STRATEGIC ASSESSMENT-Jakarta. Presiden Joko Widodo pada Rabu (15/3) secara khusus menggelar rapat dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Badan Pangan Nasional, BUMN sektor pupuk dan sejumlah kementerian/lembaga terkait pangan. Pupuk menjadi bahasan utama karena Jokowi meyakini ini adalah kunci menjaga ketahanan pangan dan menjamin produktivitas.
Achmad Ya’kub, Deputi Asisten Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan yakin upaya mengatasi persoalan pupuk akan menemukan jalan keluar.
Catatannya, menteri pertanian harus memiliki grand design terkait strategi pupuk. Apa yang terjadi di zaman Orde Baru terkait bagaimana dampak pemakaian pupuk kimia dalam jangka panjang, harus menjadi pembelajaran.
“Kalau Pak Harto strateginya panca usaha tani. Masa dari zaman itu tidak ada perubahan sistem budidaya tanaman pangan. Kita kan sudah belajar, dengan pupuk kimia itu tanah jadi keras, jadi butuh asupan pupuk lebih banyak lagi dan anggaran yang besar,” ujar Achmad.
Langkah yang diambil Kementerian Pertanian sebenarnya cukup baik. Karena ketergantungan pupuk sangat tinggi, pengurangan subsidi menjadi salah satu strategi, dan menyisakan dua jenis pupuk, yaitu urea dan NPK. Sementara komoditas tanaman yang pupuknya memperoleh subsidi juga hanya sembilan, dari 69 yang dulu ada. Namun, harus dipikirkan, strategi yang akan diterapkan bagi jenis pupuk tanpa subsidi dan komoditas tanaman tanpa pupuk subsidi.
“Strategi itu mau enggak mau harus dilakukan dalam rangka memastikan harga pangan pokok, hortikultura dan perkebunan, yang banyak dibudidayakan rakyat, bisa terus berjalan. Baik di sisi petani maupun di sisi konsumennya,” tambah Achmad.
Dalam posisi inilah, sebuah grand design menjadi penting. Strategi jangka panjang untuk menyeimbangkan kemampuan keuangan pemerintah, kesejahteraan petani dan harga yang terjangkau di tingkat konsumen.
Grand design itu misalnya mengambil jangka waktu 25 tahun, yang dibagi dalam strategi per lima tahun dan dirinci lagi menjadi strategi tahunan.
Salah satu bentuk yang bisa dipakai adalah pemakaian pupuk organik. Pilihannya adalah penyediaan pupuk organik oleh petani sendiri atau pemerintah. Namun terdapat hambatan untuk menerapkan hal ini karena pemerintah sudah mencabut subsidi dari pupuk organik sendiri. Selain itu, kata Achmad, pemakaian pupuk organik memiliki persoalan kultural.
“Selama ini petani sudah memakai pupuk pupuk karungan, yang sudah jadi kemudian tinggal disebar. Sudah jadi pelet maupun butiran,” jelas Achmad
Sementara mendorong petani membuat pupuk organik, berarti meminta mereka menyediakan bahan, usaha dan material.
Soal kendala kultural ini, diakui oleh Harjono, petani dari Klaten, Jawa Tengah.
“Soal pupuk organik, petani itu kadang-kadang perilakunya beda-beda. Ada yang rajin, ada yang tidak. Kadang-kadang petani itu malas, pakai petroganik saja malas, karena dirasa kualitasnya kurang bagus,” kata dia.