STRATEGIC ASSESSMENT. Jakarta. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta para pengusaha tidak memanfaatkan isu resesi global untuk kemudian melakukan tindakan-tindakan yang dapat memiskinkan buruh di Indonesia, seperti melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dan tidak membayar hak-hak pekerja sebagaimana mestinya. Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis (02/11/2022) menyikapi berbagai opini yang disampaikan oleh kelompok pengusaha dan Pemerintah.
Mirah Sumirat menduga, isu resesi ekonomi dunia akan dijadikan modus oleh Pemerintah dan pengusaha untuk memudahkan terjadinya PHK sepihak dengan menggunakan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, dengan alasan menghindari terjadinya kerugian dan tidak membayarkan pesangon. Modus lanjutannya adalah setelah melakukan PHK massal dan sepihak, pengusaha kemudian merekrut pekerja baru atau mempekerjakan kembali pekerja yang telah di-PHK, namun dengan status kontrak bulanan ataupun outsourcing.
Mirah Sumirat mengingatkan kepada masyarakat khususnya kaum buruh, untuk mewaspadai opini yang saat ini sedang dibangun oleh kelompok pengusaha dan Pemerintah, yang mengatakan adanya ancaman terjadinya PHK massal akibat resesi ekonomi dunia. Itu hanya opini yang dibangun untuk menakut-nakuti masyarakat agar buruh “nrimo” ketika di-PHK sepihak, ketika dirumahkan tanpa upah, ketika hak pesangonnya tidak dibayar, ketika dieksploitasi sebagai pekerja kontrak dan outsourcing, tegas Mirah Sumirat.
Mirah Sumirat mengutip pernyataan Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Muhammad Jusuf Kalla yang menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait ancaman resesi ekonomi global pada 2023. Penegasan Jusuf Kalla, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya. Sehingga, Indonesia mampu menghadapi ancaman resesi ekonomi global. Beda Indonesia dengan negara lain yang tidak punya energi.
Mirah juga menyatakan Indonesia tidak akan terdampak resesi ekonomi dunia karena memiliki ketahanan pangan dan ketahanan energi yang sangat baik.
Isu resesi ekonomi dunia juga diduga akan dijadikan alasan pembenaran untuk melanggengkan politik upah murah di Indonesia. Pemerintah dan pengusaha secara bersama-sama akan terus menekan upah buruh di Indonesia. Hal ini mengingat pada bulan November 2022, Pemerintah sudah harus memutuskan besaran kenaikan upah minimum untuk tahun 2023, ungkap Mirah Sumirat.
ASPEK Indonesia menilai Pemerintahan Joko Widodo selama dua periode masa jabatannya adalah pemerintahan yang justru melanggengkan politik upah murah di Indonesia. Presiden Joko Widodo juga pantas disebut sebagai Bapak Upah Murah Indonesia, karena selama dua periode kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo telah tiga kali mereduksi sistem pengupahan di Indonesia. Pertama ketika menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Kedua, melalui Omnibus Law Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ketiga, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.