STRATEGIC ASSESSMENT-Jakarta. Jajak pendapat atau survei yang belakangan marak dilakukan utamanya untuk menilai bagaimana respons publik terhadap kondisi atau kebijakan tertentu dari pemerintah adalah suatu progres peradaban yang patut diapresiasi.
Jajak pendapat membantu pemerintah, masyarakat, pasar, dan seluruh komponen bernegara dalam memprediksi gejala. Dengan metodologi yang tepat, analisis yang jujur dan objektif, sampel jajak pendapat dapat secara persis mewakili populasi. Ibarat menguji sayur segentong, tak perlu menelan semua gulai dalam belanga, dua-tiga sendok saja bisa mewakili seluruh isi belakang itu.
Hasil jajak pendapat teranyar yang cukup menghebohkan publik adalah survei kepuasan terhadap Presiden Jokowi, yang dalam jangka waktu tertentu secara rutin diselenggarakan oleh lembaga survei. Hasil survei menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Jokowi berada di kisaran angka 70 persen berdasarkan sejumlah sigi terakhir.
Survei Indikator Politik Indonesia yang dihimpun 15 Januari hingga 17 Februari mencatat sebanyak 71 persen responden mengaku puas atas kinerja Jokowi. Sigi ini melibatkan 626 responden yang mengisi kuesioner secara daring. Margin of error survei sekitar 4 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Selain itu, survei Divisi Penelitian dan Pengembangan Kompas pada akhir Januari lalu mencatat kepuasan publik terhadap pemerintah Jokowi mencapai 73,9 persen. Ini adalah hasil kepuasan tertinggi yang terjadi sejak Presiden Jokowi dilantik untuk periode kedua.
Barangkali, ini juga yang menjadi dasar munculnya wacana penundaan pemilu yang belakangan digulirkan oleh beberapa partai politik pendukung pemerintah. Wacana yang hanya menghabiskan energi dan menunjukkan bagaimana buruknya syahwat politik pihak yang menggulirkannya.
Partai NasDem menyatakan sangat setuju dengan sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusulkan penundaan rencana amandemen konstitusi untuk menghidupkan pokok-pokok haluan negara (PPHN) sampai akhir periode 2024. NasDem lantas menyusul sikap PDIP yang mencabut dukungan terhadap rencana amandemen UUD 1945.
“Penundaan usulan ini mencegah agar gagasan amandemen kontitusi terkait PPHN tidak meluas kepada usulan masa jabatan presiden tiga periode maupun usulan perpanjangan masa jabatan presiden. Oleh karena itu, menunda usulan amandemen konstitusi dan pembahasan PPHN merupakan langkah yang tepat pada saat ini,” ujar Ketua Fraksi NasDem MPR RI, Taufik Basari lewat keterangan tertulis, Senin, 21 Maret 2022.
Toh, menurut Basari, usulan amandemen soal PPHN juga belum mendesak. Fraksi NasDem, kata dia, telah melakukan sigi bekerja sama dengan Lembaga Survei Indikator Politik pimpinan Burhanuddin Muhtadi pada September 2021 untuk meneropong pandangan masyarakat terkait PPHN dan isu amandemen. Hasilnya, mayoritas publik para tokoh yang berpengaruh tidak setuju amandemen dilakukan saat ini, baik untuk PPHN maupun untuk isu lainnya.
“Usulan amandemen terkait PPHN menurut NasDem masih merupakan gagasan elite dan belum menjadi kebutuhan publik. Jadi, meskipun UUD 1945 tidak melarang adanya amandemen konstitusi, namun amandemen harus dilakukan secara hati-hati, penuh pertimbangan dan didasarkan atas kebutuhan fundamental demi kepentingan bangsa,” ujarnya.
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah sebelumnya mengatakan, amandemen UUD 1945 sebaiknya dilaksanakan jika situasi sudah kondusif, bukan seperti saat ini di tengah ramai wacana penundaan pemilu yang akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden. “Melihat dinamika politik yang berkembang saat ini, maka sebaiknya rencana amandemen terbatas UUD tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024,” ujar Basarah kepada Tempo, Kamis, 17 Maret 2022.
Selain NasDem, sikap PDIP ini didukung oleh dua partai di luar pemerintah, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. “Kami sangat setuju, karena sejak awal Partai Demokrat juga ingin penetapan PPHN cukup dengan undang-undang saja, kami menolak amandemen konstitusi,” ujar Wakil Ketua MPR RI Fraksi Demokrat Syarif Hasan, Jumat malam, 18 Maret 2022.
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid berharap partai-partai pendukung pemerintah mengikuti sikap PDIP tersebut. “Kami berharap usulan amandemen ini segera dihentikan, supaya kita lebih tenang,” ujarnya, Kamis, 17 Maret 2022.
Hidayat menjelaskan, peta politik sebelum PDIP menarik diri, ada empat fraksi yang menolak penetapan PPHN lewat amandemen UUD 1945, yakni PKS, Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat. Dengan masuknya PDIP, maka posisi partai penolak semakin kuat. Hidayat sudah menduga NasDem selanjutnya juga akan menyusul sesuai sikap mereka yang menolak penundaan Pemilu 2024.
Sesuai Pasal 37 UUD 1945, amandemen dapat diusulkan oleh minimal satu pertiga dari total anggota MPR atau 237 anggota. Sidang MPR untuk mengubah pasal UUD minimal dihadiri dua pertiga dari total anggota MPR atau setara dengan 356 anggota. Lalu putusan perubahan pasal-pasal UUD disetujui paling sedikit 50 persen tambah satu anggota MPR. Jika mayoritas pemilik suara menolak, maka agenda amandemen tidak akan lolos.
Adapun Wakil Ketua DPD Mahyudin mengatakan lembaganya masih melihat dinamika politik dan belum mengambil keputusan. “DPD secara resmi belum membuat keputusan, masih melihat dinamika yang sedang berjalan,” tutur Politikus Golkar itu, pekan lalu.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengaku menerima informasi akurat atau A1 yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menjabat tiga periode. Menurut Ujang, Jokowi tidak akan mengambil opsi penundaan Pemilu 2024.
Menurut Uang, pintu masuknya nanti dari amendemen UUD 1945 dengan mendompleng pengaturan pokok-pokok haluan negara (PPHN). Ujang pun meyakini PDI Perjuangan (PDIP) bakal mendukung Jokowi menjadi presiden tiga periode.
“Hari ini mohon maaf PDIP keras kritik penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, tetapi kalau skenarionya pak Jokowi dan mbak Puan (Puan Maharani), saya yakin (PDIP) belum tentu menolak,” kata Ujang.
Ujang mengungkap pertemuannya dengan salah satu menteri sekaligus petinggi partai di koalisi pemerintahan Jokowi.
“Ketika apa sih yang tidak bisa diatur di republik ini, maka proses amendemen bisa terjadi. Mahathir Mohamad pernah mengatakan politik itu drama. Ternyata, ketika saya dapat informasi itu, ada dirigennya, ada yang mengatur.
Seminggu berikutnya, Cak Imin, pak Airlangga, dan pak Zulhas (Zulkifli Hasan) langsung mengatakan pemilu ditunda. Saya katakan, wah ini betul-betul skenario yang by design. Siapa yang biayain? Oh ini, tetapi saya tidak sebutkan di sini, tetapi ini A1,” ujarnya.
“Begitu pak Mahfud katakan pemilu tetap 2024, maka narasi penundaan, narasi perpanjangan masa jabatan presiden dialihkan kepada narasi (presiden) tiga periode. Kembali ke skenario awal. Ketika pak Jokowi sepakat 2024, maka kita diskusi, saya punya keyakinan ini yang akan jadi skenario segelintir orang itu. Pimpinan dari partai lain katakan ke saya, ‘kalau presiden inginkan amendemen, kita enggak bisa ngapa-ngapain. Cuma skenarionya tiga periode itu,” ucap Ujang.
Pada 16 Maret 2022, di Yogyakarta, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, pihak yang mengusulkan dan berupaya menunda Pemilu 2024 patut dipermalukan karena telah mengancam konstitusi UUD 1945, sehingga pantas disebut teroris konstitusi. Selama ini tidak ada negara yang menganut demokrasi bermain-main dengan masa jabatan presiden yang telah diatur dalam konstitusi.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya mengatakan, survei Charta Politika Indonesia di Provinsi Lampung pada 27 Januari-2 Februari 2020. Sementara di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur, survei digelar pada 3-9 Februari 2022 menunjukkan sebanyak 71,3% responden di Provinsi Lampung mengetahui Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan digelar pada tahun 2024.
Sementara responden di Provinsi Jawa Timur yang mengetahui Pileg, Pilpres, serta Pilkada berlangsung pada 2024 ada 63,4%. Kemudian di Provinsi Jawa Barat, hanya 60,5% responden yang tahu Pileg, Pilpres, dan Pilkada Serentak diselenggarakan tahun 2024.
Sedangkan, Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi mengatakan, big data yang bisa memengaruhi pemilihan umum (Pemilu) pada kasus Cambride Analytica, yang mengolah data dari pengguna Facebook di Amerika Serikat. Cambride Analytica dipahami membantu kampanye Donald Trump pada pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 2016.
Data yang dipilah bisa diolah menjadi indikasi kecenderungan masyarakat terhadap salah satu calon politik maupun isu tertentu. Di Indonesia sendiri, ada banyak lembaga publik yang bisa mengolah data seperti itu, atau disebut media sosial analytics. Lembaga itu yang bisa mengolah percakapan di media sosial, menjadi data perspektif masyarakat.
Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa mengatakan, hasil survei LSI Denny JA pada 23 Februari-3 Maret 2022 dengan total 1.200 responden dari seluruh provinsi dengan metode multistage random sampling terkait wacana penundaan pemilu 2024 adalah mayoritas pemilih menolak usulan tersebut, terbanyak pemilih PAN.
Persentase sikap pemilih partai yang tidak setuju dengan penundaan pemilu hasil survei LSI Denny JA yaitu PAN (93,7%); Demokrat (87,5%); PKS (85,8%); Berkarya (85%); Golkar (80,5%); PPP (75%), Golkar (71,6%); PSI (70%); PKB (66,2%); PKPI (65%); Perindo (58,6%); NasDem (58,3%); PDIP (56,3%); Hanura (55%) dan PBB (50%).
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny Kabur Harman mengatakan, ada potensi pelengseran Presiden Joko Widodo (Jokowi) bila penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ditunda dengan alasan anggaran habis digunakan untuk proyek pemindahan ibu kota negara (IKN), karena ondisi anggaran negara habis untuk proyek pemindahan IKN tidak bisa digunakan menjadi dasar untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menunda penyelenggaraan Pemilu 2024. Pelengseran Jokowi dengan alasan pelanggaran konstitusi bisa dilakukan karena Jokowi telah dinilai dengan sengaja tidak mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan Pemilu 2024.
Anggaran Pemilu 2024 menjadi Rp76,6 triliun. Pemenuhan anggaran akan dibagi melalui empat sumber, yakni APBN 2022, 2023, 2024 dan 2025. Namun demikian, belum ada anggaran yang cair hingga Maret 2022 ini. Tarik ulur keputusan politik mengenai anggaran itu masih terjadi meski Juni 2022 nanti akan memasuki tahapan pertama pemilu. Berdasarkan Pasal 167 ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu), tahapan pemilu diwajibkan dimulai minimal 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Artinya, tahapan Pemilu 2024 akan dimulai Juni 2022.
Menurut beberapa sumber yang tidak mau disebutkan Namanya mengatakan, ada beberapa dampak jika dilakukan penundaan Pemilu 2024 yaitu pelaksanaan Pemilu 2024 dapat ditunda untuk kepentingan nasional; Menghemat anggaran negara sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih mendesak; Mengurangi segregrasi sosial dan politik jika Pemilu 2024 dilaksanakan dalam kondisi ekonomi yang masih dipertanyakan kekuatan penyokongnya, karena demokrasi membutuhkan biaya besar bukan sekedar euphoria; Aspirasi menunda Pemilu 2024 yang disuarakan berbagai kalangan bukan inkonstitusional, sehingga wajar direspons pemerintah serta bangsa Indonesia memiliki yurisprudensi dan pengalaman baru mengelola proses politik baik secara prosedural dan esensial secara lebih fleksibel disesuaikan dengan Sikon terkini kondisi berbangsa dan bernegara.
Jika memang Presiden Jokowi menginginkan penundaan Pemilu 2024, maka kepala negara dapat memerintahkan kepada Menko Polhukam untuk menyiapkan dan melaksanakan strategi mendukung wacana penundaan Pemilu 2024 (Red/berbagai sumber)