STRATEGIC ASSESSMENT. Jakarta. Terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diumumkan pada hari Sabtu tanggal 3 September 2022, kami yang bertanda tangan dibawah ini, GERAKAN NASIONAL PEMBELA RAKYAT(GNPR) menyatakan
Pertama: kenaikan harga BBM akan semakin memberatkan ekonomi rakyat yang saat ini masih terpuruk akibat pandemi Covid-19, terutama karena kenaikan harga BBM secara otomatis telah dan akan memicu kenaikan harga berbagai barang dan jasa lain, seperti harga-harga pangan, bahan pokok dan transportasi Kondisi ini akan berdampak pada meningkatnya jumlah orang miskin. Rakyat miskin semakin miskin, sedangkan rakyat yang hampir miskin benar-benar akan jatuh miskin,
Kedua: Alasan 80% subsidi BBM tidak tepat sasaran sudah berlangsung bertahun-tahun, namun bukannya dan mencari solusi dan memperbaiki kondisi yang tidak adil ini sebelum menaikkan harga BBM, pemerintah malah menzolimi rakyat miskin dengan semena-mena menaikkan harga BBM, sehingga ketidakadilan tetap akan terus berlangsung
Ketiga: kami meyakini kebijakan subsidi solar sarat moral hazard, sebab pemerintah menyatakan 89% solar bersubsidi tidak tepat sasaran dan dinikmati dunia usaha. Namun pada saat yang sama pemerintah membuat kebijakan yang membuka celah atau tidak berupaya maksimal mencegah penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi, minimal bagi truk-truk pengusaha sawit, tambang batubara, tambang mineral dan industri untuk leluasa mengkonsumsi solar bersubsidi
Keempat: Presiden Jokowi telah menggunakan kebijakan harga BBM untuk pencitraan politik demi kekuasaan, terutama saat menjelang Pilpres 2019. Untuk itu, kebijakan harga BBM yang semula “berfluktuasi” sesuai perubahan harga minyak dania, telah dirubah untuk ditahan menjadi “harga tetap” selama lebih dari empat tahun. Padahal inflasi terus terjadi setiap tahun (2022 4,3%). Akibatnya, keterkaitan harga-harga barang dan jasa lainterhadap harga BBM yang semula lincar dan harmonis, berubah menjadi hubungan yang memicu lonjakan tinggi terhadap berbagai harga barang dan jasa lain yang justru memiskinkan dan menyengsarakan Politik harga BBM Jokowi yang penuh pencitraan telah memakan korban mayoritas rakyat Indonesia, tak terkecuali para pendukung dan simpatisan Jokowi sendiri.
Kelima: Harga BBM dihitung berdasarkan formula yang antara lain mengandung unsur pajak berupa pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) Karena menganut paham ekonomi sangat liberal dan tidak berempati kepada nasib rakyat, pemerintah yang seharusnya bisa menghapus pajakdi tengah kesulitan ekonomi rakyat, justru tetap mengenakan pajak terhadap harga BBM.
Keenam: Alasan BBM menjadi beban bagi APBN adalah alasan yang mengada-ada bahkan cenderung menghina rakyat, karena APBN adalah instrumen untuk mensejahterakan rakyat, bukan instrumen bancakan oligarki, sehingga segala pengeluaran yang bertujuan bagi kesejahteraan rakyat bukanlah beban. Justru APBN hari ini dibebani oleh proyek mercusuar Pemerintahan Jokowi yang tidak prioritas dan hanya menguntungkan segelintir pengusaha oligarkis, seperti proyek IKN proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang biayanya terus meningkat, pengadaan vaksin yang didominasi swasta, dan proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang ditengarai sarat penggelembungan biaya demi perburuan rente.
Ketujuh: Pernyataan Pemerintah bahwa subsidi BBM akan membuat APBN jebol bagi kami adalah KEBOHONGAN,karena dikatakan ada kebutuhan tambahan subsidi energi Rp 198 triliun terhadap anggaran subsidi saat ini yang besarnya Rp 502 triliun. Tetapi pada saat yang sama, kenaikan harga batubara, CPO, minyak dan gas dunia jutsru meningkatkan penerimaan negara SANGAT BESAR. diperkirakan lebih dari Rp 400 triliun. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa tambahan subsidi energi yang disebut Rp 198 triliun jika harga BBM tidak naik, seharusnyatidak akan membuar APBN jebol;
Kedelapan: Di dalam nilai subsidi energi APBN Rp 502 triliun, terkandung nilai subsidi listrik sebesar Rp 60 triliun. Besarnya beban subsidi ini antara lain terjadi akibat kebijakan pemerintah yang memberi peluang kepada pengusaha listrik swasta (independent power producer, IPP) pro oligarki untuk menjual listrik kepada PLN dalam kondisi PLN kelebihan pasokan listrik (cadangan berlebih sekitar 50-60%) dan harga jualnya pun menerapkan skema take or pay (TOP), atau terpaksa membeli melebihi kebutuhan. Akibatnya, harga pokok penyediaan (BPP) listrik menjadi jauh lebih tinggi. Tingginya BPP listrik ini sebagian telah dan akan terus ditanggung oleh APBN dan konsumen listrik,
Kesembilan: Pemerintah menghitung nilai subsidi BBM atas dasar harga keekonomian Harga BBM berdasar komponen harga beli minyak mentah, nilai alpha (termasuk keuntungan badan usaha), PPN dan PBBKB. Namun rakyat disuguhi informasi tentang harga keekonomian BBM yang berbeda-beda dari pejabat negara yang berbeda. Harga keekonomian BBM ini tidak transparan dan melanggar prinsip good governance, diduga digelembungkan dan diduga kuat terjadimoral hazard
OLEH SEBAB ITU, GERAKAN NASIONAL PEMBELA RAKYAT DENGAN TEGAS MENOLAK KENAIKAN HARGA BBM KARENA KENAIKAN HARGA BBM ADALAH PENGKHIANATAN TERHADAP MANDAT KONSTITUSI DAN PRESIDEN WAJIB BERTANGGUNG JAWAB DENGAN MUNDUR DARI JABATANNYA.
Demikian pernyataan ini kami buat, semoga Allah SWT menolong rakyat Indonesia dari perlakuan siapa pun yang berbuat dan terlibat kezoliman.