STRATEGIC ASSESSMENT. Pemerintah menawarkan sejumlah janji bagi masyarakat di 16 titik kampung tua Pulau Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) agar mau direlokasi. Sejumlah janji yang ditawarkan seperti memberikan sertifikat hak milik (SHM) lahan bagi warga, memberikan rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta yang berlokasi di tepi laut, memberi biaya hidup Rp 1.034.636 per orang setiap bulan, dan biaya sewa Rp 1 juta per bulan bagi warga yang tinggal di luar hunian sementara. Terkait janji pemerintah tersebut, Direktur Perwakilan Public Trust Institute Kepulauan Riau Robby Patria menilai, pemerintah sudah mengalah dalam menghadapi kasus Pulau Rempang dan mengakomodir kepentingan warga.
“Sehingga juru runding pemerintah melalui Menteri Investasi/ BKPM Bahlil mendapatkan win win solution bersama tokoh masyarakat Rempang dengan pelbagai kesepakatan dengan warga,” kata Robby. Meski pemerintah menjanjikan memberi fasilitas tanah seluas 500 meter sengan SHM, harta warga seperti keramba hingga tanaman juga harus dihitung nilainya. “Saya kira ini penting sehingga investasi jumbo masuk, namun warga di Rempang juga diganti hak milik mereka,” terang Robby yang juga akademisi dari Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Menurut Robby akan lebih baik jika pemerintah segera merealisasikan janji memberikan sertifikat tanah hak milik kepada warga. “Supaya tidak terkesan pemerintah hanya berjanji. Tapi sudah melaksanakan, seperti kata Menteri ATR untuk menyerahkan langsung kepada warga Pulau Rempang,” pungkas Robby.
Sebelumnya, Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI Bahlil Lahadalia dan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hadi Tjahjanto telah berjanji akan memberikan yang terbaik untuk masyarakat Pulau Rempang agar mau direlokasi. Pada akhir 2024, pemerintah menargetkan pemukiman tahap 1 dapat dihuni masyarakat Rempang.
“Total 3.000 kavling yang dibangun di Dapur 3, Sijantung, Galang untuk tahap pertama ini,” pungkas Hadi. Sementara Menteri Investasi/ Kepala BKPM RI Bahlil Lahadalia akhirnya mengakomodir permintaan warga yang tidak mau direlokasi sepihak ke Pulau Galang, Batam, Kepri.
“InsyaAllah tidak ada relokasi. Yang ada bapak ibu semua kita geser ke kiri atau ke kanan yang juga masih dalam wilayah Pulau Rempang,” kata Bahlil dihadapan warga usai mengunjungi kediaman Ketua Kerabat Masyatakat Adat Tempatan (KERAMAT) Gerisman.
Bahlil mengatakan untuk tahap awal pengembangan Rempang Eco-City akan berfokus pada tanah sekitar 2.000 hektare, dimana akan berdampak pada 4 kampung, yakni yakni Kampung Sembulan Tanjung, Sembulang Hulu, Pasir Panjang dan Blonkeng. “Keempat kampung ini lebih dulu dikosongkan dan warganya kita geser ke kampung yang tidak termasuk kawasan Industri, kemudian disusul 12 lainnya secara bertahap,” terang Bahlil.
Sebagai bentuk dukungan untuk masyarakat Pulau Rempang, ratusan masyarakat Melayu Jambi menggelar aksi unjuk rasa dilakukan di Bundaran Tugu Keris Siginjai, Kota Baru, Jambi. Mereka menolak rencana relokasi terhadap masyarakat Pulau Rempang terkait PSN Rempang Eco City itu.
Para tokoh adat, pemuka agama dan aktivis secara bergantian melakukan orasi. Salah satu koordinator aksi, Hafizi Alatas mengatakan, PSN Rempang Eco City dapat mengancam ruang hidup masyarakat di Pulau Rempang dan Galang. Mereka yang tergabung dalam Masyarakat Melayu Jambi tersebut meminta pemerintah meninjau ulang proyek ini.
Dukungan moral untuk masyarakat Pulau Rempang juga datang dari Panglima Sakti suku Dayak di Kalimantan Barat, Panglima Pajaji. Melalui unggahan video di akun Facebook-nya, dia mengatakan akan datang ke Pulau Rempang untuk membantu warga. Pihaknya juga memberikan dukungan untuk masyarakat Rempang-Galang yang tengah memperjuangkan tanah leluhur dan mempertahankan hak mereka.
Selain itu, di hari yang sama, sejumlah Pengurus Wilayah Persatuan Forum Komunikasi Pemuda Melayu (DPW PFKPM) Kalimantan Barat turut menggelar protes ihwal kebijakan penggusuran 16 kampung di Pulau Rempang, Batam. Massa aksi menyinggung terkait dugaan kekerasan yang terjadi saat bentrok pada 7 September. Aksi dihelat di perempatan lalu lintas Jalan Veteran dan Gajah Mada, Pontianak. Massa memasang banner di berbagai lalu lintas.
“Hari ini masyarakat Melayu dari berbagai daerah di Indonesia hadir di sini untuk memberikan dukungan kepada saudara kami di Pulau Rempang,” kata Ketua DPW PFKPM Kalbar Syarif Machmud.
Ustad Abdul Somad alias UAS juga memberikan dukungan untuk masyarakat Pulau Rempang. Dukungan itu disampaikan UAS lewat unggahan di akun Instagram-nya pada Senin, 11 September 2023. Pihaknya meminta kepada masyarakat Melayu serantau yang memiliki jabatan agar bersuara menyikapi kasus penggusuran masyarakat adat di Pulau Rempang tersebut.
“Tokoh Masyarakat Melayu Serantau. Yang ada jabatan, tolong dengan kuasa. Yang sanggup berteriak, tolong dengan suara,” tulis UAS.
Masyarakat Medan yang menamakan diri Solidaritas Rempang Galang menggelar aksi unjuk rasa untuk mendukung masyarakat Pulau Galang. Aksi digelar di Taman Makam Pahlawan Bukit Barisan Medan. Mereka mengecam tindakan represif, intimidasi, dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat gabungan terhadap masyarakat Pulau Rempang dan Galang. Tindakan itu disebut melanggar HAM dan mengabaikan hak-hak adat terutama hak tanah adat Melayu.
Dukungan untuk masyarakat Pulau Rempang juga datang dari masyarakat Kepulauan Meranti. Mereka menanam diri sebagai Aliansi Masyarakat Kepulauan Meranti Peduli Rempang dan Galang. Aliansi tersebut menyatakan sikap sangat menyesalkan terjadinya permasalahan yang dihadapi terhadap rencana relokasi masyarakat Melayu di Pulau Rempang-Galang.
“Tujuan kita hanya satu yakni mengungkapkan kepedulian sebagai bagian dari rekan serumpun, satu negara dan setanah air,” kata Koordinator Lapangan Aliansi Masyarakat Kepulauan Meranti Peduli Rempang dan Galang, Hendrizal di Gedung Lembaga Adat Melayu Riau atau LAMR Kepulauan Meranti.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mengatakan bahwa meskipun ada kesadaran bahwa investasi diperlukan oleh negara, investasi harus benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terutama masyarakat di daerah tempat investasi dilakukan.
“Seperti kasus Rempang ini, ada investasi yang ditempatkan di sana dan timbul masalah dengan masyarakat di lingkungan setempat,” kata Yahya dalam konferensi pers mengenai isu-isu mutakhir yang diadakan di kantor PBNU di Jakarta. Dia menegaskan bahwa masyarakat tidak boleh menjadi korban.
PP Muhammadiyah menuding pemerintahan Presiden Jokowi gagal melaksanakan mandat konstitusi dengan menggusur masyarakat yang telah berada di sana jauh sebelum Indonesia merdeka.
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) & Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP Muhammadiyah dalam keterangan tertulisnya menyebutkan bahwa masyarakat telah menempati pulau itu sejak 1834, jauh sebelum Indonesia merdeka pada 1945. Karena itu, mereka mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, yang menyatakan bahwa wilayah tersebut belum pernah digarap.
Menurut PP Muhammadiyah, penggusuran paksa itu merupakan tindakan keberpihakan negara terhadap investor yang ingin menguasai Pulau Rempang untuk keuntungan bisnis mereka.
Baru-baru ini beredar video soal pernyataan Panglima TNI Yudo Margono di media sosial soal buntut kericuhan Pulau Rempang. Sontak, pernyataan tersebut menuai reaksi dari publik hingga tokoh publik. Bahkan, Bakal calon presiden (bacapres) Koalisi Perubahan, Anies Baswedan juga merespons pernyataan Panglima TNI, Yudo Margono yang meminta anggotanya piting warga Pulau Rempang, Kepulauan Riau, jika masih tidak mau digusur.
Anies mengaku tidak berani memberikan komentar lantaran belum melihat sendiri pernyataan yang disampaikan oleh Yudo Margono. “Saya belum lihat pernyataan lengkapnya, nanti kalau udah lihat baru komentar,” kata dia, saat konferensi pers, di DPP PKS, Jakarta Selatan.