STRATEGIC ASSESSMENT. Sejumlah negara memilih untuk memutus hubungan diplomatik dengan Israel. Setidaknya delapan negara telah menarik duta besar mereka sejak Israel melancarkan perang melawan kelompok militan Hamas di Gaza, Palestina sekitar lebih dari sebulan lalu.
Konflik yang terus terjadi antara Palestina dan Israel telah memicu berbagai respons dari berbagai negara di seluruh dunia. Sebagai bentuk protes, setidaknya delapan negara telah menarik duta besarnya dari Israel. Bolivia telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pada 31 Oktober 2023 lalu karena Israel terus menggempur Jalur Gaza, Palestina. Bolivia juga menjadi salah satu negara pertama yang secara aktif memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel karena perang di Gaza.
“Bolivia memutuskan hubungan diplomatik dengan negara Israel sebagai penolakan dan kecaman atas serangan militer Israel yang agresif dan tidak proporsional yang terjadi di Jalur Gaza,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Freddy Mamani.
Bolivia sebelumnya pernah memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pada tahun 2009 di bawah pemerintahan Presiden sayap kiri Evo Morales, juga sebagai protes terhadap tindakan Israel di Gaza. Namun pada tahun 2020, pemerintahan Presiden sementara sayap kanan Jeanine Anez membangun kembali hubungan.
Pada awal November, Kolombia mengumumkan bahwa mereka menarik duta besarnya dari Israel dan mengutuk pembunuhan warga sipil di Gaza. Dalam pernyataannya, pemerintah Kolombia menekankan perlunya gencatan senjata dan mendesak pemerintah Israel untuk mengikuti hukum internasional dalam upayanya melenyapkan Hamas.
Dilansir dari Al Jazeera, Presiden Kolombia Gustavo Petro melalui akun media sosial X miliknya mengutuk bombardir Israel terhadap Gaza, dengan menyebut tindakan tersebut sebagai upaya genosida yang telah menewaskan sebanyak lebih dari 9.000 orang.
“Itu disebut genosida, mereka melakukannya untuk menghilangkan warga Palestina dari Gaza sehingga mereka bisa mengambil alihnya,” tulis Gustavo Petro melalui akun X-nya.
Chile menjadi salah satu negara yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel. Presiden Chile Gabriel Boric mengutuk tindakan Israel di Jalur Gaza. Chile mengumumkan telah menarik duta besarnya dari Israel bersamaan dengan Kolombia dan Bolivia.
Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Chile mengatakan bahwa mereka prihatin dengan keadaan Gaza. Menurut mereka, Israel telah melanggar hukum internasional dalam serangannya di Gaza. Pemerintah Chile juga menyebut bahwa operasi Israel adalah hukuman kolektif terhadap penduduk sipil Palestina di Gaza.
Parlemen Bahrain mengatakan bahwa duta besarnya untuk Israel telah kembali ke negaranya, Sementara duta besar Israel untuk Bahrain sudah pergi. Tindakan Bahrain untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan Israel merupakan respons terhadap serangan Israel di Gaza yang menewaskan ribuan warga Palestina.
Sejumlah negara memilih untuk memutus hubungan diplomatik dengan Israel. Setidaknya delapan negara telah menarik duta besar mereka sejak Israel melancarkan perang melawan kelompok militan Hamas di Gaza, Palestina sekitar lebih dari sebulan lalu.
Konflik yang terus terjadi antara Palestina dan Israel telah memicu berbagai respons dari berbagai negara di seluruh dunia. Sebagai bentuk protes, setidaknya delapan negara telah menarik duta besarnya dari Israel.
Berikut adalah daftar negara yang putus hubungan diplomatik dengan Israel. Bolivia telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pada 31 Oktober 2023 lalu karena Israel terus menggempur Jalur Gaza, Palestina. Bolivia juga menjadi salah satu negara pertama yang secara aktif memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel karena perang di Gaza.
“Bolivia memutuskan hubungan diplomatik dengan negara Israel sebagai penolakan dan kecaman atas serangan militer Israel yang agresif dan tidak proporsional yang terjadi di Jalur Gaza,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Freddy Mamani pada konferensi pers.
Bolivia sebelumnya pernah memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pada tahun 2009 di bawah pemerintahan Presiden sayap kiri Evo Morales, juga sebagai protes terhadap tindakan Israel di Gaza. Namun pada tahun 2020, pemerintahan Presiden sementara sayap kanan Jeanine Anez membangun kembali hubungan.
Pada awal November, Kolombia mengumumkan bahwa mereka menarik duta besarnya dari Israel dan mengutuk pembunuhan warga sipil di Gaza. Dalam pernyataannya, pemerintah Kolombia menekankan perlunya gencatan senjata dan mendesak pemerintah Israel untuk mengikuti hukum internasional dalam upayanya melenyapkan Hamas.
Dilansir dari Al Jazeera, Presiden Kolombia Gustavo Petro melalui akun media sosial X miliknya mengutuk bombardir Israel terhadap Gaza, dengan menyebut tindakan tersebut sebagai upaya genosida yang telah menewaskan sebanyak lebih dari 9.000 orang. “Itu disebut genosida, mereka melakukannya untuk menghilangkan warga Palestina dari Gaza sehingga mereka bisa mengambil alihnya,” tulis Gustavo Petro melalui akun X-nya.
Chile menjadi salah satu negara yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel. Presiden Chile Gabriel Boric mengutuk tindakan Israel di Jalur Gaza. Chile mengumumkan telah menarik duta besarnya dari Israel bersamaan dengan Kolombia dan Bolivia.
Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Chile mengatakan bahwa mereka prihatin dengan keadaan Gaza. Menurut mereka, Israel telah melanggar hukum internasional dalam serangannya di Gaza. Pemerintah Chile juga menyebut bahwa operasi Israel adalah hukuman kolektif terhadap penduduk sipil Palestina di Gaza.
Parlemen Bahrain mengatakan bahwa duta besarnya untuk Israel telah kembali ke negaranya, Sementara duta besar Israel untuk Bahrain sudah pergi. Tindakan Bahrain untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan Israel merupakan respons terhadap serangan Israel di Gaza yang menewaskan ribuan warga Palestina.
“Dewan Perwakilan menegaskan bahwa duta besar Israel di kerajaan Bahrain telah meninggalkan Bahrain dan kerajaan Bahrain telah memutuskan untuk mengembalikan duta besar Bahrain untuk Israel,” kata parlemen dalam sebuah pernyataan, menurut Reuters.
Pemerintah Afrika Selatan mengumumkan bahwa mereka menarik duta besarnya dari Israel dan mengakhiri misi diplomatiknya ke negara tersebut. Menteri Kepresidenan Khumbudzo Ntshavheni mengatakan bahwa Kabinet kecewa dengan penolakan Pemerintah Israel untuk menghormati hukum internasional dan resolusi PBB tanpa mendapat hukuman.
“Pemerintah Afrika Selatan telah memutuskan untuk menarik semua diplomatnya di Tel Aviv untuk berkonsultasi,” kata Khubudzo Ntshavheni dalam konferensi pers yang dimuat The Hill.
Yordania juga menarik duta besarnya dari Israel sebagai protes atas perang yang sedang berlangsung di Gaza yang telah menyebabkan sekitar 10.000 orang tewas. Yordania merupakan sekutu utama AS di Timur Tengah dan telah menampung banyak pengungsi Palestina dari generasi ke generasi.
Yordania telah berulang kali menyerukan gencatan senjata dan solusi dua negara antara Palestina dan Israel. Bahkan Raja Abdullah II bertemu untuk kedua kalinya dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken sejak perang pecah untuk membahas konflik di wilayah tersebut.
Turki juga telah mengumumkan penarikan duta besarnya untuk Israel karena penolakan Israel untuk menerima gencatan senjata di Gaza. Presiden Turki Recep Tayyip Erdoan menuduh pemerintah Israel dengan sengaja melanggar hukum internasional dan membunuh warga sipil di Gaza dalam upaya untuk “secara bertahap menghapus” warga Palestina dari sejarah.
Menurut laporan Euro News, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa dia memutuskan semua kontak dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena tindakan Israel di Jalur Gaza. “Netanyahu bukan lagi seseorang yang bisa kami ajak bicara. Kami sudah menyerah terhadapnya,” kata Erdogan, menurut komentar yang dilansir media Turki.
Presiden Honduras Xiomara Castro juga mengumumkan telah menarik duta besarnya dari Israel dalam pernyataan yang diposting ke X. Alasan Castro memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel karena situasi kemanusiaan serius yang diderita penduduk sipil Palestina di Jalur Gaza.
Kementerian Luar Negeri mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “Honduras dengan penuh semangat mengutuk genosida dan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional yang diderita penduduk sipil Palestina di Jalur Gaza,” lapor The Associated Press.
Abu Ubaidah yang menjadi juru bicara Al Qassam Hamas ini mendadak jadi sorotan usai video miliknya yang mengandung pernyataan tentang perang Hamas dan Israel menuai banyak perhatian di sosial media dunia. Dalam pidatonya, Abu Ubaidah menegaskan jika perang berlangsung di beberapa daerah dekat perbatasan utara Gaza, termasuk Zikim, Sufa, dan Mefalsim. Dia juga menyatakan jika Hamas telah berhasil menyandera kelompok baru Israel ke jalur Gaza. Juru bicara Hamas tersebut juga menyebutkan jika Hamas telah mendokumentasikan kasus-kasus di mana pasukan Israel membunuh sejumlah tawanan Israel yang ditahan Hamas, menurut laman Times of Israel.
Sosok Abu Ubaidah yang berani berbicara di depan umum dan memberikan ancaman besar terhadap Israel tentunya membuat juru bicara tersebut mendapat perhatian khusus dari militer Israel. Bahkan dikatakan jika para petinggi militer Israel perlu sangat waspada dan berhati-hati akan gerak-geriknya di medan perang. Sebab, sekali Abu Ubaidah memberikan pidatonya, bisa jadi itu adalah ancaman yang besar bagi Israel.
Terlebih, sampai saat ini wajah juru bicara Hamas tersebut belum diketahui secara pasti. Karena setiap kemunculannya, dia selalu menutup wajahnya dengan sorban. Bahkan identitas aslinya sendiri masih belum diketahui dengan pasti. Israel menduga bahwa nama Abu Ubaidah itu adalah nama samaran yang berasal dari sahabat Nabi Muhammad SAW, Abu Ubaidah ibn al-Jarrah. Hal tersebut tentunya membuat sosok Abu Ubaidah sangatlah misterius. Mengingat dirinya telah ditetapkan menjadi juru bicara Hamas sejak tahun 2005 silam.
Kemunculan pertamanya sendiri terjadi pada tahun 2006, ketika dia mengumumkan penangkapan tentara Israel Gilad Shalit. Pada bulan Juni 2020, Abu Ubaidah kembali muncul setelah Israel berencana untuk mencaplok Tepi Barat. Dia juga muncul di tahun 2021, dengan mengatakan bahwa menyerang Tel Aviv, Dimona, Ashdod, Ashkelon dan Beersheba “lebih mudah bagi kami daripada minum air.”
Retorika Abu Ubaidah yang gagah berani tanpa rasa takut inilah yang membuat Israel segan padanya. Karena dengan kata-kata yang muncul darinya, bisa saja kelompok militan akan semakin besar dan pendukung Palestina akan semakin banyak.
Perwakilan senior Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) Palestina, Osama Hamdan, mengatakan apa yang dihadapi Israel saat ini hanyalah permulaan.
Osama Hamdan mendesak PBB dan komunitas internasional untuk melindungi rumah sakit di Jalur Gaza. Ia masih menunggu keputusan KTT darurat Arab untuk membuka blokade Israel agar bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Jalur Gaza.
Selain itu, Osama Hamdan mengomentari tuduhan Israel tentang Hamas yang menyandera orang-orang di Rumah Sakit Rantisi.
“Klaim tersebut mengungkapkan keadaan psikologis tentara yang kalah,” kata Osama Hamdan, dikutip dari Haaretz.
Hamas mengklaim berhasil membunuh 47 perwira dan tentara Israel serta melukai 250 tentara lainnya. Hamas mengatakan berhasil menghancurkan 22 kendaraan dengan bom dan aksi gerilya. “Pejuang kami masih terus terlibat bentrokan dan meledakkan kendaraan di semua poros di Jalur Gaza,” tulis Hamas dalam pernyataan.