STRATEGIC ASSESSMENT. Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota pada 27 November 2024. Kurang dari 1 minggu pelaksanaan Pilkada, masih ditemukan sejumlah permasalahan seperti kesiapan pelaksanaan, kampanye yang ricuh di beberapa daerah, netralitas oknum aparatur yang dipertanyakan atau diragukan dan permasalahan lainnya.
Selama September 2024, ditemukan sejumlah permasalahan antara lain di Kota Sorong, pernah terjadi aksi pemalangan jalan dan pembakaran ban di beberapa titik/lokasi oleh massa Koalisi OAP dan non-OAP bersama Dewan Adat Domberai Wilayah III mengawal Keputusan MRP-Papua Barat Daya/PBD terkait Hasil Verfak Keaslian OAP Cagub-Cawagub PBD Nomor : 10/MRP PBD/2024 dan Edaran KPU RI Nomor : 1718/PL.02.2-SD/05/2024 tentang Syarat Calon Gubernur Orang Asli Papua dan Memberikan Hak Penuh Kepada MRP se-Tanah Papua; Aksi pemalangan pintu pagar Kantor KPU Kab. Deiyai terkait Penggantian Antar Waktu (PAW) pada Jabatan Anggota DPRD Kab. Deiyai periode 2024 – 2029 khususnya Partai Golkar; Aksi menolak calon Walikota karena bukan putra daerah pernah terjadi di Subulussalam, Aceh; Aksi aksi saling serang antar sesama massa pendukung Jhon Tabo dan Ones Pahabol; Aliansi Muda Riau mendesak KPK melakukan pemeriksaan terhadap semua Calon Kepala Daerah di Riau yang terlibat kasus korupsi dan memiliki riwayat masalah hukum; Adanya seruan aksi gerakan mogok sosial terkait hak politik OAP pada Pemilihan Gubernur – Wakil Gubernur Papua Barat Daya Tahun 2024; Aksi pelemparan granat Jl. Tgk. Chik Dipineung III, Gampong Pineung, Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh yang merupakan kediaman H. Bustami Hamzah S.E (Calon Gubernur Aceh) oleh dua orang tidak dikenal (OTK).
Kekurangan surat suara dan permasalahan kesiapan Pilkada juga masih terjadi selama Oktober 2024 di Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Yahukimo ada kendala pengiriman logistic Pilkada di Distrik Silimo, Distrik Amuma, Distrik Musaik, dan Distrik Wusama; Kota Bandar Lampung, Lampung Tengah dan Kota Metro; Kabupaten Tana Toraja; Kabupaten Semarang; Kabupaten Lembata.
Perusakan alat peraga kampanye dan posko kampanye pernah terjadi di Desa Pabentengan, Kec. Eremerasa, Kabupaten Bantaeng; perusakan Posko Pemenangan di Jl Manggis, Kec. Bantaeng; Kota Mataram; Kecamatan Trienggadeng, Pidie Jaya, Aceh, Tanjung Jabung Timur-Jambi, Kabupaten Barru-Sulawesi Selatan, Kabupaten Sorong, Kabupaten Morowli.
Minimnya kesadaran masyarakat dalam pengurusan dokumen kependudukan sehingga berpotensi tidak tercatat sebagai pemilih terjadi di Kabupaten Malaka, Kabupaten Semarang, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Luwu,
Pelanggaran netralitas oknum aparatur negara selama Oktober 2024 pernah terjadi di Kota Pariaman, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Maros, Kabupaten Muna, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Lahat, Kabupaten Bangli, Kabupaten Bone, Kabupaten Malaka, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Belu, Kabupaten Dompu, Kota Depok, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Barru, Kota Banjarmasin, Kota Parepare, Kabupaten Ngada, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Kolaka, Kota Kendari, Kabupaten Solok, Kabupaten Parigi Moutong, Kota Gorontalo, Kabupaten Morowali Utara, Kota Langsa, Kabupaten Samosir, Kabupaten Kepulauan Sitaro, dan Kabupaten Halmahera Selatan.
Sementara, kotak kosong melawan paslon tunggal juga diwarnai dukungan kotak kosong terjadi di Kota Surabaya oleh Perlawanan Warga Anti Korupsi Surabaya (PAGAK) serta beberapa daerah lainnya.
Prediksi
Di daerah yang sering terjadi aksi unjuk rasa, aksi pemalang, kampanye yang ricuh, kampanye yang diwarnai black campaign, ajakan mogok social, perusakan APK dan posko kampanye, terjadi money politics maka dapat diprediksi tingkat kerawanannya akan meningkat dan berpotensi menimbulkan setidaknya gangguan apalagi jika tidak siap menerima kekalahan, maka ricuh dan chaos diperkirakan akan terjadi di daerah tersebut.
Di daerah yang masih terjadi kekurangan surat suara dan permasalahan kesiapan Pilkada lainnya yang belum tertangani diprediksi akan mengganggu pelaksanaan Pilkada bahkan mungkin tidak bisa serentak di 27 November 2024, selain itu akan dijadikan titik acuan mengkritik lembaga penyelenggara dan pengawas Pilkada serta mungkin muncul perlawanan politik dan hukum pasca Pilkada.
Masih belum penduduk memiliki e-KTP karena beragam factor penyebab diprediksi akan meningkatkan golput dan penurunan partisipasi politik masyarakat, bahkan prosentase kemenangan Paslon dalam Pilkada akan minim sehingga akan diterjemahkan rendahnya dukungan rakyat ke pemenang Pilkada.
Netralisme ASN dalam Pilkada juga tampaknya masih menjadi utopia untuk ditegakkan, karena banyak motif politis ekonomis yang menyebabkan oknum ASN terutama yang menjadi pejabat publik termasuk kepala desa sehingga tidak dapat menjaga netralitasnya.
Di wilayah atau daerah yang akut pelanggaran netralitas oknum aparatur negaranya diprediksi kecurangan Pilkada berpotensi membesar, penyalahgunaan wewenang akan meluas dan pasca Pilkada diperkirakan akan terjadi restrukturisasi atau pergantian besar-besaran pejabat strutural yang tidak mendukung Paslon pemenang Pilkada.
Paslon tunggal di beberapa daerah diperkirakan akan banyak yang menang melawan kotak kosong, karena kampanye dan gerakan politik mendukung kotak kosong kurang massif dilakukan, karena tidak memiliki endurance politik yang mendukung. (Red)