STRATEGIC ASSESSMENT. Dalam menjalankan bisnisnya, pengusaha juga memerlukan pasokan intelijen yang dikenal dalam dunia bisnis sebagai “competitive intelligence” atau dikenal dengan CI. Intisari dari CI adalah bagaimana kita menggunakan CI untuk mencari dan mengantisipasi aktifitas atau kegiatan yang akan dilakukan oleh lawan kita atau kompetitor pada masa depan atau dengan kata lain mencari rencana kegiatan mereka. Hal-hal yang dicari terkait dengan kompetitor antara lain kemampuan, kelemahan, niat, posisi dan produk final mereka. Pada dasarnya, intisari dari CI adalah menciptakan Sustainable Competitive Advantage (SCA) dalam artian melalui pengolahan informasi dan data sesuai the cycle of CI, maka perusahaan akan dapat meningkatkan performance bisnis mereka serta menjaga organizational advantage.
Menurut Mc. Gonagle and Vella dalam buku mereka berjudul “Bottom Line Competitive Intelligence”, CI melibatkan penggunaan sumber-sumber publik untuk mengembangkan data terkait dengan persaingan, pesaing dan lingkungan pasar. Mentransformasikan data dalam sebuah analisis yang menghasilkan informasi yang berguna. Sementara itu, knowledge assets adalah pengetahuan terkait dengan pasar, produk, teknologi dan organisasi yang diperlukan bisnis untuk dapat menciptakan keuntungan, nilai baru dan lain-lain. CI biasanya diukur dari salah satu dari empat standar yang ada yaitu pernyataan misi, nilai-nilai bisnis, intelligence asset building dan kontribusi nyatanya.
Terkait dengan pernyataan misi dalam rangka menilai CI, maka ada beberapa tantangan yang muncul yaitu sedikitnya dan tidak dapat diukurnya petunjuk dari CEO, sehingga diperlukan perbandingan yang efektif melalui beberapa kriteria yang memadai.
Mengukur efektifitas CI dikaitkan dengan nilai-nilai dalam bisnis, maka CI harus bisa memaksimalkan setiap kesempatan bisnis yang ada, sehingga dapat menciptakan SCA. Sedangkan mengukur efektifitas CI dikaitkan dengan intelligence asset building biasanya difokuskan kepada pengembangan usaha baru, penghematan biaya, menghitung dampak potensial terhadap keuangan antara menggunakan CI atau tidak menggunakan CI, serta menelti kepuasan end user terhadap proses CI yang berlangsung.
Sementara itu, mengukur efektifitas CI dengan kontribusi yang diberikannya seperti dikemukakan oleh J Lamont dalam bukunya “Competitive Intelligence : Inggredients for Success” menyatakan, perusahaan-perusahaan yang menggunakan CI dengan baik akan mendapatkan pertumbuhan 28% lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak menggunakan CI dalam pengambilan keputusannya.
Mengukur pertumbuhan bisnis meliputi diversifikasi produk, keluasan jaringan bisnis, pengurangan limbah dan tingkat efisiensi bisnis itu sendiri. Pertumbuhan bisnis harus memperhatikan antara lain pertama, tingkat pengambilan keputusan, karena keputusan merupakan awal sebuah “perjalanan”. Kedua, perencanaan yang baik adalah melaksanakan strategi pada kondisi bisnis tertentu. Ketiga, cash flow karena cash flow merupakan faktor pendorong penting yang akan membiayai langkah bisnis selanjutnya jika ternyata setelah dievaluasi tingkat pertumbuhannya, termasuk kategori sangat baik. Keempat, akuntabilitas, dimana tingkat akuntabilitas sebuah bisnis menjamin “kekuatan’ keuangannya.
CI sendiri diperlukan dalam pembuatan keputusan dalam sebuah organisasi. Menurut Gilad B dan Gilad T dalam bukunya “The Business Intelligence System : A New Tool of Competitive Intelligence” (1998) mengatakan, ada dua tipe keputusan organisasi yaitu keputusan operasional dan keputusan strategis. Keputusan operasional adalah keputusan setiap hari dalam organisasi yang mana pengaruh dari percepatan informasi sangat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan, sebaliknya keputusan strategis terkait dengan hal-hal yang berdampak panjang bagi perusahaan. Melalui proses CI yang baik, maka pertumbuhan bisnis akan terkontrol karena selalu memiliki sustainable competitive advantage (SCA).
Implementasi strategi
Menurut Mc Kieman P dalam bukunya berjudul “Strategy Past : Strategy Future, Long Range Planning (1997), konsep tentang implementasi strategi pada dasarnya terbangun atas 4 prinsip dasar yaitu preskriptif (pendekatan penyebaran dan terencana), pembelajaran, competitive positioning dan kompetensi utama atau knowledge based.
Sementara itu, Andrew K dan Anshoff HL (1965), pendekatan preskriptif menekankan kepada desaign perencanaan jangka panjang untuk dapat mencapai hasil yang baik antara strategi organisasi dan proses deterministik. Pendekatan ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan yang cepat dan berubah-rubah. Sedangkan, pendekatan pembelajaran digunakan untuk mengubah lingkungan kompetitif yang tinggi dan cepat. Strategi ini mengombinasikan penyebaran perencanaan dan penilaian emergensi dalam implementasi proyek.
Menurut Porter ME dalam bukunya “Competitive Strategy : Techniques for Analysis industries and competitors” (1980) mengatakan, pendekatan posisi kompetitif adalah memusatkan premis bahwa posisi organisasi dalam lingkungan kompetitif dengan upaya untuk mencapai superioritas. Kemudian, ada yang disebut dengan pendekatan kompetensi utama atau knowledge based sejak tahun 1990-an dengan melihat bahwa competitive advantage berasal dari bagaimana membangun kompetensi internal dalam organisasi. Pendekatan ini mempunyai asumsi bahwa competitive advantage tergantung dari tingkah laku organisasi daripada lingkungan kompetitif.
Sementara itu, berbicara tentang isu-isu dalam implementasi strategi, Atkinson dalam bukunya berjudul “Strategy Implementation : A Role for the Balanced Scorecard” (2006) menulis setidaknya ada 6 hal yang mempengaruhinya yaitu gaya manajemen senior yang bersifat top down, ketidakjelasan prioritas konflik dan ketidakjelasan strategi, tim manajemen yang berjalan tidak efektif, komunikasi vertikal dan koordinasi antar fungsi yang lemah serta pengembangan kemampuan kepemimpinan ke tingkat bawah kurang berjalan.
Oleh karena itu, berbicara tentang implementasi strategi maka ada 4 bentuk referensi yaitu bentuk structural, sumber daya manusia, politik dan simbolik. Bentuk structural menghadapi sejumlah tekanan antara lain pergantian lingkungan, perubahan teknologi, pertumbuhan organisasi dan atau perubahan pemimpin. Sementara itu, bentuk sumber daya manusia menekankan kepada perlunya pelatihan dan sumber daya teknologi yang dimiliki SDM, karena dalam bentuk ini menegaskan ada hubungan antara manusia dengan organisasi. Sedangkan bentuk politik pada dasarnya penerapan atau implementasi strategi harus memperhatikan faktor kekuasaan dan pembuatan keputusan, koalisi dan konflik terkait dengan perubahan implementasi dalam organisasi. Kemudian, yang disebut dengan bentuk simbolik adalah bagaimana pemimpin mempunyai etika dan moral untuk mendukung penerapan strategi.
Penulis adalah pemerhati masalah keamanan nasional dan intelijen. Tinggal di Ambon, Maluku.