STRATEGIC ASSESSMENT-Jakarta. Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) harus segera menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) beras dan gabah. Menurutnya, harga gabah di tingkat petani harus ditentukan dalam satu harga, bukan dalam bentuk fleksibilitas seperti yang ada saat ini.
“Penting untuk segera menetapkan HPP, bukan fleksibilitas. Karena, fleksibilitas itu ada rentang harga bawah dan harga atas yang mungkin bisa dimainkan oleh pelaku pasar untuk menekan petani,” tuturnya dalam diskusi virtual.
Adapun batas atas harga pembelian atas gabah kering panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp 4.550 per kilogram. GKP Tingkat Penggilingan Rp 4.650 per kilogram, Gabah kering giling (GKG) tingkat penggilingan Rp 5.700 per kilogram, dan beras medium di gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kilogram.
Sedangkan harga batas bawah atau floor price pembelian gabah atau beras masih mengacu pada HPP beras yang diatur Permendag Nomor 24 Tahun 2020, yaitu GKP tingkat petani Rp 4.200 per kilogram, GKP tingkat penggilingan Rp 4.250 per kilogram, GKG tingkat penggilingan Rp 5.250 per kilogram, dan beras medium di gudang Perum Bulog Rp 8.300 per kilogram.
Ketika pemerintah menetapkan batas atas harga GKP, kata dia, kemungkinan besar perusahaan penggilingan padi atau korporasi besar menekan harga terendah yaitu Rp 4.200 per kilogram. Sebab, menurutnya, pedagang tidak akan mau membeli dengan harga atas.
Di sisi lain, ia berujar penetapan HPP satu harga juga akan memudahkan Perum Bulog dalam melakukan pengawasan. Apabila pemerintah membuat rentang HPP beras Rp 8.300 sampai Rp 9.000 per kilogram, ada potensi terjadi penyelewengan. Misalnya, kata dia, pedagang sebetulnya membeli dengan harga Rp 8.700 per kilogram, namun pihak Bulog mencatat pembeliannya dengan harga Rp 9.000 per kilogram.
Di sisi lain, ia berujar penetapan HPP satu harga juga akan memudahkan Perum Bulog dalam melakukan pengawasan. Apabila pemerintah membuat rentang HPP beras Rp 8.300 sampai Rp 9.000 per kilogram, ada potensi terjadi penyelewengan. Misalnya, kata dia, pedagang sebetulnya membeli dengan harga Rp 8.700 per kilogram, namun pihak Bulog mencatat pembeliannya dengan harga Rp 9.000 per kilogram.