STRATEGIC ASSESSMENT. Rusia menembaki permukiman hingga fasilitas medis di Kherson, Ukraina. Akibatnya, 4 orang dilaporkan tewas. Dilansir AFP, pasukan Rusia menembaki 71 peluru ke Kherson dari Sabtu (23/12) hingga Minggu (24/12) pagi. Serangan itu tertuju ke pusat kota.
“(Serangan tertuju) fasilitas infrastruktur penting” tulis Gubernur Kherson Oleksandr Prokudin di Telegram. Selain 4 orang tewas, serangan ini juga membuat 9 orang lainnya luka-luka. Termasuk satu anak-anak.
Presiden Ukraine Volodymyr Zelensky mengutuk serangan tersebut. “Penembakan teroris brutal yang dengan sengaja menargetkan infrastruktur sipil yang menopang kehidupan dan jalan-jalan biasa,” murka Zelensky.
Korban tewas di antaranya pria berusia 87 tahun dan istrinya yang berusia 81 tahun. Keduanya tewas setelah peluru artileri menghantam tempat tinggal mereka.
Tim penyelamat juga menemukan seorang anak laki-laki yang tewas di bawah reruntuhan. Zelensky mengatakan bahwa tim perbaikan akan “bekerja sepanjang waktu untuk memulihkan pasokan listrik dan panas” ke Kherson.
Anggota parlemen wanita Ukraina, Mariana Bezuglaya mendapatkan kenyataan yang mengagetkan ketika melakukan jajak pendapat soal wajib militer bagi wanita di negeri itu.
Sebagian besar warga yang menanggapi jajak pendapat melalui Facebook tersebut siap untuk ‘angkat kaki’ dari Ukraina dan ‘membuang’ paspor negara mereka.
Artinya mereka lebih memilih melepaskan kewarganegaraan Ukraina untuk menghindari peperangan melawan serdadunya Vladimir Putin. Saat ini Ukraina mengalami krisis militer, jumlah tentaranya terus menyusut karena menjadi korban perang dan melarikan diri ke luar negeri.
Sementara warganya banyak yang menolak mendaftarkan diri menjadi tentara, mereka lebih memilih menyuap para perekrut militer daripada mati memerangi pasukan Rusia.
Mariana Bezuglaya, ‘tangan kanan’ partai berkuasa pimpinan Presiden Vladimir Zelensky, awalnya bertanya kepada pengikut perempuan apakah mereka akan menyerahkan paspor Ukraina mereka untuk menghindari potensi mobilisasi paksa ke “posisi belakang” di industri militer.
Meskipun anggota parlemen menekankan bahwa posisi tempur garis depan saat ini tidak mungkin dilakukan oleh perempuan, sekitar 65 persen dari lebih dari 3.800 responden mengatakan mereka akan melepaskan kewarganegaraan mereka daripada mengambil risiko.
Dalam dua jajak pendapat lanjutan, anggota parlemen bertanya-tanya apakah perempuan setidaknya akan mempertimbangkan untuk mendaftar ke otoritas militer untuk potensi mobilisasi di masa depan, sebagai imbalan untuk membuka kembali perbatasan bagi laki-laki, atau untuk demobilisasi mereka yang telah bertugas selama dua tahun.
Hanya 17% dan 22% responden yang setuju ikut dalam wajib militer mempertahankan negara mereka.
Dalam “survei eksperimental” terakhirnya pada hari Senin, Bezuglaya menjawab pertanyaan serupa kepada para pria: “Agar tidak dimobilisasi, apakah saya siap melepaskan kewarganegaraan Ukraina?” Lebih dari 4.300 pengguna ikut serta dalam jajak pendapat tersebut, dengan 73% menyatakan bahwa mempertahankan paspor Ukraina mereka tidak sebanding dengan risikonya.
Bezuglaya saat ini menjabat wakil ketua komite parlemen untuk Keamanan Nasional, Pertahanan dan Intelijen.
Ia terkenal karena mengusulkan rancangan undang-undang pada Mei 2022 yang memungkinkan perwira Ukraina mengeksekusi tentara karena pembangkangan tanpa pengadilan.
Awal bulan ini, anggota parlemen tersebut memperingati Hari Relawan Internasional dengan mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah mendaftar menjadi militer, namun menuntut lebih banyak wajib militer dan mendesak perempuan untuk bergabung dalam militer.
Wanita berusia 35 tahun ini mengaku telah menjalani pelatihan militer pada tahun 2015, ketika pemerintah di Kiev melancarkan “operasi anti-teroris” terhadap penduduk Donbass. Dorongan Kiev untuk merekrut lebih banyak pasukan menyusul serangan balasan musim panas yang mengecewakan, yang menurut perkiraan Kementerian Pertahanan Rusia telah menyebabkan Ukraina kehilangan lebih dari 125.000 tentara.
Bulan lalu, Zelensky menjanjikan “proposal komprehensif” untuk mereformasi sistem wajib militer, yang belum diumumkan. Menurut intelijen Rusia, para pendukung Ukraina di Barat telah menuntut agar rancangan undang-undang tersebut diperluas ke kalangan remaja, pria lanjut usia, dan wanita.
Pemerintah Rusia mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat (AS) jika Washington merampas aset-aset Moskow yang dibekukan karena perangnya di Ukraina. “Amerika tidak boleh bertindak berdasarkan ilusi…bahwa Rusia berpegang teguh pada hubungan diplomatik dengan negara itu,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov dilansir Interfax.
Uni Eropa telah mengusulkan penggunaan pendapatan yang dihasilkan dari sekitar USD300 miliar dana cadangan bank sentral Rusia yang dibekukan setelah invasi ke Ukraina untuk membiayai rekonstruksinya.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia dapat membalas dengan skenario yang sama terhadap aset-aset Barat. Menurutnya, perampasan atau penyitaan aset akan menimbulkan pukulan serius terhadap sistem keuangan internasional dan bahwa Rusia akan mempertahankan haknya di pengadilan dan melalui cara lain jika hal itu terjadi.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Kamis mengatakan negara-negara Barat yang memperkirakan Rusia akan runtuh adalah tindakan yang salah dan seharusnya membiarkan perekonomian mereka mendapat manfaat dari kerja sama. AS dan sekutunya telah menargetkan Rusia dengan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam upaya untuk menghukum Moskow atas perangnya di Ukraina. Namun Moskow telah beradaptasi terhadap tekanan tersebut, menurut analisis pemerintah Rusia dan Barat.
Putin mengangkat masalah ini dalam pertemuan Dewan Pembangunan Strategis dan Proyek Nasional, di mana dia menggambarkan hubungan komersial Rusia yang berkembang pesat dengan negara-negara non-Barat. Namun dia mencatat bahwa Moskow tidak menutup pintu terhadap Barat.
“Sudah waktunya bagi mereka [para pemimpin Barat] untuk berhenti bersikap bodoh dan menunggu kami runtuh. Semua orang kini menyadari bahwa jika mereka ingin mendapat manfaat dari kerja sama dengan Rusia, mereka harus melakukannya,” kata Putin.