
Napi
STRATEGIC ASSESSMENT. Harta kekayaan hingga gaya hidup para pejabat yang penuh kemewahan kini hangat diperbincangkan. Satu persatu nama para pejabat yang hidupnya bergelimang harta, dimana harta kekayaanya itu diduga tak wajar viral. Bahkan kini para pejabat tersebut harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diklarifikasi soal harta kekayaan yang tertera di LHKPN. Terbaru ada anak buah Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto bernama Sudarman Harjasaputra, Kepala Kantor Badan Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Timur.
Sosok Sudarman Harjasaputra tengah menjadi sorotan lantaran istrinya yang diduga menerapkan gaya hidup mewah. Harta kekayaan Sudarman Harjasaputra pun ikut disorot. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada Maret 2022, Sudarman Harjasaputra mempunyai harta senilai Rp 14,7 miliar.
Sebelumnya, sejumlah pejabat Kementerian Keuangan tengah menjadi sorotan terkait harta kekayaan yang dimilikinya. Mulai dari eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo dan eks Kepala Kantor Bea dan Cukai DIY Eko Darmanto, serta Kepala Bea Cukai Makassar Sulawesi Selatan, Andhi Pramono.
Khusus Rafael Alun Trisambodo tuai sorotan usai viralnya kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy Satrio (20) kepada putra petinggi GP Ansor, David Ozora (17).
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Ester menanggapi soal kemungkinan adanya konflik kepentingan 134 pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang memiliki saham bersifat tertutup yang tersebar di 280 perusahaan.

Laporan itu sebelumnya disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahkan salah satu perusahaannya bergerak di bidang konsultan pajak. Namun, menurut dia, regulasi di Indonesia yang mengatur soal konflik kepentingan itu hanya sebatas formalitas saja. Bahkan, Lola mencontohkan, ada perbuatan yang sangat memuat konflik kepentingan dilegitimasi.
Lola menjelaskan beberapa komisaris Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dipegang oleh orang yang memiliki jabatan, bahkan mayoritas dari Kementerian BUMN itu sendiri yang eselon I. Bahkan pejabat tinggi Polri yang masuk menjadi komisaris sempat menarik perhatian di pemberitaan pada tahun 2020 silam.
Selain itu, kata dia, di daerah-daerah juga banyak konflik kepentingan yang terjadi penawaran tender proyek-proyek, yang istilahnya “arisan”. Jadi para pejabat-pejabat tersebut tinggal menunggu saja, karena banyak perusahaan sebenarnya beneficial owner-nya milik pejabat publik.
Menurut Lola, Kemenkeu sebenarnya lagi sial saja. Kasus pejabat pajak punya saham tertutup pun bukan datangdari pendalaman dugaan aliran dana, tapi gara-gara anak RAT yang menganiaya dan pemer harta.
Lalola Ester meyakini transaksi janggal tidak hanya terjadi di Kementerian Keuangan saja. Hal ini merespons munculnya data transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu berdasarkan informasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Ester meyakini transaksi janggal tidak hanya terjadi di Kementerian Keuangan saja. Hal ini merespons munculnya data transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di kementerian yang dipimpin Sri Mulyani itu berdasarkan informasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.
Lola mengatakan Kemenkeu menjadi sorotan karena kepatuhannya 100 persen. Padahal, kata dia, coba saja lihat pejabat di beberapa lembaga lain, bagaimana Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Menurut dia, pasti ada yang periode LHKPN-nya tidak di-update. Intinya, dia berujar, kasus di Kemenkeu itu bisa menjadi pintu masuk untuk bersih-bersih. “Tapi ingat lembaga negara lain itu bisa jadi lebih antah berantah,” ucap Lola.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sebelumnya berpendapat adanya konflik kepentingan dari laporan yang disampaikan KPK tersebut. Sebab, menurut dia, seharusnya sudah jelas rambu-rambunya bahwa pegawai tidak boleh memiliki saham di perusahaan swasta termasuk konsultan pajak.
Bhima pun mencontohkan konflik kepentingan antara pegawai pajak dan perusahaan konsultan pajak. Konsultan pajak, kata dia, melayani klien, wajib pajak, yang ingin agar pajak disetor lebih rendah dari nilai riil-nya.
Di bagian itu, menurut Bhima, ada celah bermain dengan oknum petugas pajak. Karena suap antara wajib pajak ke petugas pajak terlalu mencolok, Bhima berujar, sehingga opsi lain dengan menjadi pemegang saham. Lalu, keuntungan dari hasil kongkalikong laporan pajak tadi dibagikan sebagai dividen ke oknum petugas pajak.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menyebut transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun bukan hasil kejahatan pegawai Kementerian Keuangan atau Kemenkeu, tapi diduga hasil kejahatan kepabeanan dan perpajakan. Soal ini, pakar hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah Castro, menilainya sebagai hal yang aneh.
“Ini aneh dan mencurigakan. PPATK harusnya tidak menarik kesimpulan terlalu dini soal tindak pidana asal (predicate crime) dugaan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) Rp 300 triliun itu. Ini kan seperti asap mendahului api,” kata Castro melalui keterangan tertulis pada Selasa malam, 14 Maret 2023.
Apalagi, kata dia, kesimpulan PPATK seolah-olah melokalisir kalau pidana asalnya kepabeanan dan perpajakan. Menurut Castro, PPATK juga bukan Aparat Penegak Hukum atau APH.
Dia melanjutkan, PPATK hanya menyediakan informasi intelijen untuk kemudian ditindaklanjuti oleh APH. Jadi, menurut Castro, seharusnya kesimpulan itu diumumkan oleh APH, bukan PPATK.
Pasalnya, menurut Castro, pidana kepabeanan dan perpajakan bukan kewenangan KPK. Dia pun mencurigai ada skenario besar di balik transaksi mencurigakan Rp 300 triliun itu. “Saya mencurigai ada skenario besar agar dugaan TPPU Rp 300 triliun itu diamputasi, agar tidak diusut lebih jauh oleh KPK,” ungkap Castro.
Ia menduga, dengan begitu, tindak pidana perpajakan pada akhirnya ditangani oleh PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) tertentu di lingkungan DJP (Direktorat Jenderal Pajak) yang akan menyidik dugaan tindak pidana perpajakan tersebut.
Namun ia sangsi dugaan predicate crime dilokalasir hanya pada kepabeanan dan perpajakan semata. Pidana kepabeanan dan pajak bukan termasuk korupsi atau gratifikasi, sehingga berada di luar kewenangan KPK dan kejaksaan. Dia menyebut, APH dalam hal ini KPK seharusnya tetap menyelidiki transaksi mencurigakan Rp 300 triliun itu. “Menkopolhukam (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan) bertugas mendorong dan memastikan prosesnya tetap di APH,” tuturnya.

Sementara, Kepala Pusat PPATK Ivan Yustiavandana memastikan transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kemenkeu bukan hasil penyalahgunaan atau korupsi pegawai. Dia mengatakan, uang itu merupakan laporan atas temuan kasus yang disampaikan PPATK kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Hal ini terkait peran Kemenkeu sebagai salah satu penyidik tindak pidana asal tindak pidana pencucian uang atau TPPU yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2010. Sehingga, setiap kasus yang berkaitan dengan kepabeanan, bea cukai dan perpajakan, PPATK sampaikan hasil analisis atau pemeriksaan ke Kemenkeu.
Menyikapi hal ini, tampaknya Presiden Jokowi harus memerintahkan jajaran Polhukam, Mabes Polri, KPK dan BIN lebih intensif melakukan deteksi dini dan cegah dini terkait pengamanan aparatur untuk meminimalisir penyalahgunaan kewenangan sekaligus pamer harta yang dilakukan oknum aparatur negara baik oknum ASN, oknum Polri, oknum TNI maupun keluarganya (Red/berbagai sumber).