STRATEGIC ASSESSMENT. Meulaboh-Aceh Barat. Menjelang berakhir masa jabatan Bupati Aceh Barat, Ramli MS pada 10 Oktober 2022, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat mengaku telah mengusulkan sejumlah nama sebagai calon Penjabat Bupati Aceh Barat.
Usulan nama-nama calon Pj Bupati Aceh Barat itu, juga dibenarkan Ketua DPRK Aceh Barat, Samsi Barmi, Jumat, 16 September 2022.
Berdasarkan surat DPRK Aceh Barat yang ditanda tangan Samsi Barmi, itu mengusulkan tiga nama sebagai calon Pj Bupati Aceh Barat.
Mereka adalah: Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Aceh, Drs. Mahdi, Kepala Dinas Peternakan Aceh, Zulsufran, ST, M. Si dan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh, Ir. Mahdinur, MM.
Sedangkan berdasarkan surat yang ditanda tangan oleh pimpinan DPRK Aceh Barat, Ramli, SE dan H. Kamaruddin, SE, juga mengusulkan tiga sosok nama sebagai calon Pj Bupati Aceh Barat, yaitu: H. T. Ahmad Dade, SH., MH, Ir. Mahdinur, MM dan Hasrul Edyar, S. Sos, M. AP., CRMO.
Menanggapi adanya dua versi usulan itu, pendiri MFF Syndicate (Kelompok Kajian Polhukam dan Kebijakan Publik) Fauzan Febriansyah, mengatakan aksi main tunggal Ketua DPRK Aceh Barat tersebut dinilai dapat merusak semangat kolektif kolegial yang sudah terbangun di Aceh Barat selama ini.
“Gerakan one man show Ketua DPRK Aceh Barat merusak semangat kolektif kolegial yang sudah terbangun di DPRK Aceh Barat selama ini,” kata Fauzan Febriansyah dalam keterangannya, Kamis, 15 September 2022.
Ia menduga Ketua DPRK Aceh Barat, Samsi Barmi yang mengusul secara ‘senyap’ nama calon Pj Bupati itu terindikasi adanya dugaan suap untuk meloloskan Pj pilihannya. Untuk itu, Fauzan meminta agar pihak berwenang untuk mengusut kasus itu.
“Patut dicurigai Ketua DPRK Aceh Barat bermain. Ada indikasi suap menyuap. Saya minta Polri dan KPK untuk usut dan tracking,” katanya.
Pola permainan seperti ini, kata Fauzan dalam pengusulan PJ Kepala Daerah justru merusak nama Pemerintah daerah Aceh di mata pemerintah pusat. Semestinya dalam pengusulan PJ Bupati Aceh Barat dan PJ kepala daerah lainnya mengutamakan musyawarah mufakat.
Apalagi sumber usulan bukan hanya datang dari DPRK, tapi juga bisa dari PJ Gubernur atau Mendagri. Seperti beberapa daerah yang nyatanya Pj bupati atau wali kota bukan berasal dari usulan DPRK.
“Coba lihat selama ini yang ditunjuk oleh Mendagri untuk PJ kepala daerah bukanlah yang diusul oleh DPRK. Melainkan sebagian besar usulan langsung Pemerintah pusat,” katanya.</p>
Fauzan berharap pimpinan DPRK di Aceh harus lebih cerdas dan bijaksana dalam melihat peluang pengusulan PJ kepala daerah, bukan seperti di Aceh Barat ini. Kemudian harusnya bisa menjadi agenda konsolidasi kebijakan dan pembangunan.
“Bukan malah mengambil kesempatan dalam kesempitan. Memanfaatkan peluang ini untuk keuntungan dan kepentingan pribadi,” ujarnya.
Sementara itu, Drs. Meurah Ali mengatakan, informasi yang diterima dari beberapa anggota DPRK Aceh Barat bahwa mereka sudah mendiskusikan kenapa bisa terjadi dua versi usulan nama Pj. Bupati Aceh Barat.
“Informasi yang berkembang bahwa munculnya dua versi pengajuan nama-nama Pj Bupati Aceh Barat ini disebabkan karena tidak ada saling komunikasi dan kedua kubu sama-sama memaksa usulannya dapat diterima pemerintah pusat,” ujar mantan anggota DPRK Aceh Barat ini seraya menambahkan, sebaiknya Kemendagri mendrop 2 versi surat terkait usulan Pj Bupati Aceh Barat, karena jelas akan menimbulkan banyak persoalan ke depan.
Menurut Meurah Ali, sebaiknya nama calon Pj Bupati Aceh Barat dipilih oleh Kemendagri atau Pemerintah Pusat saja dan kami menyarankan agar nama yang ditunjuk nanti orang yang dapat memahami Aceh Barat.
Sedangkan salah seorang Pimpinan Pondok Pesantren Bukit Ikrak, Meulaboh, Aceh Barat kepada Redaksi mengatakan, sikap pimpinan DPRK Aceh Barat dalam menentukan nama-nama Pj Bupati Aceh Barat sangat memalukan rakyat Aceh Barat, dan sebaiknya kedua surat tersebut tidak diperhatikan Kemendagri serta ditunjuk saja pejabat dari BIN seperti di Kabupaten Pidie, dan kami siap mendukungnya.