STRATEGIC ASSESSMENT. Presiden Joko Widodo mengatakan, apabila Sensus Pertanian tetap dilakukan setiap 10 tahun sekali, maka data-data yang terkait dengan sektor pertanian menjadi tidak akurat. Akibatnya, kebijakan yang diambil pemerintah seringkali tidak tepat.
“Oleh karena itu, saya mendukung sekali pelaksanaan Sensus Pertanian tahun 2023 ini, dan ini sudah pelaksanaan terakhir 10 tahun yang lalu. Menurut saya kelamaan, karena pasti berubah setiap tahun, keputusannya masih pakai data 10 tahun yang lalu. Mestinya ini setiap lima tahun, biayanya juga tidak banyak. Berapa sih? Mungkin Rp3 triliun-an tapi penting. Bagaimana saya bisa memutuskan sebuah kebijakan kalau datanya tidak akurat, atau tidak pakai data yang paling ter-update, terkini?” ungkap Jokowi.
Ia mengakui, pemerintah seringkali kewalahan dalam menyajikan sebuah data di tiap sektor. Maka dari itu, Sensus Pertanian yang akan dilaksanakan 1 Juni-30 Juli mendatang sangat penting karena tidak hanya menyangkut sektor pertanian, namun termasuk sektor perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.
Sementara itu, Dewan Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) Achmad Yakub setuju dengan instruksi Jokowi yang menginginkan adanya Sensus Pertanian setiap lima tahun sekali. Meski begitu ia menekankan bahwa diperlukan sebuah kelembagaan yang baik agar Sensus Pertanian ini bisa berhasil dilakukan.
“Itu kelembagaannya apakah mampu atau tidak? Kemudian juga disiapkan politik anggarannya karena nanti arahnya ke sana. Memang bagus, mungkin kalau itu nanti sudah satu data dengan digitalisasi, struktur SDM serta (perangkat) hardware dan software-nya ada, bisa jalan saya pikir. Memang makin dekat datanya, makin cepat dan tepat dalam pengambilan keputusan,” ungkap Achmad.
Selain itu, menurutnya Sensus Pertanian ini nantinya akan mampu meminimalisir ego sektoral terkait data-data di sektor pertanian yang sering kali berbeda antar satu Kementerian/Lembaga lainnya. Menurutnya, data yang berbeda ini akan menghambat pemerintah pusat dalam mengambil sebuah kebijakan.
“Saya pikir di sini peran Bappenas (sangat penting), (karena) salah satunya dia mengkoordinasikan neraca pangan, mungkin dari situ. Jadi ke depan tidak ada lagi misalnya Kemendag ngomong tidak ada beras, Kementan bilang surplus beras, kemudian Bulog dimaki-maki orang karena melakukan impor beras, padahal Bulog hanya operator,” katanya
Lebih jauh, Achmad mengatakan, selain dari sisi data-data yang nantinya akan lebih akurat, Sensus Pertanian ini nantinya akan memiliki efek domino yang cukup luas. Salah satunya pada regenerasi petani yang saat ini menurutnya cukup mengkhawatirkan.
“Nanti kelihatan petani-petani yang sudah berumur 45 tahun ke atas, di mana saja dan skemanya seperti apa. Dan usulan dari Pak Jokowi misalnya korporatisasi pertanian bisa dilaksanakan di daerah-daerah yang memang petaninya sudah tua dengan mekanisasi dan industrialisasi pertanian. Kemudian adik-adik yang baru lulus atau para anak muda yang enggan on farm, dia bisa off farm di pengolahan, apakah di penggilingan padi, atau kalau di sektor umbi-umbian dia memproduksi lebih banyak macam. Jadi lebih bergairah, diversifikasi pangan pun akan terealisasi dengan skema-skema perencanaan pembangunan pertanian yang grand design misalnya 25 tahun ke depan,” pungkasnya.