STRATEGIC ASSESSMENT. Mahkamah Konstitusi memiliki peran penting dalam membatasi kekuasaan dan melindungi hak asasi manusia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, MK mengalami degradasi dan kebobrokan. Hal ini terlihat dari beberapa putusan MK yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi dan kehendak rakyat. Salah satu contoh degradasi MK adalah putusan yang menolak gugatan terhadap UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja merupakan undang-undang yang kontroversial karena dianggap merugikan masyarakat.
Namun, MK menolak gugatan tersebut dengan alasan bahwa UU Cipta Kerja tidak bertentangan dengan konstitusi.Contoh lain degradasi MK adalah putusan yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. Putusan ini dianggap tidak rasional karena bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.
Namun, MK tetap mengeluarkan putusan ini karena pimpinan KPK yang mengajukan gugatan tersebut. MK telah mengalami intervensi dari kekuasaan eksekutif dan legislatif. Hal ini terlihat dari beberapa putusan MK yang menguntungkan kedua lembaga tersebut. MK belum sepenuhnya independen dari kekuasaan politik. Hal ini terlihat dari putusan-putusan MK yang cenderung menguntungkan penguasa. Beberapa hakim MK dinilai tidak memiliki integritas dan kapasitas yang memadai. Hal ini terlihat dari beberapa putusan MK yang kontroversial.
Degradasi MK ini memiliki dampak negatif bagi demokrasi di Indonesia. MK yang lemah akan sulit untuk membatasi kekuasaan dan melindungi hak asasi manusia. Hal ini akan membuka peluang bagi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Mahkamah Konstitusi sudah dari lama mengalami involusi degradasi sejak kasus-kasus ditangkap KPK sampai hari ini involusi atau degradasi MK telah terjadi sejak lama, namun semakin memburuk setelah kasus penangkapan hakim MK oleh KPK. Kasus-kasus tersebut membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap MK.
Orang bilang kemudian hari ini kita krisis legitimasi terhadap Mahkamah Konstitusi,krisis legitimasi MK telah menjadi isu yang ramai diperbincangkan di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin tidak percaya terhadap MK,MK yang tadinya harus menjadi mahkamah mengawal konstitusi menilai ada persoalan fungsionalitas terkait dengan rakyat yang terlanggar konstitusinya menjadi kemudian persoalan yang tidak penting , MK telah kehilangan fokusnya sebagai pengawal konstitusi. MK kini lebih sering mengadili kasus-kasus yang dianggap tidak penting, seperti kasus perpanjangan masa jabatan Panglima TNI.
Kalau Mahkamah Konstitusi diskusinya soal sebatas umur nanti lama-lama kita diskusinya Mahkamah Konstitusi berubah jadi Mahkamah Kelurahan ngurusin umur KTP nanti lagi ada perpanjangan masa pimpinan Panglima TNI dan lain sebagainya,MK akan semakin kehilangan kredibilitasnya jika terus mengadili kasus-kasus yang dianggap tidak penting. MK akan dianggap sebagai lembaga yang mengurusi hal-hal kecil, seperti umur KTP.
Dr. Al Araf adalah Ketua Centra Inititiave. Tulisan diatas adalah pendapat Ybs dalam webinar bertema “MK: Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Keluarga?”(Jelang Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres)”