dengan tender pada saat itu,” jawab Bambang.
“Ya, karena kan saudara dari awal menegaskan di sini ‘Saya diminta Pak Anang tidak usah ikut-ikut tender’. Kan begitu keterangan saudara. Jangan ikut-ikut lelang. Awasi pelaksanaannya saja. Apakah seperti itu keterangan saudara?” tanya Dion.
“Betul,” jawab Bambang.
“Jadi, tidak ada hubungannya [donasi natal dan proyek BTS], ya? Saya tegaskan di sini,” tanya Dion.
“Iya,” jawab Bambang singkat.
Proyek BTS 4G sebetulnya menargetkan 7.904 titik blank atau yang dianggap belum memiliki jaringan internet demi mewujudkan pemerataan akses internet untuk seluruh masyarakat Indonesia, terutama di wilayah tertinggal, seperti NTT.
Namun, banyak infrastruktur proyek tersebut yang kemudian mubazir.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan mantan Direktur Utama Bhanda Ghara Reksa (BGR) Logistic Kuncoro Wibowo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran Bansos beras untuk keluarga penerima manfaat program keluarga harapan (KPM PKH) tahun 2020-2021 di Kementerian Sosial (Kemensos).
Selain Kuncoro, KPK turut menjerat lima orang lainnya sebagai tersangka. Mereka ialah Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren dan Direktur Komersial PT BGR Budi Susanto.
Kemudian mantan VP Operational PT BGR April Churniawan, Ketua Tim Penasihat PT PTP Roni Ramdani dan General Manajer PT PTP Richard Cahyanto.
“Sesuai dengan kebutuhan penyidikan, tim penyidik menahan tersangka IW [Ivo Wongkaren], RR [Roni Ramdani] dan RC [Richard Cahyanto] selama 20 hari terhitung mulai hari ini 23 Agustus sampai dengan 11 September 2023 di Rutan KPK,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Penahanan tersebut dilakukan setelah tim penyidik KPK rampung memeriksa Ivo dkk sebagai tersangka. Sementara itu, Kuncoro dan dua tersangka lainnya tidak menghadiri panggilan pemeriksaan pada hari ini. KPK akan mengatur jadwal ulang panggilan pemeriksaan.
“Akibat dari perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp127,5 miliar,” ucap Alex.
Kuncoro dkk disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Dalam proses penyidikan berjalan, KPK sudah memeriksa puluhan saksi.
Di antaranya Supervisor Distribusi PT BGR Divre Kupang Muchtar Djamaluddin; Koordinator Wilayah 1 PKH Provinsi NTT Polikarpus Meo Teku; Koordinator Pendamping KPM PKH Kabupaten Serang 2020-Maret 2021 Hikmatussobri; Koordinator Kabupaten Tangerang tahun 2020 Muhidin. Serta empat saksi lainnya yang merupakan pendamping PKH yaitu Kristianus Karo, Erti Vertiana Selan, Nurul Falah Citra dan Ida Roswita Hasan.
Kasus dugaan korupsi beras Bansos ini diusut oleh KPK sejak bulan Februari lalu dan baru diumumkan ke publik pada bulan Maret.
Kasus ini berbeda dengan kasus korupsi yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dkk.
Desak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus dugaan KKN hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU) anak Presiden Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, Pendiri Partai Ummat Amien Rais dan mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Rizal Ramli beserta rombongan mendatangi gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Kedatangan Amien Rais dan Rizal Ramli diiringi rombongan mahasiswa, kelompok masyarakat, hingga emak-emak.
Selain itu, tampak pula Pengamat politik/dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun dalam rombongan tersebut. Pada pokoknya, Amien dan Rizal mengingatkan agar KPK betul-betul memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Rizal Ramli juga mengkritisi gaya Pakaian Presiden Jokowi yang menunjukkan ia ingin menjadi raja pada peringatan 17 Agustus 2023 di Istana Merdeka. Pada peringatan HUT Ke-78 RI tersebut juga diundang Putri Ariani yang menyanyikan 2 lagu, di antaranya lagu Rungkad.
Di tempat terpisah, silakan baca Amien Rais dan Rizal Ramli sendiri, kata Ruhut Sitompul, bisa dihukum tujuh tahun penjara.
Sementara itu, Ubedillah Badrun mengatakan, kedatangannya juga bermaksud untuk menagih laporan dugaan KKN hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dua anak Presiden Joko Widodo yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep. “Hari ini kita menagih janji dan menambah beberapa informasi yang harus ketemu langsung dengan pimpinan KPK, tdak bisa diwakilkan yang lain,” kata Ubedillah.
Ubedillah mengatakan, KPK semestinya bisa menindaklanjuti laporannya karena kasus itu melibatkan pejabat.
Selain itu, ia juga mengaku telah memberikan barang bukti yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Seharusnya sudah bisa melanjutkan laporan itu,” tutur Ubedillah.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menyatakan, indikasi dugaan tindak pidana korupsi dua putra Presiden Joko Widodo yang dilaporkan Ubedillah pada 10 Januari 2022, masih sumir.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, hingga saat ini Ubed belum memiliki informasi uraian fakta dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
ICW mengkritik kebijakan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang meminta jajarannya menunda pengusutan laporan kasus korupsi yang melibatkan capres, cawapres, caleg, hingga calon kepala daerah sampai tahapan Pemilu 2024 selesai. ICW juga mengkritik Menko Polhukam Mahfud Md yang mendukung pernyataan Jaksa Agung.
“Pernyataan Jaksa Agung mengenai penundaan pemeriksaan indikasi tindak pidana korupsi calon presiden, wakil presiden, anggota legislatif, maupun kepala daerah jelang Pemilu 2024 jelas tidak berdasar hukum dan sangat menyesatkan,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
ICW menyebut, di dalam peraturan perundang-undangan, di Indonesia tidak mengenal adanya penundaan karena alasan apa pun, terlebih pemilu. Selain itu, ICW menilai kebijakan Jaksa Agung tersebut melanggar hak masyarakat yang menginginkan calon pemimpin yang bersih.
“Mestinya sebagai seorang Jaksa Agung, pimpinan tertinggi lembaga penegak hukum, ia memahami bahwa setiap tingkatan proses hukum memiliki tolak ukur yang jelas. Misalnya, jika naik ke tingkat penyidikan, maka penyidik harus memiliki bukti permulaan yang cukup atau minimal dua alat bukti,” kata Kurnia.
“Selain itu, instruksi Jaksa Agung tersebut melanggar hak asasi masyarakat yang menginginkan wakil rakyat atau kepala daerah terpilih bersih dari praktik korupsi,” katanya.
Tak hanya itu, ICW juga menyesalkan pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md. ICW menilai mestinya Mahfud meluruskan, tetapi justru Mahfud mendukung Jaksa Agung.
“Bukannya meluruskan, Mahfud malah ikut-ikutan sesat pikir mengenai hal tersebut. Ia menyampaikan tentang potensi kriminalisasi para kandidat dalam pemilu,” kata Kurnia.
“Bagi ICW, argumentasi itu kering dan melompat dari permasalahan utama. Sebab, jika masalahnya kriminalisasi, solusinya adalah meningkatkan profesionalisme penegak hukum, bukan malah menunda prosesnya,” ujarnya.
Karena itu, ICW menyarankan Jaksa Agung Burhanuddin maupun Menko Polhukam Mahfud Md untuk membaca mengenai data korupsi politik yang ada di KPK. ICW menyebut, sepanjang 2004-2022, dari total 1.519 tersangka, sepertiga di antaranya atau sekitar 521 orang berasal dari klaster politik, baik anggota legislatif maupun kepala daerah.
“Mestinya itu dijadikan pemantik oleh aparat penegak hukum untuk semakin giat dan gencar memburu koruptor. Namun yang terjadi malah sebaliknya,” katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan jajaran untuk hati-hati dan cermat saat menangani laporan dugaan korupsi yang melibatkan calon presiden, calon wakil presiden, hingga calon kepala daerah. Burhanuddin bahkan meminta jajarannya menunda pemeriksaan sampai seluruh tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 selesai.
Hal itu disampaikan Burhanuddin dalam memorandum menyambut pelaksanaan Pemilu 2024, Minggu (20/8/2023). Burhanuddin menyampaikan memorandum kepada jajaran Jaksa Agung Muda bidang Intelijen agar ditindaklanjuti.
“Penanganan laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan calon presiden dan wakil presiden, calon anggota legislatif, serta calon kepala daerah perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati. Selain itu, perlunya mengantisipasi adanya indikasi terselubung yang bersifat ‘black campaign’, yang dapat menjadi hambatan terciptanya pemilu yang sesuai dengan prinsip serta ketentuan perundang-undangan,” kata Burhanuddin dalam keterangan yang disampaikan Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
Burhanuddin bahkan memerintahkan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus untuk menunda proses pemeriksaan baik di penyelidikan maupun penyidikan sampai seluruh tahapan pencalonan selesai. Hal itu, kata Burhanuddin, untuk mengantisipasi penegakan hukum dijadikan alat politik praktis oleh pihak tertentu.
“Guna menindaklanjuti di atas, agar bidang Tindak Pidana Khusus dan bidang Intelijen menunda proses pemeriksaan terhadap pihak sebagaimana dimaksud, baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan sejak ditetapkan dalam pencalonan sampai selesainya seluruh rangkaian proses dan tahapan pemilihan. Hal itu dilakukan guna mengantisipasi dipergunakannya proses penegakan hukum sebagai alat politik praktis oleh pihak-pihak tertentu,” kata Burhanuddin.
Menko Polhukam Mahfud Md berbicara memorandum yang dikeluarkan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait laporan dugaan korupsi yang melibatkan calon presiden, calon wakil presiden, hingga calon kepala daerah agar ditunda hingga Pemilu 2024 selesai. Mahfud menilai hal sebagai sesuatu yang biasa.
“Ya memang sejak dulu gitu karena sering kali kalau ada pemilu itu para calon sering dikriminalisasi dengan laporan-laporan yang kemudian sering tidak terbukti sehingga, dia sudah telanjur jatuh namanya tidak terpilih bahkan tidak berani mendaftar juga,” kata Mahfud di Hotel Sultan, Jakarta.
Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons kritik ICW terkait kebijakan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang meminta jajarannya menunda pengusutan laporan kasus korupsi yang melibatkan capres, cawapres, caleg, hingga calon kepala daerah sampai tahapan Pemilu 2024 selesai. Kejagung menilai pihaknya menunda pengusutan kasus, bukan berarti menghentikan kasus.
“Ini hanya menunda proses, bukan menghentikan, sehingga pelaksanaan pemilu tidak terganggu karena proses hukum dan terjaga pemilu yang jurdil dan tepercaya oleh masyarakat. Jika penetapan pemenang sudah selesai, proses pemeriksaan akan dilanjutkan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.
Kejagung menyebut penundaan pemanggilan calon peserta pemilu dilakukan agar tidak dianggap mengkriminalisasi. Sebab, dalam setiap perhelatan pemilu, sering kali ada serangan black campaign. “Karena setiap ada perhelatan pemilu, sering sekali dijadikan bahan untuk black campaign. Kita tidak mau itu terjadi, harus cermat dan teliti dalam hal ini,” kata Ketut.
“Pemanggilan-pemanggilan yang kita lakukan terhadap para calon peserta dijadikan ajang untuk memberikan stigma negatif. Kita tidak mau memberikan opini negatif, sementara laporan dimaksud belum tentu mengandung kebenaran,” ujarnya.
Ketut mengatakan kebijakan menunda pemeriksaan atau pengusutan kasus korupsi terhadap calon kepala daerah peserta pemilu bukan baru-baru ini dilakukan. Sebelumnya juga pernah diterapkan pada penyelenggaraan Pilkada 2019. Hal itu dilakukan dengan tujuan jangan sampai dijadikan sebagai alat kepentingan bagi kelompok mana pun yang dapat mempengaruhi dan mencederai proses pemilihan kepala daerah.
Kemudian menjelang Pemilu 2024, Kejaksaan kembali mengeluarkan kebijakan yang sama. Kejagung menyebut hal itu dilakukan agar penegakan hukum yang profesional, objektif, dan dipercaya publik. “Semata-mata menjaga independensi atau netralitas aparatur kejaksaan sampai di tingkat bawah yang ditujukan kepada calon peserta pemilu baik legislatif maupun eksekutif,” ujarnya.
Selain itu, tujuan kebijakan penundaan pemanggilan calon peserta pemilu itu untuk menjaga marwah kejaksaan. Serta agar penegakan hukum tidak digunakan kepentingan politik tertentu, seperti black campaign.
“Di tengah pesta demokratisasi, kita tidak ingin membuat kegaduhan proses pemilu atau mengganggu proses pemilu yang sedang berjalan, semata-mata turut serta menyukseskan Pemilu 2024,” katanya.
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mengusulkan KPK dibubarkan. Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman menilai membubarkan KPK sama saja memberi kabar gembira bagi para koruptor.
Mulanya Zaenur mengatakan posisi KPK harus diperjelas. Dia mengatakan perlu ada revisi Undang-Undang KPK agar independensi nya jelas.
“KPK itu harus diperjelas. Pilihan yang paling tepat adalah mengembalikan independensi KPK dengan melakukan revisi lagi UU KPK agar KPK dapat menjadi lembaga negara yang independen diberikan kewenangan yang cukup sehingga dapat melakukan pemberantasan korupsi secara efektif,” kata Zaenur. Zaenur kemudian menyampaikan membubarkan KPK sama saja memberi angin segar bagi para koruptor. Apabila KPK dibubarkan, Zaenur mengatakan tidak ada lembaga yang menjadi pengimbang yang efektif.
“Kalau negara sudah tidak mau lagi memberikan independensi kepada KPK ya silakan kalau KPK nya mau dibubarkan. Tapi kalau sekadar mau membubarkan KPK, tentu itu sama saja memberi kabar gembira kepada para koruptor karena tidak ada lagi yang ditakuti.
“Tentu ini menjadi hari raya buat para koruptor. Tidak ada lagi yang melakukan pengimbangan yang cukup efektif. Tanpa mengecilkan Kepolisian dan kejaksaan, memang para elit baik politik ekonomi paling takut kepada KPK, karena kepolisian dan kejaksaan berada di bawah pemerintah,” lanjutnya.
Lebih lanjut Zaenur menuturkan Indonesia akan semakin terperosok jika KPK benar dibubarkan. Kecuali, kata Zaenur ada peta baru pemberantasan korupsi.
“Sehingga ya kalau KPK dibubarkan, sekadar dibubarkan, Indonesia akan semakin terperosok bahkan akan terulang seperti orde baru. Kecuali pemerintah membubarkan KPK dengan membubarkan KPK tetapi menawarkan jalan baru peta pemberantasan korupsi tanpa KPK,” imbuhnya.
Tentang ucapan Megawati sebelumnya disampaikan saat menjadi pembicara di acara Sosialisasi Buku Teks Utama Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah pada Satuan Pendidikan Pelaksana Implementasi Kurikulum Merdeka. Megawati awalnya berbicara tentang rakyat yang masih miskin dan korupsi masih saja terjadi.
“Ayo, kalian pergilah ke bawah, lihatlah rakyat yang masih miskin. Ngapain kamu korupsi, akhirnya masuk penjara juga. Bohong kalau nggak kelihatan. Persoalannya, penegak hukumnya mau tidak menjalankan hukum Indonesia ini yang sudah susah-susah saya buat KPK itu. Itu persoalannya, itu persoalannya,” kata Megawati di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan.
Megawati kemudian menyinggung saat dia masih menjabat Presiden RI. Kala itu dia menghadapi 300 ribuan kredit macet.
“Waktu saya, apa itu, krisis. Kredit macet itu 300 ribuan, saya disuruh nangani. Setelah itu, KPK udah ada yang saya bikin sendiri. Oh, waktu itu yang KPK ini, nggak percaya katanya mana mungkin 300 kredit macet itu, digugat, malak pengusaha-pengusaha ini. Saya bilang sama KPK-nya, sini dong buktinya kalau saya malak. Ini dunia modern, saya mau narok uangnya di mana, emangnya di karung? Itulah kebenaran,” jelas Megawati.
“Supaya insaf, supaya insaf loh, bahwa kalian itu akan selalu ketahuan. Persoalannya, persoalannya itu nggak des, des, des gitu loh,” imbuhnya.
Barulah kemudian Megawati mengungkap obrolannya dengan Jokowi. Megawati mengatakan pernah mengatakan kepada Jokowi agar KPK dibubarkan karena tidak efektif.
“Saya sampai kadang-kadang bilang sama Pak Jokowi, ‘Udah deh, bubarin aja KPK itu, Pak, menurut saya nggak efektif’. ‘Ibu, nek kalau ngomong ces pleng’,” katanya menirukan percakapan dengan Jokowi.
Usulan Megawati Soekarnoputri terkait pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai beragam respons dari sejumlah pihak.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meluruskan maksud ketua umum partainya yang kadung diberitakan sempat meminta kepada Presiden Jokowi membubarkan KPK tersebut.
“Itu diplintir. Maksud Bu Mega, beliau yang mendirikan KPK, (tapi korupsi) masih jadi persoalan pokok,” kata Hasto menjawab pertanyaan wartawan di Yogyakarta.
Bahkan, menurut Hasto, Megawati justru menegaskan bahwa ketika KPK didirikan, bentuknya hanya komisi yang berarti sifatnya ad hoc atau dapat dibubarkan kapan saja. Bukan lembaga permanen. “Bu Mega menegaskan jangan hanya komisi karena komisi sifatnya bukan permanen,” imbuhnya.
Yang jelas, terkait KPK, Megawati hanya ingin agar gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia benar-benar bisa menurunkan angka serta perilaku korupsi anggaran negara. Sehingga harus bersungguh-sungguh. “Harus ada upaya sungguh-sungguh, komitmen pemimpin nasional dan anak bangsa untuk mencegah korupsi,” tegas Hasto.
“Baru saja saya melakukan konfirmasi juga kepada ibu Megawati Soekarnoputri, (bahwa Bu Mega ingin KPK bubar) sama sekali tidak benar, karena beliau mendirikan KPK itu dalam spirit untuk memenuhi amanat dari reformasi,” pungkas Hasto.
Terlepas dari klarifikasi tersebut, pernyataan Megawati soal KPK telah mengundang beragam respons dari berbagai kalangan.
Mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan meminta agar Presiden Jokowi benar-benar serius mengambil langkah perbaikan untuk Lembaga Antirasuah.
“Menurut saya Presiden mestinya melakukan langkah untuk memperbaiki KPK atau bila tidak mau lebih baik KPK dibubarkan saja,” ujarnya kepada wartawan di Bareskrim Polri.
“Bagi saya pilihannya tinggal dua, KPK mau diperbaiki atau kalau memang negara atau pemerintah tidak ingin memperbaiki ya sudah dibubarkan terus bikin yang baru,” imbuhnya.
Novel menilai sejatinya pernyataan Megawati yang ingin agar KPK dibubarkan hanyalah bentuk sindiran semata terhadap pemerintah. Saat ini KPK justru lebih banyak disibukkan dengan masalah yang ada di internalnya ketimbang aksi-aksi pemberantasan korupsi.
“Saya kira Bu Mega menyindir Presiden, apalagi Bu Mega sempat membenarkan dasi Ketua KPK. Artinya menggambarkan bahwa Ketua KPK sedang bermasalah dan akan dibenarkan oleh Bu Mega,” jelasnya.
Terlepas dari itu, Novel tetap menegaskan bahwa kegiatan pemberantasan korupsi merupakan hal penting dan tetap harus dilakukan oleh negara.
Hanya saja, ia menilai persoalannya saat ini KPK telah ‘dihancurkan’ oleh pemerintah dan DPR lewat pengesahan UU dan pemilihan pimpinan yang bermasalah. Kondisi tersebut menurutnya juga diperparah dengan praktik-praktik korupsi yang terus berjalan secara masif.
“Hingga berdampak pada kepercayaan publik terhadap pemberantasan korupsi yang rendah dan kepercayaan dunia usaha Internasional terhadap pemberantasan korupsi yang makin turun,” tuturnya.
Oleh karenanya, ia menilai yang jauh lebih penting saat ini ialah memastikan ada perbaikan yang dilakukan secara komprehensif oleh pemerintah terhadap kerja-kerja penuntasan korupsi.
“Kalau dibubarkan terserah saja, tapi kita tahu bahwa memberantas korupsi wajib dilakukan, kalaupun pemerintah punya agenda untuk memberantas korupsi pakai alat lain silahkan. Tapi jangan terus dibubarkan tapi memberantas korupsi agendanya tidak dilaksanakan, itu bermasalah,” jelasnya.
Di sisi lain, mantan penyelidik KPK Aulia Postiera justru mengaku sepakat dengan Megawati agar KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri Cs lebih baik dibubarkan saja.
Menurutnya ada tiga alasan mengapa KPK bahkan perlu dibubarkan dan dikembalikan ke asalnya. Pertama, ia menilai KPK saat ini memiliki cukup banyak masalah terkait integritas pimpinannya.
“Hal ini terlihat dari: Putusan atas Firli dan Lili Pintauli, Pimpinan KPK Johanis Tanak juga sedang diperiksa Dewas, Laporan Polisi terhadap Firli di Polda Metro, dan pelanggaran etik terkait korupsi yang melibatkan pegawai KPK,” jelasnya terpisah.
Kedua, menurut Aulia KPK dan para pegawainya telah kehilangan independensinya. Sebab, sejak revisi UU KPK pada tahun 2019, KPK masuk ke dalam rumpun eksekutif dan pegawainya pun menjadi ASN.
Dengan kondisi tersebut, ia mengatakan KPK sudah rawan diintervensi secara politik. Selain itu para pegawai KPK juga dapat dipindah tugaskan sesuka hati Pimpinan.
Terakhir, ia mengatakan saat ini kualitas dan kuantitas perkara yang ditangani KPK sudah jauh menurun ketimbang sebelumnya.
Menurutnya dalam beberapa waktu terakhir KPK juga telah kalah dari Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara korupsi.
Padahal secara kelembagaan KPK seharusnya memiliki kewenangan yang lebih luas serta sumber daya yang memadai. Seharusnya, kata dia, KPK memimpin pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Dengan 3 masalah krusial di atas, sebaiknya memang KPK edisi Firli Cs ini dibubarkan aja. KPK perlu direset ke factory setting. KPK terlanjur rusak dan semakin sulit diperbaiki. Apalagi masa jabatan Pimpinan KPK diperpanjang pula oleh MK menjadi 5 tahun,” pungkasnya.
Berbeda, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan salah satu poin rekomendasi tim percepatan reformasi hukum yang dibentuk pemerintah adalah penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Menurut saya tidak ada yang perlu dijawab soal pembubaran KPK, biar dibahas nanti lah oleh ini. Tadi ada rekomendasi tentang penguatan KPK malahan,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa.
Namun, Mahfud tidak menjelaskan secara rinci soal rekomendasi penguatan KPK itu.
Secara total, ia menyebut ada lebih dari 50 poin rekomendasi tim percepatan reformasi hukum yang akan disampaikan kepada Presiden Jokowi pada September nanti.
“Insyaallah pertengahan bulan depan, Bulan September kita akan melaporkan ini kepada Presiden Republik Indonesia karena tim percepatan ini dibuat atas instruksi Presiden kepada Menko Polhukam ketika terjadi berbagai kegaduhan tentang hukum,” katanya.
Anggota Komisi III dari Fraksi NasDem Taufik Basari tak sependapat dengan Megawati Soekarnoputri terkait usulan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Taufik pun berpendapat alangkah lebih baiknya agar pernyataan Megawati juga disertai dengan hasil riset dan evaluasi yang menyeluruh terkait penting tidaknya KPK hadir di Indonesia.
“Saat ini kita masih membutuhkan KPK ya, terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada, kita masih membutuhkan KPK,” kata Taufik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Taufik menilai pembubaran KPK bukanlah hal yang muskil apabila memang dianggap tak lagi dibutuhkan. Hanya saja, ia kembali menekankan bahwa opsi itu juga harus melalui evaluasi secara komprehensif.
Taufik menjelaskan evaluasi menyeluruh itu dilakukan guna mengetahui kekurangan dan kelebihan apabila KPK ditiadakan. Sehingga nantinya akan ada pertimbangan dan keputusan terkait apakah tugas dan fungsi KPK dapat diserahkan ke instansi penegak hukum lainnya.
“Kalau ada evaluasinya ayo kita bahas bersama-sama. Apakah evaluasi ini berujung pada kebutuhan untuk membubarkan ataukah ke arah perbaikan, itu kan bisa macam-macam. Oleh karena itulah, kembali, apapun gagasan yang kita dorong, sebaiknya didasarkan pada evaluasi terlebih dahulu,” ujarnya.