STRATEGIC ASSESSMENT. Ukraina menembakkan belasan drone ke Moskow, Rusia. Serangan ini merupakan salah satu yang terbesar sejak perang berkecambuk antara Rusia dan Ukraina, Februari 2022. Hal ini pun dibenarkan Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin. Pertahanan udara Rusia melaporkan menembak jatuh setidaknya 11 drone. Sobyanin menegaskan sejauh ini tidak ada kerusakan. Korban jiwa juga tidak dilaporkan.
Serangan drone di Moskow jarang terjadi. Namun di Mei, Rusia sempat mengumumkan bagaimana tentaranya menembak jatuh sebuah pesawat nirawak di luar ibu kota, yang memaksa pembatasan diberlakukan di dua bandara utama di kota itu selama kurang dari satu jam.
Kyiv sendiri telah berulang kali menargetkan fasilitas minyak dan gas di Rusia sejak konflik dimulai, sekitar ratusan kilometer dari perbatasannya. Ini dilakukan sebagai balasam atas serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina.
Pesawat nirawak Ukraina menyerang fasilitas penyimpanan minyak di wilayah Rostov selatan Rusia pada hari Minggu. Hal tersebut, menurut otoritas setempat, sempat memicu kebakaran besar.
Sementara itu, kebakaran besar terjadi di kota Proletarsk, Rusia, Selasa. Sekitar 500 petugas pemadam kebakaran Rusia bekerja untuk memadamkan api.
Awal bulan ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memuji pasukannya karena menyerang fasilitas minyak di Rusia, dengan mengatakan serangan itu akan membantu mengakhiri konflik dengan adil. Serangan drone itu terjadi saat Ukraina melancarkan serangan lintas batas yang belum pernah terjadi sebelumnya ke wilayah Kursk Rusia, tempat Ukraina mengklaim menguasai lebih dari 80 permukiman.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi Universitas Pasukan Khusus (SFU) di Chechnya. Dia memuji para peserta pelatihan yang menjadi sukarelawan untuk bertugas sebagai pelindung tanah air. Putin melakukan perjalanan ke Chechnya, untuk pertama kalinya sejak 2011. Ia ditemani ke SFU di Gudermes oleh Ramzan Kadyrov, pemimpin Republik Chechnya, yang membantu mendirikan sekolah tersebut pada tahun 2013.
“Senang bertemu dengan Anda di sini,” kata Putin kepada para peserta pelatihan yang bersiap untuk dikerahkan ke garis depan dalam konflik Ukraina, dilansir RT. “Keputusan yang Anda buat sulit. Menembak di lapangan tembak adalah satu hal, tetapi mempertaruhkan nyawa dan anggota tubuh Anda adalah hal lain. Namun, Anda merasa perlu melindungi Tanah Air dan keberanian untuk mengambil keputusan itu,” ungkapnya.
Putin mengungkapkan, mereka yang membuat keputusan seperti itu telah menang. Dia ingin mengucapkan selamat kepada para tentara, berterima kasih atas keputusan tersebut. “Saya mendoakan Anda dengan sepenuh hati. Selama kita memiliki orang-orang seperti Anda, kita benar-benar tak terkalahkan,” paparnya. Kadyrov menunjukkan bahwa SUF telah melatih lebih dari 47.000 tentara, termasuk sukarelawan, sejak dimulainya operasi militer di Ukraina. “Kelompok sukarelawan berikutnya yang telah menjalani pelatihan di Universitas Pasukan Khusus akan berangkat ke zona operasi militer khusus dalam beberapa hari mendatang,” kata kepala Chechnya.
Putin memeriksa kompleks pelatihan di Gudermes, mengamati beberapa pelajaran, dan berbicara singkat dengan komandan pasukan khusus, instruktur, dan sukarelawan yang berlatih di fasilitas tersebut, menurut Kremlin. Ini adalah kunjungan pertamanya ke SUF, yang didirikan setelah kunjungan sebelumnya ke Chechnya.
Pada bulan Februari tahun ini, Kadyrov mengumumkan bahwa akademi tersebut akan diberi nama Putin sendiri. Sebelumnya pada hari itu, ia singgah di dua wilayah Kaukasus Utara lainnya, Kabardino-Balkaria dan Ossetia Utara–Alania.
Militer Ukraina yang didukung NATO memulai serangan kejutan berskala besar ke wilayah Kursk Rusia pada awal Agustus, mengirim pasukan khusus, tentara bayaran, pejuang PMC, dan serangkaian peralatan Barat ke wilayah perbatasan. Serangan Ukraina itu terjadi di tengah percepatan kemajuan Rusia di Donbass dan dukungan Barat yang melemah. “Upaya pasukan Ukraina untuk maju telah dihentikan di seluruh wilayah Kursk, dengan sumber daya utama musuh dihancurkan dan pasukan Rusia bekerja untuk membersihkan permukiman musuh,” ungkap komandan pasukan khusus Akhmat Apti Alaudinov.
Menurut komandan, “Penghancuran sumber daya utama pasukan Ukraina, termasuk eselon terdepan mereka, telah menimbulkan kerusakan yang sangat parah pada musuh. Mereka kehilangan banyak peralatan, tank, kendaraan lapis baja, dan banyak infanteri.”
“Penghancuran musuh terus berlanjut, kami sudah membersihkan beberapa daerah berpenduduk. Saat ini, pekerjaan sedang dilakukan untuk membersihkan permukiman. Saya pikir saat ini, kami tidak perlu lagi khawatir bahwa musuh, tidak peduli berapa banyak sumber daya yang dimilikinya, dapat melewati daerah tempat kami berada,” tegas komandan tersebut.
“Mereka dihentikan di lokasi yang tidak terlalu menguntungkan bagi mereka… Bahkan sekarang mereka sudah mulai aktif menggali. Tidak akan terlalu menguntungkan bagi mereka untuk mempertahankan diri, karena saat ini kami sudah mengendalikan pasokan, transportasi, logistik musuh. Dan mereka juga menderita kerugian besar pada rute logistik setiap hari,” tambah Alaudinov.
Menurut komandan tersebut, tentara bayaran asing yang terlibat dalam operasi Kursk Ukraina termasuk prajurit dari negara-negara NATO. “Mereka menambahkan sejumlah besar tentara bayaran asing, sebanyak yang dapat dikerahkan (untuk operasi Kursk). Saya pikir perlu dicatat bahwa di antara tentara bayaran asing ini ada orang-orang yang bekerja langsung di unit NATO,” ujar Alaudinov.
Komandan Akhmat yakin operasi Kursk adalah rencana oleh kekuatan NATO yang dirancang untuk mengalihkan perhatian Rusia dan menyebabkannya menghentikan kemajuannya melalui wilayah lain, dan menekankan hal itu telah disertai dengan kejahatan perang oleh pasukan musuh.
Sejumlah media dan analis militer Rusia mengungkap seragan masif Angkatan Bersenjata Ukraina (AFU) ke sektor yang terisolir di Oblast (Provinsi) Kursk, Senin 19 Agustus 2024. Aksi cepat pasukan Volodymyr Zelensky diklaim berhasil merebut tiga desa di wilayah tersebut.
Dari UAWire, serangan kilat militer Ukraina disebut membuat tentara Rusia yang berada di ketiga desa terpukul hebat. Alhasil, ketiga desa berhasil dikuasai dalam satu hari. Serangan militer Ukraina difokuskan di sisi selatan Sungai Seym, yang telah terputus setelah tiga jembatan yang menghubungkan wilayah ini dihancurkan.
Agentstvo Novosti melaporkan, tentara Ukraina kemungkinan sudah memasuki ketiga desa yang direbut dalam 24 jam terakhir. Sementara dari Deep State, ketiga desa di wilayah Kursk yang berhasil diduduki pasukan militer Ukraina adalah Snagost dan Apanasovka di Distrik Korenevsky dan Desa Oturby di Distrik Glushkovsky. Salah satu unit militer yang menguasai Desa Apanasovka berasal dari Batalyon Terpisah ke-501 Korps Marinir Ukraina. Informasi ini diungkap oleh blog militer Rusia, Military Informant, dalam video bertajuk “Paratrooper’s Diary”.
Presiden Belarusia Alexander Lukashenko menyebut, rakyat Ukraina segera menyadari bahwa mereka dimanfaatkan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya sebagai umpan meriam atau artileri. Pria sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin itu juga mengatakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky kehilangan dukungan dari rakyatnya. Pasalnya sebagian besar anggota kelompok nasionalis fanatik telah tewas dalam pertempuran.
Dia menambahkan, negara-negara Barat ingin mengubah rakyat Ukraina menjadi umpan artileri sementara para perempuannya menjadi budak seks. Dia mengambil contoh banyak perempuan Ukraina yang terpaksa bekerja di prostitusi sejak perang. Lebih lanjut dia mengatakan hampir tiga perempat warga Ukraina membenci Zelensky. Alasannya Zelensky telah mengkhianati janji.
Menurut Lukashenko, saat terpilih sebagai presiden pada 2019, Zelensky berjanji akan menemukan cara untuk menyelesaikan konflik di Donbass secara damai. Namun ternyata dia mengadopsi kebijakan bermusuhan seperti pendahulunya.
Lukashenko yakin perang Rusia-Ukraina pada akhirnya akan berakhir dan hubungan akan pulih kembali.
Panglima Militer Ukraina Kolonel Jenderal Oleksandr Syrsky merencanakan dan memerintahkan serangan terhadap wilayah Kursk, Rusia, sebagai upaya terakhir untuk menghindari pemecatan.
Itu diungkap The Economist, mengutip sumber Ukraina yang mengetahui masalah tersebut.
Kyiv juga dilaporkan tidak memberi tahu pendukung Barat-nya tentang rencana serangan itu karena takut mereka akan memerintahkan operasi tersebut dibatalkan, atau rinciannya akan bocor.
Menurut sumber tersebut, Syrsky hampir dipecat hanya beberapa minggu sebelum operasi dimulai karena garis depan yang runtuh di Donbas.
The Economist mencatat bahwa Syrsky, yang memangku jabatan sebagai jenderal tertinggi Ukraina pada bulan Februari, berjuang dengan warisan yang kurang ideal dari pendahulunya, Jenderal Valery Zaluzhny, serta keterlambatan dalam dukungan Barat.
Selain itu, dia dilaporkan berada di bawah tekanan dari kepala staf Presiden Volodymyr Zelensky yang berpengaruh, Andrey Yermak.
Ketika ketegangan meningkat, Syrsky merancang apa yang The Economist gambarkan sebagai “pertaruhan berani yang lahir dari keputusasaan”, dengan beberapa skenario di atas meja.
Komandan tersebut juga dilaporkan sangat menjaga kerahasiaan, membahas rencana hanya dengan sekelompok pejabat tertentu dan memberi tahu Presiden Zelensky tentang kemajuan hanya secara pribadi.
Zelensky mengeklaim pada bulan Februari bahwa rencana untuk operasi tersebut telah “ada di meja Kremlin bahkan sebelum operasi dimulai.”
The Economist mencatat bahwa ketika dihadapkan dengan kenyataan yang sudah terjadi, Barat tidak keberatan. Banyak pejabat Barat yang menyuarakan dukungan atas serangan terhadap Rusia, dengan alasan bahwa Kyiv memiliki hak untuk membela diri.
AS bersikeras bahwa mereka tidak terlibat dalam persiapan serangan Kursk. Namun, mantan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolay Patrushev berpendapat bahwa Kyiv tidak akan pernah berani melancarkan operasi semacam itu tanpa dukungan Washington, seraya menambahkan bahwa NATO memasok Ukraina dengan senjata, instruktur militer, dan intelijen.
Saat pertempuran berkecamuk di Wilayah Kursk, The Economist mengutip pernyataan militer Ukraina yang mengatakan bahwa mereka sudah mulai melihat tingkat perlawanan yang berbeda, dengan korban yang terus bertambah.
Sementara pasukan Kyiv telah menduduki sebagian wilayah perbatasan, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa kemajuan telah dihentikan.
Menurut Moskow, Ukraina telah kehilangan lebih dari 3.400 anggota angkatan bersenjata dan sekitar 400 kendaraan lapis baja dalam serangan tersebut.