STRATEGIC ASSESSMENT. Amerika Serikat (AS) akhirnya tersadar bahwa pendudukan Israel di Tanah Palestina tidak dapat diterima. AS tidak dapat menerima pendudukan Israel jangka panjang di Palestina, utamanya di Gaza dan Tepi Barat.
Sehingga AS memeritahkan untuk menarik unit militernya dari Gaza, Palestina.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan Israel telah setuju untuk menarik beberapa unit militernya dari Jalur Gaza.
“Amerika Serikat tidak menerima pendudukan jangka panjang di Gaza oleh Israel,”
“Lebih khusus lagi, kesepakatan tersebut sangat jelas mengenai jadwal dan lokasi penarikan pasukan dari Gaza, dan Israel telah menyetujuinya,” kata Blinken.
Diplomat tinggi AS itu juga mengonfirmasi bahwa ia secara pribadi menerima persetujuan atas ketentuan perjanjian dari PM Israel Benjamin Netanyahu sehari sebelumnya.
Blinken tiba di Qatar untuk mendorong pembicaraan yang bertujuan mengakhiri perang Gaza yang telah berlangsung selama 10 bulan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan Palestina telah berulang kali mengutuk dukungan berkelanjutan Washington terhadap genosida Israel.
Washington mengatakan bahwa tujuan kunjungan Blinken ke wilayah tersebut adalah untuk membangun gencatan senjata di Gaza.
Washington mengajukan proposal terbaru minggu lalu setelah pembicaraan di Doha.
Menjelang pembicaraan tersebut, Hamas meminta para mediator untuk menerapkan kerangka kerja yang ditetapkan oleh Presiden AS Joe Biden pada akhir Mei, daripada mengadakan lebih banyak negosiasi.
Gerakan Hamas mengatakan usulan AS saat ini menanggapi persyaratan Netanyahu. Anggota biro politik Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan optimisme AS tentang prospek kesepakatan tersebut adalah “ilusi”.
Sementara itu, PM Netanyahu mengatakan bahwa Israel tidak akan menarik diri dari Koridor Philadelphia di perbatasan Gaza-Mesir dan Poros Netzarim dalam keadaan apa pun.
“Israel tidak akan, dalam kondisi apa pun, meninggalkan Koridor Philadelphia dan Poros Netzarim meskipun ada tekanan besar untuk melakukannya,” katanya.
“Ini adalah prinsip-prinsip strategis, baik secara militer maupun politik,” tambah Netanyahu.
Pernyataanya muncul beberapa jam setelah Presiden AS, Joe Biden, dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel telah menyetujui gencatan senjata dan proposal pertukaran tahanan yang diajukan oleh Washington.
Pembicaraan gencatan senjata Gaza di Qatar berakhir pada Jumat dengan mengajukan proposal yang mempersempit kesenjangan antara Israel dan Hamas yang konsisten dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Biden pada tanggal 31 Mei.
Biden mengatakan bahwa Israel mengajukan kesepakatan tiga fase yang akan mengakhiri permusuhan di Gaza dan menjamin pembebasan sandera yang ditawan di daerah Gaza.
Rencana tersebut meliputi gencatan senjata, pertukaran sandera-tahanan, dan pembangunan kembali Gaza.
Namun Hamas menuduh Netanyahu pada menetapkan persyaratan baru dalam usulan gencatan senjata Gaza dan pertukaran sandera yang diajukan selama perundingan Doha.
“Usulan baru tersebut memenuhi persyaratan dan keselarasan Netanyahu dengan persyaratan tersebut, khususnya penolakannya terhadap gencatan senjata permanen,
penarikan penuh pasukan dari Jalur Gaza, dan desakannya untuk melanjutkan pendudukan di Persimpangan Netzarim (yang memisahkan utara dan selatan Jalur Gaza),
Penyeberangan Rafah, dan Koridor Philadelphia (di selatan),” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
“Dia juga menetapkan persyaratan baru dalam berkas pertukaran sandera dan menarik kembali persyaratan lainnya, yang menghambat penyelesaian kesepakatan,” imbuhnya.
Selama berbulan-bulan, AS, Qatar, dan Mesir telah berupaya mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tahanan dan gencatan senjata serta mengizinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.