STRATEGIC ASSESSMENT-Jakarta. Bicara energi dan PLN tidak luput dengan konteks lingstra PLN. Persoalan energi di Indonesia adalah salah satu persoalan yang parah. Holding-sub holding ini menempatkan dewan manajemen PLN dan PJB dalam posisi sulit. Saat ini, korporasi asing juga dibuka lebar dalam bisnis energi.
Demikian dikemukakan Prof. Ir. Mukhtasor dalam Seminar bertema “Holding Sub-Holding di PLN Group, Apakah Diperlukan?” diselenggarakan oleh Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa-Bali (SP PJB).
Menurut akademisi ITS Surabaya ini, holding-sub holding datangnya dari pemerintahan sejak jaman dulu. Energi ada aspek geopolitiknya dimana listrik terlalu mahal bayarnya tapi penggunaannya kurang. Perpres terkait EBT memperparah persoalan energi kita.
“Kementerian BUMN banyak melawan UUD 1945 seperti UU Migas, UU Ketenagalistrikan dimana sistem IPP bertentangan dengan UUD 1945, dan UU Minerba. Penataan BUMN terkait IPO adalah untuk apa dilakukannya.Holding-sub holding akan mengarah ke IPO Pertamina,” ujar mantan Anggota Dewan Energi Nasional ini.
Menurutnya, kalau niatnya transparan dan akuntabilitas, maka IPO bukan solusinya sebab PT Garuda Indonesia sudah IPO, tapi apakah sudah transparansi dan akuntabilitas. “IPO itu tidak mudah, bahkan Telkom rugi dengan adanya IPO,” tegasnya.
Mukthasor menyarankan, PLN perlu diperkuat karena menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara, tapi prosentase IPPnya negara tidak dominan, sehingga sering didekte investor.
“Saat ini, pasar PLNnya digerus, jaringannya akan dibagi-bagi dan dipaksa membeli produksi listrik luar negeri, sehingga tidak lama lagi nasib PLN seperti Garuda Indonesia. Kalau laporan keuangan PLN saat ini,siapa yang bertanggung jawab,” tegasnya.