STRATEGIC ASSESSMENT-Jakarta. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengaku kaget membaca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024. Dalam akun Twitter-nya, Hamdan mempertanyakan kompetensi hakim dalam membuat putusan penundaan Pemilu tersebut.
“Sangat kaget membaca berita hari ini, PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan 7 hari. Walaupun masih putusan tingkat PN yang masih bisa banding dan kasasi, tetapi perlu dipertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut. Jelas bisa salah faham atas objek gugatan,” ujar Hamdan melalui akun Twitter @hamdanzoelva.
Ia menambahkan seharusnya sengketa administrasi pemilu merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilu dan Peradilan Tata Usaha Negara. Sementara untuk sengketa hasil Pemilu merupakan kewenangan MK.
“Seharusnya difahami bahwa sengketa pemilu itu, termasuk masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompotensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK,” kata Hamdan.
PN Jakarta Pusat sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU karena merasa dirugikan karena tidak lolos hasil administrasi Pemilu.
Sementara itu, KPU akan menempuh upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Komisioner KPU Idham Holik menyatakan dengan tegas pihaknya menolak putusan PN Jakpus.
Menko Polhukam Mahfud Md mendorong Komisi Pemilihan Umum melawan putusan PN Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan Pemilu 2024 ditunda. Mahfud Md memberi pesan menohok kepada hakim yang mengetok putusan itu dan menyebut PN Jakpus telah salah kamar karena sudah merecoki pemilu.
“Pasti semua ahli hukum, semua orang tahu hukum terutama yang tahu, taksonomi ilmu hukum menyatakan itu salah besar,” katanya di Universitas Brawijaya Malang, Jumat (3/3/2023).
Proses peradilan yang diputus PN Jakpus itu salah kamar, karena Mahfud Md persoalan pemilu bukan wewenang PN tetapi wewenang Mahkamah Konstitusi (MK).
“Karena kamarnya beda, urusan pemilu itu pengadilannya bukan di pengadilan negeri. Tapi kalau sudah hasil pemilu ada MK, kalau proses awal itu PTUN atau Bawaslu,” tegasnya.
Karena itulah dia mendorong KPU melawan putusan PN Jakpus yang salah kamar. Dia pun meyakinkan KPU bahwa rakyat akan mendukung KPU.
“Oleh sebab itu, ya biar KPU melawan dan rakyat mendukung,” kata Mahfud.
Tidak hanya itu, atas keputusan hakim PN Jakpus tentang perkara gugatan terhadap KPU berujung putusan penundaan Pemilu, Mahfud juga memberikan pesan menohok.
“Saya kira hakimnya nggak mengerti, taksonomi ilmu hukum, yang sangat dasar silakan saja KY turun nggak papa. Sudah diumumkan KPU akan mengajukan banding,” kata Mahfud Md di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jumat (3/3/2023).
Mahfud mengatakan, para mantan Ketua MK dan ahli hukum tata negara telah membahas soal putusan tersebut. Semua kompak menyatakan bahwa keputusan itu salah.
“Semua mantan ketua MK juga sudah bicara bahwa itu salah, semua ahli hukum tata negara juga sudah bilang itu salah,” ujar Mahfud Md.
Putusan PN Jakpus itu bermula dari gugatan Partai Prima pada 8 Desember 2022. Dalam gugatannya, Partai Prima merasa dirugikan KPU saat verifikasi administrasi parpol yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Akibat verifikasi KPU itu, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual. Untuk itu Partai Prima mengaku merugi secara immateriil, serta memengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia.
Partai Prima pun meminta PN Jakpus menghukum KPU agar tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.
Hakim PN Jakpus pun mengabulkan seluruh gugatan Partai Prima. Hakim memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024.
“Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” sebut putusan itu.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum atau KPU menunda Pemilu 2024. Perintah itu tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan KPU sebagai tergugat. Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim pada Kamis, 2 Maret 2023.
Adapun Ketua Majelis Hakim adalah T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri, dan Dominggus Silaban. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pasalnya, KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.
Berikut profil ketiga hakim PN Jakarta Pusat T Oyong, H. Bakri, dan Dominggus Silaban disarikan dari website pn-jakartapusat.go.id.
T. Oyong merupakan hakim madya utama dengan pangkat pembina utama muda (IV/C) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pria kelahiran Medan, Sumatera Utara pada 4 Maret 1964 ini menempuh pendidikan S1 Hukum Tata Negara di Universitas Islam Sumut. Setelah itu dia melanjutkan keilmuan hukumnya ke jenjang S2 di Universitas Jambi.
T Oyong mengawali karier kehakimannya di PN Sarolangun, Jambi. Lalu pada 2010, dia ditugaskan ke PN Ambon. Dia sempat dilaporkan karena menganiaya Juhri Samanery, seorang jurnalis televisi lokal. Kejadian itu berlaku setelah proses sidang praperadilan Wakil Bupati Maluku Tenggara Barat, Lukas Uwuratuw.
Akibatnya, T Oyong diperiksa inspektur wilayah Badan Pengawas Mahkamah Agung. Kasus tersebut sempat ditangani Polres Ambon. Dia lantas dimutasi ke PN Medan, pada 9 Februari 2017. T Oyong merangkap sebagai Humas PN Medan sebelum dimutasi ke PN Jakarta Pusat.
H. Bakri merupakan hakim utama muda dengan pangkat Pembina Utama Madya (IV/d) di PN Jakarta Pusat. Dia tercatat lahir di Boyolali pada 8 Mei 1961. Menamatkan pendidikan S1 hukum pidana di Universitas Muria Kudus. Bakri melanjutkan studi S2 di Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang.
Perkara yang pernah ditanganinya yaitu kasus gugatan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atau DPD RI Fadel Muhammad, terhadap Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti dan Wakil Ketua DPD RI Mahyudin.
Dominggus Silaban hakim utama muda di PN Jakarta Pusat berpangkat pembina utama muda (IV/d). Dia lahir di Medan pada 26 Juni 1965. Dominggus diangkat sebagai pegawai negeri pada 1992.
Dominggus menyelesaikan pendidikan S1 hukum perdata di Universitas HKBP. Kemudian melanjutkan pendidikan S2 ilmu hukum di Universitas Padjadjaran atau Unpad. Dominggus sebelumnya bertugas di PN Medan. Ia kerap mengadili perkara narkoba.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam curiga putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal Pemilu 2024 ditunda merupakan kelanjutan dari “operasi kekuasaan” yang sejak lama menggulirkan isu penundaan pemilu. Diduga, elite-elite penguasa yang dari dulu menginginkan penundaan pemilu telah mengintervensi keputusan hakim terkait ini. “Dangkalnya argumen dalam amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang penundaan pemilu menegaskan bahwa ‘operasi kekuasaan’ untuk menunda pemilu terbukti masih terus berjalan,” kata Umam kepada Kompas.com, Jumat (3/3/2023).
Umam mengatakan, modus operandi dalam perkara yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) ini tampak jelas. Awalnya, narasi penundaan pemilu digulirkan lewat ide perpanjangan masa jabatan presiden. Dilanjutkan dengan gagasan perpanjangan masa jabatan kepala desa, dan yang terbaru ide mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup.
Lantaran upaya-upaya tersebut gagal, dilakukan cara paling mudah dan efektif yakni dengan memanfaatkan jalur penegakan hukum. “Semua itu diorkestrasi sedemikian rupa untuk menghadirkan ketidakpastian persiapan menuju Pemilu 2024,” ujar Umam.
Menurut Umam, putusan PN Jakpus ini menguatkan dugaan indikasi terjadinya praktik autocratic legalism di mana kepentingan sempit (vested interest) dari elite-elite kekuasaan masuk ke ranah yudisial. Ini terlihat dari amar putusan yang seolah memperlihatkan ketidakpahaman Majelis Hakim bahwa mereka tak punya wewenang mengadili perkara perdata pemilu.
Putusan PN Jakpus tersebut seolah menunjukkan rendahnya kualitas pemahaman Majelis Hakim terhadap aturan perundang-undangan pemilu dan objek perkara yang ditanganinya. “Majelis Hakim yang dipertanyakan itulah yang membuka potensi dugaan adanya intervensi kekuasaan, di mana para elit-elit yang sejak awal berkepentingan menunda pemilu hendak cuci tangan dengan mengorkestrasi penundaan pemilu ini melalui permainan hukum,” kata Umam.
Umam pun menduga, Prima hanya sekadar pion kecil yang disiapkan untuk melancarkan agenda besar penundaan pemilu. Apalagi melihat gugatan partai pendatang baru terhadap KPU itu telah diajukan sedikitnya empat kali, mulai dari gugatan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan yang terbaru Pengadilan Negeri (PN).
“Jelas ada kekuatan besar di belakang pion kecil Prima,” tutur Umam. Umam mengajak masyarakat untuk lebih kritis terhadap perkara ini, melihat siapa-siapa saja elite penguasa yang sejak awal berkepentingan untuk menunda pemilu.
“Besar kemungkinan ada garis merah yang menghubungkan simpul-simpul kekuasaan itu dengan putusan PN Jaksel ini,” tutur dosen Universitas Paramadina tersebut.
Adapun Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) Mangapul Silalahi mengeklaim tak ada “bekingan” dalam upaya mereka menggugat KPU secara perdata ke PN Jakpus. Menurut Mangapul, upaya gugatan perdata ke PN Jakpus hanya bentuk keberatan karena partainya dua kali dinyatakan KPU tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
“Bekingan kami rakyat biasa kok. Ini partai gerakan, Bos,” kata Mangapul usai jumpa pers di kantor DPP Prima, Jakarta Pusat, (3/3/2023). Mangapul mengungkapkan, partainya enggan menanggapi opini berkembang di kalangan publik soal intervensi di balik gugatan mereka.
Prima, menurutnya, fokus pada proses hukum yang dijalani. Terutama, setelah KPU melontarkan rencana akan mengajukan banding atas putusan PN Jakpus. “Soal intervensi politik, bahwa kemudian ada isu penundaan pemilu, ada pesanan, segala macam, itu bukan ranah kami di situ,” kata Mangapul. “Ranah kami adalah partisipasi hak politik kami sebagai warga negara itu dipenuhi,” ujarnya lagi.
Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan Pemilu akan tetap berjalan. Mahfud lantas meyakini ada permainan belakang di balik putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang meminta agar pemilu ditunda sebab putusan dinilai salah kamar.
“Pemilu ini akan jalan, kita akan lawan habis-habisan putusan itu. Karena putusan itu salah kamar. Ibarat mau kawin, memperkuat akte perkawinan di pengadilan, itu kan harusnya ke pengadilan agama tapi masuknya ke pangadilan militer kan nggak cocok.
Sama ini, ini urusan hukum administrasi kok masuk hukum perdata, ada main mungkin di belakangnya, iyalah pasti ada main, pasti,” kata Mahfud seperti dilihat dari YouTube Kemenko Polhukam, Minggu (5/3/2023).
Mahfud mengatakan putusan penundaan pemilu bukan soal independensi hakim. Putusan terkait persoalan pemilu kata Mahfud, bukan wewenang peradilan umum.
“Ini bukan soal independensi hakim, kalau hakim itu nggak bisa diganggu gugat. Tapi kalau di kedokteran itu, independensinya misalnya pada kode etik diatur, tapi kalau ilmunya salah ada dewan sendiri, dokter, kalau ini dewan kode etik, ini dewan disiplin yang tersangkut ilmu. Lah ini kan ilmunya salah ini, ya jelas kalau pemilu itu pengadilannya di sana kok dia mutus, kan sudah ada dari MA. Kalau ada urusan administrasi masuk ditolak, kalau peraturan MA keluar, tidak da kasus yang sedang diperiksa nanti diputus tapi putusannya bukan wewenang pengadilan umum. Sudah ada Perma nNo 2 tahun 2019,” ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menegaskan pemerintah akan terus mendukung pemilu berjalan. menurut Mahfud, putusan PN Jakpus bisa diabaikan KPU jika sudah mengajukan banding.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menduga, ada “kekuatan besar” di balik putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. “Kita melihat Saudara-saudara sekalian bahwa ada suatu kekuatan besar di balik peristiwa pengadilan di PN Jakarta Pusat tersebut yang mencoba untuk menunda pemilu,” kata Hasto di Lapangan Banteng, Jakarta, Sabtu (4/3/2023). Hasto mengatakan, “kekuatan besar” itu mencoba menggunakan celah hukum untuk melakukan gerakan inkosntitusional menunda pemilu.
Sebab, ia menilai, pengadilan negeri semestinya tidak berwenang untuk memutus sengketa terkait penetapan peserta pemilu yang merupakan wewenang Badan Pengawas Pemilu atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, ia tidak menjawab lugas saat ditanya mengenai siapa sosok kekuatan besar itu, apakah berasal dari Istana atau partai politik. “Mereka paling tidak mampu menggunakan celah hukum yang harusnya tidak boleh dipakai,” kata Hasto.
Ia pun menyindir Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang gugatannya setelah tidak ditetapkan sebagai partai peserta pemilu berujung pada putusan menunda pemilu. Ia menyatakan, partai-partai politik semestinya sadar bahwa ada syarat untuk menjadi partai peserta pemilu. “Kita mau masuk perguruan tinggi pun memerlukan syarat yang ketat, bahkan kita masuk TK SD juga memerlukan suatu syarat tertentu,” kata Hasto.
“Ketidakpahaman terhadap ketentuan-ketentuan yang menjadi suatu kriteria bagi partai politik untuk bisa ikut pemilu sangat disesalkan oleh PDI Perjuangan dan itu tidak dipahami oleh Partai Prima,” ujar dia.
Menurut Zulkifli, putusan majelis hakim terhadap gugatan tersebut bukan menunda pemilu tetapi tidak melanjutkan sisa tahapan pemilu yang tengah berjalan. “Itu saya tidak mengartikan (menunda pemilu) seperti itu, tidak. Jadi silakan rekan-rekan mengartikan itu, tapi bahasa putusan itu ya menunda tahapan,” kata Zulkilfi, Kamis. Jadi rekan-rekan kalau mengartikan menunda pemilu itu, saya tidak tahu. Amar putusannya tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu,” kata dia.
Ketua DPP Bara JP, Walman Siagian menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) boleh melakukan banding jik tidak setuju dan tidak mau menjalankan putusan PN. “Kalau KPU tidak mau menjalankan putusan PN Jakpus, sebaiknya lakukan upaya Banding,” ucap Walman dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/3) sore.
Walman menjelaskan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama didepan hukum. Termasuk juga partai Prima sebagai badan hukum yang merasa dirugikan oleh KPU.
Menurutnya, dalam tahapan penentuan partai peserta pemilu, partai Prima sebagai penggugat merasa dirugikan hak nya oleh KPU. Dan dengan keputusannya, PN akhirnya memenangkan sebagian dari tuntutan partai prima yakni penundaan pemilu (Red/berbagai sumber).