STRATEGIC ASSESSMENT. Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Sawit Watch, ELSAM, HuMa, PILNET dan Greenpeace Indonesia mendesak Presiden Jokowi untuk segera bersikap mengatasi permasalahan minyak goreng di dalam negeri dengan mengevaluasi secara menyeluruh industri sawit dari hulu hingga hilir secara transparan.
Hal ini kata mereka, perlu dilakukan guna untuk melihat apakah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng belakangan ini dipicu ketidakefisienan atau ketidakwajaran serta kecurangan dalam rantai produksi dan perdagangan CPO dan minyak goreng di RI.
Dalam keterangan resmi koalisi yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (24/3), selain desakan itu, mereka juga memberikan 4 desakan lain supaya masalah minyak goreng di dalam negeri teratasi.
Pertama, mendesak Presiden Jokowi segera memerintahkan Menteri Perdagangan untuk mengambil langkah cepat dan taktis untuk selalu mengontrol pasar minyak goreng.
Kedua, meminta Komnas HAM menyiapkan mekanisme pengaduan dari lapangan terkait pelanggaran HAM terkait dengan minyak goreng.
Ketiga, meminta Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) segera mendalami adanya kemungkinan kartel yang terjadi dalam rantai produksi dan perdangan CPO dan minyak goreng.
Keempat, mendesak Kepolisian Republik Indonesia menindak tegas para pelaku penimbunan minyak goreng dan kasus kelangkaan minyak goreng yang ditemukan di lapangan.
Sebagai informasi, kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng sampai saat ini belum teratasi 100 persen. Masalah ini berawal dari melambungnya harga minyak goreng kemasan yang kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan HET menjadi Rp14 ribu per liter.
Namun, akibat kebijakan HET itu, pasokan minyak goreng kemasan di pasar ritel maupun tradisional mendadak lenyap. Tidak lama, pemerintah mencabut kebijakan itu dan mengganti penetapan HET dari minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah dengan harga Rp14 per liter.
Pasca kebijakan itu, pasokan minyak goreng kemasan pun langsung membanjiri pasar ritel dan tradisional. Lagi-lagi, akibat kebijakan itu, minyak curah pun kini menjadi langka.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) membeberkan alasan mafia minyak goreng belum dibeberkan kepada publik hingga sekarang. Padahal, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada 17 Maret 2022, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, calon tersangka mafia tersebut akan diumumkan pada 21 Maret 2022. Namun, hingga saat ini masih juga belum diungkap oleh Kemendag.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, sebenarnya Kemendag sudah mengonfirmasi berbagai indikasi adanya praktik mafia minyak goreng seperti yang disampaikan Mendag. Namun, bukti yang dimiliki Kemendag dianggap belum cukup oleh aparat hukum. “Pak Menteri dan kami merasa yakin cukup bukti, ternyata mungkin dari aparat hukum belum cukup,” kata Oke dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI secara virtual, Kamis (24/3/2022) malam.
Komisi VI DPR RI memanggil dua perusahaan distributor minyak goreng untuk mengurai penyebab kelangkaan minyak goreng sebelum adanya kebijakan harga dilepas ke mekanisme pasar. Salah satunya PT Bina Karya Prima. PT Bina Karya Prima merupakan perusahaan distributor minyak goreng tingkat pertama (D1). Perusahaan ini tidak memiliki kebun atau pabrik kelapa sawit, hanya mengolah minyak goreng yang dibeli dari perusahaan perkebunan dan dikemas dengan merek Tropical dan Hemart.
Direktur Utama PT Bina Karya Prima Fenika Widjaya menuturkan, perusahaan memang sempat mengalami kendala ketika kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan diterapkan. Apalagi skema domestik market obligation (DMO) merupakan pola yang baru dan belum ada presedennya, sehingga perusahaan sedikit extra effort untuk mencari kontributor yang bersedia berkolaborasi, tetapi akhirnya proses tersebut cukup lancar.
Terkait langkanya minyak goreng kemasan di pasaran saat kebijakan HET diterapkan, Fenika juga menegaskan tidak ada praktik penimbunan yang dilakukan perusahaannya. “Untuk membuktikan dari sisi kami sebagai produsen, itu tidak ada penimbunan, kami bisa menampilkan analisisnya, ada datanya,” kata Fenika dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (24/3/2022) malam.
Fenika menjelaskan, pada Februari 2022, rata-rata penjualan minyak goreng di perusahaan ini mencapai 1.994.605 liter per hari. Lalu pada 1-15 Maret 2022 ketika diberlakukan HET dan kebijakan DMO dan domestik price obligation (DPO), rata-rata penjualan meningkat 71% dibandingkan rata-rata di 2021 menjadi 2.503.618 liter per hari. Lalu pada periode pencabutan HET dan DMP/DPO pada 16-21 Maret 2022 di mana minyak goreng menjadi harga keekonomian, penjualannya turun menjadi 1.635.636 liter per hari.
“Jadi pada saat fase DMO, sebenarnya pengeluaran dari kami itu yang paling tinggi, jadi tidak ada yang namanya penimbunan, khususnya di kami,” tegas Fenika.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI kukuh bakal mengajukan hak angket terkait kasus masalah langka dan mahal minyak goreng yang masih terjadi hingga saat ini. Langkah tersebut menjadi salah satu keputusan Konsolidasi Pimpinan Fraksi PKS se-Indonesia.
Ketua Panitia Konsolidasi Pimpinan Fraksi PKS se-Indonesia, Sukamta menyatakan Fraksi PKS harus menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan selalu hadir dalam setiap permasalahan yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
“Karena itu dalam kesempatan ini, Fraksi PKS DPR RI mengajukan hak angket atas kelangkaan dan kemahalan harga minyak goreng, ” kata Sukamta dalam rilis yang diterima CNNIndonesia.com pada Sabtu, (26/3)
Agenda lain dalam konsolidasi itu, kata dia, anggota legislatif PKS baik di level pusat hingga daerah harus menjadi lokomotif kemenangan PKS di Pemilu 2024 di daerah pemilihan masing-masing. Menurutnya, semua anggota legislatif PKS harus mampu bersinergi, bergerak bersama-sama memenangkan partai.
“Seluruh anggota legislatif berkolaborasi dengan seluruh elemen bangsa dan negara. Dengan ini Anggota legislatif PKS di berbagai tingkatan harus membangun komunikasi seluas-luasnya dengan publik dan tokoh serta berkolaborasi dengan seluruh elemen bangsa dan negara untuk mewujudkan sila ketiga Pancasila; Persatuan Indonesia” ujar Sukamta.
Sukamta menambahkan, Fraksi PKS harus terdepan dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta memajukan budaya bangsa sebagai sarana untuk mengokohkan persatuan, menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan kebaikan yang universal.
“Fraksi PKS akan bekerja keras menjaga demokrasi dan memastikan bahwa agenda demokrasi berjalan dalam koridor konstitusi UUD Negara RI tahun 1945. Karena itu Fraksi PKS dengan tegas menolak penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden, karena mengkhianati konstitusi dan agenda reformasi serta merampas hak-hak rakyat” tuturnya.
Seperti diketahui, hak angket DPR adalah kewenangan anggota dewan untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang, kebijakan pemerintah yang bersifat penting, strategis, dan berdampak luas pada masyarakat. Hak angket dilakukan karena pelaksanaan kebijakan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Namun demikian, Wakil Ketua Komisi VI DPR Martin Manurung menilai bahwa pihaknya saat ini belum memerlukan hak angket dan pembentukan panitia khusus (pansus) terkait kasus kelangkaan minyak goreng. “Kalau hak angket, menurut saya belum perlu,” kata Martin dalam keterangannya, Selasa (22/3)
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pihaknya akan membawa usulan PKS terkait hak angket dan pembentukan pansus minyak goreng ke Badan Musyawarah DPR. Di sana, semua fraksi nantinya akan merespons usulan tersebut, entah diterima atau ditolak.
“Di situ biasanya akan dibahas. Disetujui tidak disetujui tergantung pada pendapat fraksi-fraksi di badan musyawarah tersebut,” kata Dasco. Kebijakan Kementerian Perdagangan mengatur stabilitas harga dan ketersediaan minyak goreng saat ini belum membuahkan hasil yang terbaik untuk masyarakat. Setelah pemerintah mencabut HET untuk minyak goreng sehingga harganya menjadi tinggi, kini pemerintah justru mempertaruhkan kesehatan masyarakat.
Disatu sisi pemerintah berkeinginan untuk memukul harga murah meski harga minyak mentah dunia sedang tinggi, melalui kebijakan penetapan HET (harga eceran tertinggi) serta pengaturan DMO (Domestic Price Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation) 20% untuk ketersediaan minyak goreng. Namun kebijakan tersebut dianggap melawan pasar, hasilnya minyak goreng mengalami kelangkaan. Berbagai tuduhan atas minyak goreng pun muncul, mulai dari adanya sinyal kartel mafia minyak goreng, hingga penimbunan minyak.
Terlepas dari semua isu tuduhan tersebut, pada intinya masyarakat bawah atau konsumen akhir lah yang sulit mendapatkan barang tersebut. Hal tersebut membuat para pedagang khususnya yang menjadikan minyak goreng sebagai modal utama menjadi beban baru.
Mereka harus menaikan harga barang dagangannya, atau mencari cara untuk menipiskan modal sehingga tidak berpengaruh besar terhadap harga barang yang dijualnya. Misalnya salah satu pedagangan gorengan yang ditemui MNC Portal di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Edi (60) yang sudah sejak lama berjualan gorengan keliling. Edi mengaku sejak harga minyak goreng naik keuntungannya tergerus karena harus mengeluarkan modal yang lebih untuk minyak goreng.
Edi mengatakan dalam satu hari bisa menggunakan 3 botol minyak goreng ukuran 2 liter atau setara 6 liter satu harinya. Jika harga minyak goreng yang dibeli Edi dengan harga Rp49.000, maka dalam sehari ada modal yang dikeluarkan sebanyak Rp147.000 untuk membeli minyak goreng saja.
Oleh sebab itu Edi mengaku jika terdapat minyak yang tidak habis digunakan pada hari untuk berjualan, maka akan tidak dibuang karena bisa digunakan kembali untuk perdagangan esok hari, untuk menekan modal yang dikeluarkan untuk membeli minyak. Selain itu upaya menekan penggunaan minyak goreng, saat ini Edi mengurangi satu item barang dagangannya, yaitu singkong goreng. Sebab menurutnya singkong goreng paling banyak menyerap minyak. “Makanya saya sekarang singkong tidak jual, karena boros minyak, terus kalau keras juga kan tidak laku,” kata Edi.
Disisi lain tidak sekedar harga minyak goreng yang meningkat, dampak konflik Ukraina-Rusia juga tengah membuat harga tepung terigu yang menjadi bahan baku membuat gorengan juga mengalami peningkatan harga. International Grains Council (IGC) Market Indicator mencatat harga gandum di pasar dunia sudah mencapai US$335 per ton pada Maret 2022. Nilai tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan harga tahun lalu yaitu USD229 per ton. Selanjutnya Ketua Koperasi Warteg Nusantara, (Kowantra) Mukroni yang dihubungi secara terpisah juga mengaku harga minyak goreng saat ini praktis memberikan pukulan dalam untuk para pengusaha warteg. Mukroni mengatakan sejak pandemi covid 19 setidaknya terdapat sekitar 50% dibawah Kowantra gulung tikar. Ketika pandemi melandai menjadi harapan para pengusaha warteg untuk kembali reborn. Baru hendak bangkit dari tidurnya kini pengusaha warteg tersebut dibenturkan dengan harga komoditas yang sedang naik.
Mengganti minyak goreng kemasan yang mahal, Pemerintah justru menukar minyak goreng kemasan dengan minyak goreng curah untuk masyarakat yang pada era Kementerian Perdagangan sebelumnya hendak dihilangkan dengan alasan kesehatan.
Dokter Ahli Gizi Masyarakat, Tan Shot Yen mengatakan sebetulnya mengonsumsi makanan dengan minyak kemasan saja sudah kurang baik untuk kesehatan, apalagi pemerintah menyarankan masyarakat bawah untuk mengonsumsi minyak curah melalui pemberian subsidi seharga Rp14.000.
Selain itu jika masyarakat menggunakan minyak goreng yang digunakan berkali-kali juga berdampak buruk pada kesehatan. Minyak tersebut dikatakan sudah rusak karena titik didihnya sudah terlampaui.
Tan Shot Yen menjelaskan minyak goreng merupakan produk ultra proses, bukan hanya di produksi secara teknologi, tapi juga melalui proses penjernihan berulang dan rafinasi. Selain itu makanan yang di goreng juga menghasilkan senyawa yang berbahaya untuk tubuh manusia.
Jika produk yang digoreng adalah produk nabati muncul akrilamida yang berbahaya untuk kesehatan. Sedangkan produk yang digoreng oleh hewani, maka akan muncul polisklik aromatic hidrokarbonnya dan senyawa amines.
Tan Shot Yen menjelaskan keduanya jika di konsumsi rutin dalam berbagai jenis makanan lambat laun berisiko karisnogenik, atau senyawa yang bisa menyebabkan kanker dalam tubuh manusia.
“Itu risiko kanker di depan mata, risiko penyakit stroke, hipertensi, diabetes didepan mata, terus kalau masyarakat sakit yang rugi siapa,” pungkas Tan Shot Yen. Kebijakan pemerintah melepaskan minyak curah bahkan di subsidi disaat harga minyak kemasan tinggi terkesan mengabaikan faktor kesehatan masyarakat kecil. Sebab pada periode sebelumnya minyak curah baru berniat menghentikan peredaran minyak curah di masyarakat.
Menurut Redaksi, memanjangnya atau berlanjutnya kelangkaan minyak goreng jelas akan menimbulkan penilaian bahwa jajaran pemerintahan kurang berhasil dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik secara struktural maupun fungsional. Disamping itu, Redaksi mencatat ada beberapa dampak kelangkaan minyak goreng antara lain kelangkaan minyak goreng telah dimanfaatkan banyak kalangan untuk menyudutkan Pemerintah, penerapan HET, DPO dan DMO minyak goreng telah membuat banyak perusahaan merumahkan karyawannya dan dari perusahaan-perusahaan yang tutup akan menimbulkan efek domino yang negatif, terutama mengganggu perusahaan lain yang bekerja sama dengan perusahaan sawit yang sudah tutup. Seharusnya menyikapi masalah ini, Presiden dapat memerintahkan Kemendag berkoordinasi dengan Kemendagri, Kemenlu, Kementan, Satgas Pangan, Badan Pengelola Dana Perekebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan lain-lain untuk terus memantau pelaksanaan kebijakan Presiden terkait minyak goreng.(Red/berbagai sumber).