STRATEGIC ASSESSMENT. Korban tewas akibat serangan Israel ke Jalur Gaza, Palestina, semakin bertambah. Jumlah korban yang meninggal sebanyak sembilan ribu jiwa.
Dilansir The Guardian, Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan jumlah korban tewas sebanyak 9.061 orang. Jumlah itu merupakan total korban sejak serangan Israel pada 7 Oktober lalu yang disebut menjawab serangan dari kelompok Hamas.
Dari jumlah korban tewas itu, 3.760 orang di antaranya ialah anak-anak serta 2.326 perempuan. Selain itu, 32.000 orang lainnya terluka.
“Mereka yang tewas termasuk 3.760 anak-anak serta 2.326 perempuan,” menurut laporan tersebut.
Kementerian Kesehatan Gaza memperkirakan sekitar 2.030 orang masih terjebak di reruntuhan. Dengan begitu, jumlah korban tewas diperkirakan akan bertambah.
Sementara itu, dilansir AFP, Kementerian Kesehatan juga mengatakan sedikitnya 27 orang tewas dalam serangan Israel di dekat sebuah sekolah yang dikelola PBB di kamp pengungsi Jabalia.
Serangan Israel di Jalur Gaza turut menyasar pada tempat ibadah seperti masjid. Kantor berita setempat melaporkan, total masjid yang menjadi korban serangan Israel berjumlah 162 bangunan.
“Serangan Israel telah menghancurkan 52 masjid dan 110 lainnya mengalami kerusakan,” ujar Kepala Kantor Berita Pemerintah, Salama Maarouf.
Menurut keterangannya, dikutip dari Al Jazeera Arab, total 162 masjid yang diserang Israel terdiri dari 52 masjid yang hancur total dan 110 masjid yang mengalami kerusakan berat. Hitungan ini didasarkan dari serangan Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023
Sebelumnya, Maarouf melaporkan bahwa sebanyak 47 masjid mengalami kehancuran total per Minggu, 29 Oktober 2023. Dengan kata lain, ada penambahan 5 masjid yang menjadi sasaran serangan dalam kurun waktu 3 hari.
Tidak hanya masjid, Maarouf juga mengatakan, pasukan Israel menyerang tiga gereja hingga mengalami kerusakan hingga menghancurkan 82 kantor pemerintah dan puluhan lembaga pelayanan serta fasilitas umum.
“212 sekolah mengalami kerusakan dalam berbagai tingkat akibat serangan tersebut dan 45 sekolah tidak dapat beroperasi,” paparnya.
Selain itu, Maarouf mengatakan, sejauh ini sudah sebanyak 2.510 pelajar menjadi korban dalam serangan Israel. Ia juga menyebut bahwa serangan tersebut telah membuat Jalur Gaza menjadi zona bencana.
“Zona bencana dengan lebih dari 1,5 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka, mencari perlindungan di tempat penampungan,” tuturnya.
Dilaporkan Palestinian News & Information Agency (WAFA), per Kamis (2/11/2023), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Gaza mencatat, sebanyak 9.159 warga Palestina tewas dan lebih dari 24.000 orang lainnya mengalami luka-luka dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza dan peluru tentara di Tepi Barat sejak agresi Israel dimulai pada 7 Oktober.
Pihaknya merinci, sebanyak 9.025 orang tewas di Jalur Gaza dengan lebih dari 73 persen di antaranya adalah anak-anak, wanita, dan orang tua, sementara ada lebih dari 22.000 orang yang mengalami luka-luka. Di Tepi Barat, sebanyak 134 orang menjadi korban tewas dan 2.100 orang lainnya terluka.
Prancis bereaksi atas serangan terhadap gedung lembaga kebudayaannya oleh Israel di Gaza. Prancis menuntut Israel memberi penjelasan atas serangan tersebut.
Dilansir AFP, Menteri Luar Negeri Paris Catherine Colonna menyebut pihaknya heran dengan Israel yang turut membombardir lembaga kebudayaan di Prancis. Dia engaku tidak paham maksud Israel.
“Hari ini kami mengumumkan kepada publik bahwa Institut Kebudayaan Prancis di Gaza diserang beberapa hari yang lalu dengan cara yang menimbulkan keheranan, ketidakpahaman dan membuat Prancis meminta penjelasan dari pihak berwenang Israel,” kata Colonna kepada media Prancis saat berkunjung ke ibu kota Nigeria. Abuja.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu merespons terkait desakan untuk melakukan gencatan senjata sementara di Gaza. Dia menegaskan tidak akan menyetujui gencatan senjata sementara.
“Kami melanjutkan dengan seluruh kekuatan kami,” kata Netanyahu dilansir AFP. Netanyahu menegaskan tidak akan ada gencatan senjata di Gaza. Dia mengungkit pembebasan sandera.
“Israel menolak gencatan senjata sementara yang tidak mencakup pembebasan sandera kami,” ucapnya.
Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, menegaskan pihaknya tidak takut terhadap kapal perang Amerika Serikat (AS) yang disiagakan di laut Mediterania buntut perang antara Israel dan Hamas. Hassan menegaskan pihaknya siap menghadapi Amerika Serikat.
Dilansir AFP, Hassan Nasrallah mengatakan kelompoknya yang didukung Iran tidak takut terhadap kapal perang AS dan “semua opsi” terbuka untuk perluasan konflik Israel-Hamas ke Lebanon. Hassan menyampaikan sesungguhnya Amerika Serikat bertanggungjawab atas perang yang terjadi di Gaza.
“Amerika sepenuhnya bertanggung jawab atas perang yang sedang berlangsung di Gaza dan rakyatnya, dan Israel hanyalah alat eksekusi,” kata Nasrallah dalam siaran televisi.
“Siapapun yang ingin mencegah perang regional, dan ini ditujukan kepada Amerika, harus segera menghentikan agresi di Gaza,” lanjut dia.
Dia pun menuding Amerika Serikat lah yang menghalangi gencatan senjata dan mengakhiri agresi di Gaza. Dia juga menekankan tidak akan takut menghadapi Amerika Serikat yang ditudingnya sebagai dalang peperangan di Gaza.
“Armada anda di Mediterania tidak membuat kami takut, kami siap menghadapi armada anda,” kata Nasrallah, yang juga berbicara kepada Amerika Serikat.
Sejumlah negara sudah menarik duta besarnya dari Israel. Mereka tidak setuju dengan sikap Israel yang membantai warga sipil di Jalur Gaza dan Palestina pada umumnya, beberapa pekan terakhir ini.
Dilansir Al Arabiya, ada Bolivia, Chile, dan Kolombia yang menarik ambasadornya dari Tel Aviv. Tak hanya dari negara Amerika Latin, dari kawasan Timur Tengah ada Yordania dan Bahrain yang melakukan langkah serupa. Pemerintah Bolivia mengumumkan untuk memutus hubungan diplomatik dengan Israel. Bolivia tercatat sebagai negara pertama di Amerika Selatan yang memilih memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pascaserangan Israel ke Palestina sejak 7 Oktober lalu. Serangan tersebut telah menewaskan ribuan orang hingga saat ini.
“Pemerintah telah memutuskan untuk memutus hubungan diplomatik dengan negara Israel sebagai penolakan dan kecaman atas serangan militer Israel yang agresif dan tidak proporsional yang dilakukan di Jalur Gaza,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Bolivia Freddy Mamani dalam konferensi pers seperti dilansir AFP.
Menteri Kepresidenan Bolivia, Maria Nela Prada, mengatakan negaranya juga mendesak Israel untuk mengakhiri serangan ke Jalur Gaza. Pemerintah Bolivia juga segera mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
“Kami menuntut diakhirinya serangan di Jalur Gaza yang sejauh ini telah menyebabkan kematian ribuan warga sipil dan pengungsian paksa warga Palestina,” katanya pada konferensi pers yang sama.
Sikap Bolivia ini sebelumnya pernah terjadi pada tahun 2009 silam. Di tahun tersebut pemerintah Bolivia juga memilih memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel. Hubungan kedua negara tersebut baru membaik sekitar tahun 2019.
Chile berpendapat Israel sudah melakukan pelanggaran kemanusiaan lewat agresinya di Gaza. “Chile mengutuk keras dan mengamati dengan penuh keprihatinan… operasi militer ini,” kata Kementerian Luar Negeri Chile dalam sebuah pernyataan.
Israel berdalih memburu Hamas lewat serangan ke Gaza itu. Namun demikian, masyarakat sipil banyak yang tewas. Ini sama saja, kata Chile, dengan ‘hukuman kolektif’ terhadap semua orang Gaza yang tidak bersalah hanya karena Hamas yang dinyatakan Israel bersalah. Seharusnya, rakyat sipil tidak boleh dibiarkan menanggung hukuman kolektif.
Pernyataan Chile tersebut juga menyerukan diakhirinya konflik, pembebasan para sandera yang ditahan oleh Hamas, dan mengizinkan transit bantuan kemanusiaan bagi penduduk Gaza yang berjumlah sekitar 2 juta penduduk. Kementerian Luar Negeri Chile mengatakan dalam pernyataan terpisah, bahwa pihaknya mendorong solusi dua negara antara Israel dan wilayah-wilayah Palestina.
Kolombia juga menarik dubesnya dari Israel. Hal itu disampaikan Presiden Chile Gustavo Petro dalam pesan di X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
“Saya telah memutuskan untuk menarik duta besar kami untuk Israel. Jika Israel tidak menghentikan pembantaian rakyat Palestina, kami tidak bisa tinggal diam,” katanya.
Yordania mengumumkan penarikan Duta Besarnya dari Israel. Otoritas Amman menegaskan Duta Besarnya hanya akan kembali ke Tel Aviv jika Israel menghentikan perangnya di Jalur Gaza dan mengakhiri ‘krisis kemanusiaan yang diakibatkannya’.
Israel terus menggempur Jalur Gaza untuk membalas serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, yang dilaporkan menewaskan 1.400 orang. Laporan otoritas kesehatan Gaza menyebut sedikitnya 9.061 orang, termasuk 3.760 anak-anak, tewas akibat serangan udara Israel selama tiga pekan terakhir.
Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, langkah tersebut diumumkan oleh parlemen Bahrain pada Kamis (2/11) waktu setempat. Parlemen Bahrain juga mengumumkan bahwa Duta Besar Israel telah meninggalkan Manama.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa keputusan menarik pulang Duta Besar dan menangguhkan hubungan ekonomi itu didasarkan pada ‘sikap solid dan historis kerajaan yang mendukung perjuangan Palestina dan hak-hak sah rakyat Palestina’.
Dalam tanggapannya, Israel mengatakan pihaknya belum menerima kabar apa pun soal langkah Bahrain tersebut. Ditegaskan oleh Tel Aviv bahwa hubungannya dengan Bahrain kini ‘stabil’.
“Kami ingin mengklarifikasi bahwa tidak ada pemberitahuan atau keputusan yang telah diterima dari pemerintah Bahrain dan pemerintah Israel untuk memulangkan Duta Besar negara tersebut,” sebut Kementerian Luar Negeri Israel dalam pernyataannya.