STRATEGIC ASSESSMENT. Brigade Al Quds, sayap bersenjata kelompok Jihad Islam Palestina yang berbasis di Gaza, menyerang kota-kota selatan Israel. Sirene-sirene di Negeri Zionis pun memekik kencang. Dalam unggahan di Telegram, Brigade al-Quds menyatakan serangan itu sebagai balasan atas “kejahatan musuh Zionis terhadap rakyat kami pagi ini.”
Pernyataan itu dirilis bersamaan dengan sirene yang nyaring terdengar di Kota Ashkelon, selatan Israel.
Bukan cuma di Ashkelon, Israel’s Home Front Command juga menyatakan bahwa sirene penanda serangan udara terdengar di permukiman Yad Mordechai dan Nativ Hatara. Keduanya juga berada di selatan Israel, yang berdekatan dengan Gaza.
Hamas, sementara itu, menyatakan gencatan senjata bukan solusi untuk menghentikan pertempuran. Juru bicara Hamas Osama Hamdan mengatakan “solusi sebenarnya adalah menemukan mekanisme untuk mengakhiri pendudukan [Israel] ini.”
Merespons serangan ini, Qatar selaku mediator kedua belah pihak menyatakan bombardir Israel di Gaza telah membuat rumit proses negosiasi untuk gencatan senjata lanjutan.
“Pemboman yang terus berlanjut di Jalur Gaza pada jam-jam pertama setelah berakhirnya jeda mempersulit upaya mediasi dan memperburuk bencana kemanusiaan di Jalur Gaza,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Qatar dalam unggahan di X.
Mayor Jenderal Yitzhak Brick, seorang petinggi dan pimpinan di pasukan cadangan Tentara Israel (IDF), menyatakan kekhawatirannya tentang operasi militer IDF di Jalur Gaza utara.
Kekhawatiran Brick tersebut, menurut media Israel, terkait aktivitas Hamas yang masih berlangsung ‘lancar’ meski Israel sudah melakukan bombardemen dan invasi darat skala besar ke Gaza selama sekitar 50 hari sebelum gencatan senjata.
“Hamas memindahkan tahanan dari wilayah yang seharusnya berada di bawah kendali tentara di utara Gaza,” kata Brick. Melihat Hamas yang melenggang bebas di Gaza, pasukan pendudukan Israel, kata Brick, masih jauh dari kata sukses soal tujuan operasi militer mereka di Gaza.
Brick juga menyoroti kalau Hamas “masih memiliki puluhan ribu pejuang, sementara IDF justru membutuhkan rehabilitasi setelah perang selama beberapa waktu ini.
Dalam pengakuannya, Brick menyatakan kalau militer Israel tidak memiliki kapasitas untuk menangani perang di berbagai lini secara bersamaan.
“Saat ini, angkatan udara (Israel) tidak memenangkan perang dan Angkatan Udara Israel tidak dapat menghentikan satu pun rudal (musuh),” katanya merujuk pada banyaknya teritorial Israel yang dihajar rudal berbagai milisi mulai Hamas di Palestina hingga Hizbullah di Lebanon.
Selain itu, Brick juga menyoroti pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yang mengatakan “tidak ingin melihat korban sipil di Gaza selatan.”
Invasi IDF selalui didahului oleh bombardemen serangan udara yang mengakibatkan kerusakan besar. Jika pasca-gencatan senjata Israel menyatakan ingin memperluas operasi militer ke selatan Gaza, itu artinya wilayah yang mereka tunjuk sendiri sebagai lokasi pengungsian warga Gaza utara, juga akan rata tanah.
Menurut Brick, invasi yang didahului serangan udara adalah taktik militer yang wajib dilakukan IDF. Dia memperingatkan, jika meratakan rumah dilarang, maka tentara Israel akan masuk tanpa dukungan (pasukan) udara dan artileri.
“Sehingga akan mengakibatkan lebih banyak korban di pihak kami,” kata Brick.
Media Israel melaporkan pada Minggu (26/11/2023) kalau para tawanan Israel yang dibebaskan Hamas, ditahan di bagian utara Jalur Gaza.
Hal ini menjadi catatan penting karena Gaza Utara adalah wilayah utama invasi darat tentara pendudukan Israel yang fokus melalukan bombardemen sejak perang dilancarkan hampir sebulan yang lalu.
Sebelumnya juga pada Minggu, outlet berita Israel mengatakan para tawanan yang dibebaskan oleh Hamas pada Sabtu dipindahkan dari Kota Gaza di hadapan penduduk kota tersebut.
Hal ini menunjukkan kalau selama ini berarti para sandera Israel ditahan di tempat tentara IDF beroperasi.
Hal yang mengerikan bagi IDF adalah, selama ini mereka tidak mampu membebaskan sandera ‘di depan’ kepala mereka sendiri.
Lebih mengerikan lagi, lokasi mereka beroprasi di Gaza Utara adalah area bercokolnya Hamas yang tidak mereka lihat.
Sementara itu, seorang pejabat keamanan senior di tentara Israel juga menyatakan keprihatinannya mengenai wilayah di Gaza utara yang telah dimasuki militer IDF.
“Meskipun tentara Israel telah menguasai wilayah di Jalur Gaza utara, kehadiran Hamas tetap kuat, terutama dengan jaringan terowongan bawah tanah yang memungkinkan para pejuang untuk tinggal di dalamnya selama beberapa bulan,” kata perwira tersebut.
Mengomentari situasi saat ini di Jalur Gaza, media Israel menyatakan kalau “dari sudut pandang praktis, tentara Israel kalah,” dan menambahkan bahwa “ada masalah yang sedang dihadapi pasukan [Israel] di Gaza selama gencatan senjata.”
Di antara tantangan-tantangan ini adalah ketidakmampuan untuk melemahkan Hamas meskipun IDF sudah melakukan pemboman besar-besaran, yang diluncurkan bersamaan dengan pengepungan dan blokade total.
Menyusul pengumuman gencatan senjata, media Israel mengatakan pada Senin. “Siapa pun yang berduka atas Hamas harus melihat hari ini; setelah 49 hari bertempur, Hamas telah membuktikan bahwa mereka tetap kuat dan menguasai Gaza.”
Adapun Mayor Jenderal Yitzhak Brick, lebih jauh mengungkapkan kelemahan lain dari pertahanan Israel.
Dia mengungkapkan keheranannya atas tidak pecahnya perang dalam konfrontasi baru-baru ini antara milisi perlawanan Lebanon dan pendudukan Israel di perbatasan utara.
Brick berkomentar, saat Hamas menyerang pada 7 Oktober 2023 lewat Operasi Banjir al-Aqsa, Israel dalam posisi sangat rentan di perbatasan.
Unit khusus Hizbullah, Pasukan Radwan, kata dia, akan secara mudah memasuki wilayah Israel di perbatasan.
“Merupakan keajaiban bahwa perang tidak meletus dan Pasukan Radwan tidak masuk pada hari itu,” katanya tentang tanggal 7 Oktober.
Ia mengatakan Pasukan Radwan berpotensi masuk dan mengacak-acak Haifa dan Tabarayya, dua Kota Israel, karena tidak ada pertahanan di front utara.
Pada saat yang sama, katanya, Pasukan Radwan bisa saja menargetkan seluruh infrastruktur.
“(Jika itu terjadi) Pada saat itu, Israel sudah tidak ada lagi,” menganalisis dampak kerusakan jika saat itu Pasukan Radwan benar-benar menyerang.
Brick menyimpulkan dengan menyatakan kalau “Israel” belum bersiap menghadapi perang regional dalam 20 tahun terakhir.
“Ketika ribuan rudal dari Yaman dan Iran mencapai wilayah Israel, kami tidak memiliki kemampuan untuk menghentikannya,” kata dia.
Suara Melissa Barrera untuk Palestina seperti riak-riak di Hollywood, kecil tapi menggema panjang hingga akhirnya mengusik banyak orang tak hanya para eksekutif di Scream VII yang memecatnya.
Kini sudah lebih dari 1.300 aktor dan artis telah menandatangani surat yang mengecam apa yang mereka sebut sebagai penyensoran terhadap pembicaraan mengenai Palestina, termasuk pemecatan bintang Scream VII, Melissa Barrera.
Surat itu diterbitkan oleh Artists for Palestine UK pada hari Kamis (30/11). Di antara para penandatangan adalah pemenang Oscar Olivia Colman, Harriet Walter (Succession, Star Wars: The Force Awakens), Aimee Lou Wood (Sex Education), Siobhán McSweeney (Derry Girls), Paapa Essiedu (I May Destroy You), Youssef Kerkour ( Napoleon), Nicola Coughlan (Derry Girls, Bridgerton), Lolly Adefope (Ghosts), dan Emma Seligman (sutradara, Bottoms).
Surat tersebut ditujukan kepada sektor seni dan budaya dan menuduh banyak institusi budaya di negara-negara barat secara sistematis menindas, membungkam, dan menstigmatisasi suara serta perspektif terhadap Palestina.
“Ini termasuk menargetkan dan mengancam penghidupan para seniman dan pekerja seni yang mengekspresikan solidaritas terhadap warga Palestina, serta membatalkan pertunjukan, pemutaran film, pembicaraan, pameran dan peluncuran buku,” tulisnya.
Surat tersebut mengutip berbagai insiden, sebagian besar berfokus pada dunia seni dan sastra Inggris, tetapi juga termasuk pemecatan Barrera dari Scream VII. Kabar tersiar pada 21 November bahwa dia dikeluarkan dari sekuelnya karena serangkaian postingan di media sosial tentang konflik di Gaza, dan pemecatannya menimbulkan kontroversi.
Lalu pembatalan pameran seniman ternama Ai Wei di London setelah postingannya di media sosial tentang Gaza; pemecatan pemimpin redaksi David Velasco dari publikasi seni Artforum; dan penulis Palestina Adania Shibli tidak diundang menerima penghargaan LiBeraturpreis di pameran buku Frankfurt. Surat tersebut juga mengutip pernyataan PBB yang berjudul berbicara tentang Gaza/Israel harus diizinkan.
“Meski ada tekanan, ribuan seniman tetap mengikuti hati nurani mereka dan terus bersuara,” tulis surat itu.
“Kebebasan berekspresi, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa adalah tulang punggung kehidupan kreatif kita, dan fundamental bagi demokrasi.”
Surat tersebut mencantumkan berbagai seruan untuk bertindak di sektor seni dan budaya, termasuk secara terbuka menuntut gencatan senjata permanen, memperkuat karya seniman Palestina, dan menolak kolaborasi dengan institusi atau badan yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang parah.
“Jika kita tetap diam ketika menghadapi ketidakadilan massal dan memburuknya krisis kemanusiaan, maka hal ini merupakan pelanggaran terhadap kewajiban moral,” lanjut pernyataan tersebut.
“Membungkam secara aktif para seniman dan pekerja yang berprinsip dan memenuhi tanggung jawab ini adalah kegagalan memenuhi kewajiban hukum mengenai kebebasan berekspresi dan anti-diskriminasi.”