STRATEGIC ASSESSMENT. Tidak diragukan lagi, buzzer (pendengung) saat ini sudah menjelma gerombolan pembenci Islam. Mereka selalu berusaha merendahkan ajaran-ajaran Islam yang mulia. Mereka pun sangat khawatir jika umat ini bersatu. Mereka selalu berusaha memecah-belah kekuatan kaum Muslim dengan berbagai macam cara.
Meski begitu, mereka selalu merasa benar dengan apa yang mereka lakukan, sekalipun dengan cara melecehkan ajaran-ajaran Islam. Mereka layaknya kaum munafik pada zaman Nabi Muhammad saw. Allah SWT menjelaskan salah satu sifat mereka:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Jika dikatakan kepada mereka, “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi!” Mereka menjawab, “Sungguh kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS al-Baqarah [2]: 11).
Mereka sering mengolok-ngolok ajaran Islam, sebagaimana juga dijelaskan oleh Allah SWT:
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُم بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِءُوا إِنَّ اللهَ مُخْرِجٌ مَّاتَحْذَرُونَ
Kaum munafik itu takut akan diturunkan kepada mereka suatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka, “Teruskanlah ejekan-ejekan kalian (kepada Allah dan Rasul-Nya). Sungguh Allah akan menyatakan apa yang kalian takuti.” (QS at-Taubah [9]: 64).
Kebencian mereka terhadap Islam sudah tidak bisa dibendung lagi. Hal itu tampak dari apa yang mereka lontarkan dari mulut-mulut mereka. Karena itu sungguh aneh jika ada orang yang mengaku beriman tetapi mau berkubu dengan mereka (Lihat: QS Ali ‘Imran [3]: 118).
Seharusnya kaum Mukmin tidak bergaul dengan mereka karena itu akan membawa mereka ke jalan kekufuran (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 140).
Cerminan Kaum Munafik Zaman Nabi
Tampaknya para buzzer itu merupakan cerminan dari kaum munafik pada zaman Nabi saw. Mereka ini sering mengolok-olok Nabi saw. dan para Sahabat beliau. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Kaab, Zaid bin Aslam dan Qotadah, hadis dengan rangkuman sebagai berikut:
Pada suatu perjalanan perang (yaitu Perang Tabuk), ada orang di dalam rombongan tersebut yang berkata, “Kami tidak pernah melihat seperti para ahli baca al-Quran ini (yang dimaksudkan adalah Rasulullah saw. dan para Sahabat beliau), kecuali sebagai orang yang paling buncit perutnya, yang paling dusta ucapannya dan yang paling pengecut tatkala bertemu dengan musuh.”
(Mendengar hal ini), ‘Auf bin Malik ra. berkata kepada orang tersebut, “Kamu dusta! Kamu ini munafik! Aku akan melaporkan ucapanmu ini kepada Rasulullah saw.”
Lalu ‘Auf bin Malik ra. pergi menghadap Rasulullah saw. Namun, sebelum ‘Auf sampai, wahyu telah turun kepada Rasulullah saw. (tentang peristiwa itu). Kemudian orang yang bersenda-gurau dengan menjadikan Rasulullah saw. sebagai bahan candaan itu mendatangi beliau yang saat itu sudah berada di atas untanya. Orang tersebut berkata, “Wahai Rasulullah, kami tadi hanyalah bersenda-gurau. Kami melakukan itu hanyalah untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam perjalanan!”
Ibnu Umar (salah seorang Sahabat Nabi saw. yang berada di dalam rombongan) bercerita: Sepertinya aku melihat ia berpegangan pada tali pelana unta Rasulullah saw., sedangkan kakinya tersandung-sandung batu sembari mengatakan, “Kami tadi hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main saja.”
Kemudian Rasulullah saw. berkata kepada dia (dengan membacakan firman Allah SWT):
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ . لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Jika kalian bertanya kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sungguh kami hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah kepada Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok? Tidak usahlah kalian meminta maaf karena kalian telah kafir sesudah beriman.” (QS at-Taubah [9]: 65-66).
Beliau mengucapkan itu tanpa menoleh orang tersebut dan beliau juga tidak bersabda lebih dari itu.” (HR Ibnu Jarir ath-Thabari dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Umar).
Ancam Kemaslahatan Umat
Seperti dilansir Sindonews.com pada 11/2/21, keberadaan para pendengung alias buzzer bayaran di media sosial yang belakangan semakin marak telah menimbulkan keresahan. Pasalnya, para buzzer tidak membuat wacana publik menjadi berkualitas. Sebaliknya, mereka membuat media sosial hanya menjadi ajang caci-maki, adu-domba, membuat hoax, memecah-belah, termasuk menghina-dina agama (Islam) dan para tokohnya.
Tak jarang, setiap dikritik dilawan para buzzer dengan beramai-ramai menyerang pribadi pengkritik. Situasi ini membuat banyak orang prihatin.
Terkait ramainya isu buzzer ini, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan bahwa MUI sudah mengeluarkan Fatwa Nomor 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.
Melalui akun twitter @cholilnafis, ia menyebutkan besarnya dosa para buzzer yang suka menyebar kabar bohong, fitnah dan mem-bully. “Hukumnya sama dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati,” katanya, dikutip Kamis (11/2/2021).
Menurut Kiai Cholil, MUI sudah mengeluarkan fatwa soal ini. Namun, dia heran mengapa belakangan buzzer malah semakin merajalela. Kiai Cholil juga mengunggah wawancara lewat Youtube terkait hal ini. Menurut Kiai Cholil, saat ini masyarakat lebih sering berinteraksi dengan medsos. Apalagi pada saat pandemi.
“Informasi lebih banyak di medsos daripada di media konvensional. Banyak masyarakat bertanya ke MUI. Lalu dikeluarkan fatwa MUI pada 13 Mei 2017. Pada saat itu MUI menjawab keresahan masyarakat yang meminta kepastian. Sekaligus ini bagian dari menjaga umat agar tetap lurus, tak tersesat, seenaknya ghibah (menggunjing),” katanya.
KH Cholil Nafis menyesalkan ketika para buzzer dengan mudah berbicara sarkas, mem-bully dan lainnya. Karena itu orang atau tokoh tertentu memilih untuk tidak perlu menanggapi pernyataan mereka karena merasa tidak level untuk diajak berdebat.
Menurut Kiai Cholil, persoalan buzzer ini harus menjadi catatan agar masyarakat Indonesia tidak mundur ke belakang, namun menjadi masyarakat yang unggul dan berakhlak (11/2/2021).
Menghina Islam
Baru-baru ini buzzer kembali membuat ulah. Di akun twitter-nya, seorang buzzer mengunggah potongan video ceramah seorang tokoh Muslimah NU dari Pesantren Lirboyo, yakni Ning Imas. Di video tersebut Ning Imas tampak sedang menjelaskan seputar balasan di surga bagi laki-laki dan perempuan. Parahnya, video tersebut diberi caption yang cenderung menghina. Bukan hanya menghina pribadi Ning Imas sendiri, tetapi juga menghina al-Quran dan Hadis-hadis Nabi saw, yang banyak menjelaskan tentang ‘bidadari’, sebagai balasan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT di dalam surga-Nya. Eko sangat keterlaluan dengan cuitannya itu. Bahkan cuitan itu ditanggapi oleh beberapa akun lain yang tak kalah jahat.
Dengan adanya kejadian tersebut, jika rezim ini benar-benar menjunjung tinggi ajaran-ajaran agama, seharusnya para buzzer semacam ini diberi sanksi yang tegas. Sebabnya, apa yang selama ini mereka lakukan telah sering meresahkan dan sangat berpotensi menyulut kemarahan umat.
Sayangnya, itu tidak terjadi. Para buzzer tukang pembuat hoax, pembuat onar, penghina agama Islam dan para tokohnya, serta pemecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa itu masih tetap dibiarkan begitu saja. Mereka tetap melontarkan kata-kata sampah yang semakin menjadikan negeri ini tidak nyaman bagi orang-orang yang beriman dan berakal sehat di dalamnya.
Ini menjadi bukti bahwa pada hakikatnya rezim ini tidak benar-benar memuliakan agama. Mereka membiarkan penistaan demi penistaan pada agama terjadi. Terbukti, mereka membiarkan begitu saja orang-orang yang senantiasa mengolok-olok ajaran Islam yang mulia.
Sebagai orang yang beriman pasti kita tidak mau situasi ini terus-menerus terjadi. Kita berharap, semoga orang-orang yang tidak mau memuliakan Islam dengan harta, tahta dan kedudukannya itu segera ditumbangkan oleh Allah SWT. Semoga Allah memberikan kemenangan bagi orang-orang yang istiqamah dalam memperjuangkan agama-Nya. Aamiin.
WalLaahu a’lam. []