STRATEGIC ASSESSMENT. Serangan Laut Merah oleh kelompok Houthi di Yaman memakan korban baru. Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), kini merasakan dampaknya.
Mengutip Al-Jazeera, operator pelabuhan yang berbasis di Dubai DP World, kini mengalami penurunan laba bahkan hingga 60 % di semester pertama 2024. DP World melaporkan laba sebesar US$265 juta tahun ini, turun dari US$651 juta pada waktu yang sama tahun lalu (yoy).
“Tahun 2024 ditandai oleh lingkungan geopolitik yang memburuk dan gangguan pada rantai pasokan global karena krisis Laut Merah,” kata Ketua dan CEO DP World Group, Sultan Ahmed bin Sulayem, mengakui bahwa gangguan Laut Merah memengaruhi pendapatan perusahaan.
“Meskipun prospek perdagangan jangka pendek masih tidak pasti karena hambatan makroekonomi dan geopolitik, kinerja keuangan yang tangguh pada semester pertama … memposisikan kami dengan baik untuk menghasilkan laba yang disesuaikan secara stabil sepanjang tahun,” jelas kepala perusahaan pelayaran milik pemerintah tersebut tetap optimis tanpa mengomentari serangan Houthi secara spesifik.
Houthi menyerang kapal-kapal di Laut Merah sebagai bentuk protes atas serangan Israel ke Gaza. Hingga kini, total 40 lebih kapal asing diserang di perairan logistik dunia tersebut.
Houthi mengaku menyerang kapal-kapal yang terkait kepentingan Israel dan Barat. Akibatnya banyak pelayaran logistik memutar ke Ujung Harapan, Afrika, dan menyebabkan kenaikan biaya yang berujung ke kenaikan harga barang di konsumen dunia.
Pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad mengecam Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Hamad menyebut Netanyahu adalah penipu karena telah “merusak” negosiasi penyanderaan dan gencatan senjata saat ini.
Berbicara dengan Al-Mayadeen, Hamad menyebut Netanyahu “melakukan penipuan” dan mengklaim bahwa ia “menetapkan persyaratan baru dan merusak apa yang telah disepakati sebelumnya”.
Hamad mendorong gagasan bahwa Netanyahu tidak tertarik pada kesepakatan dan secara aktif mencegah penyelesaian negosiasi. Ketidakkonsistenan Netanyahu tentang gencatan senjata di Hamas ini bukanlah hal yang baru baginya.
Berulang kali Netanyahu tampak berupaya menjegal tercapainya kesepakatan gencatan senjata.
Bahkan, negosiator Israel dan Presiden AS, Joe Biden menuduh Netanyahu tak memiliki niatan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Hamad menuduh Israel memperkenalkan persyaratan baru terkait Koridor Philadelphia setelah kedua pihak sebelumnya sepakat mengenai penarikan total Israel.
Ia menegaskan kembali bahwa Hamas tidak akan mengizinkan Israel untuk tetap berada di bagian mana pun dari Jalur Gaza.
Hamas mengklaim bahwa Israel meninggalkan celah dalam perjanjian untuk memungkinkan mereka kembali berperang di kemudian hari.
Hamad menyalahkan semua masalah selama negosiasi terhadap Israel.
Ia meminta para mediator untuk memberikan tekanan lebih besar pada Israel.
Namun, Hamad tampaknya menjauhkan negosiasi dari respons Iran-Hizbullah yang diharapkan terhadap pembunuhan kembar Ismail Haniyeh dan Fuad Shukr.
Netanyahu terlibat dalam konsultasi politik untuk memastikan bahwa kesepakatan pertukaran tahanan potensial, jika tercapai, tidak mempengaruhi koalisi pemerintahannya.
Menurut situs berita Israel, Makan, Netanyahu berencana mengirim pesan kepada dua menteri yang menentang kesepakatan tersebut.
Kedua menteri tersebut, ialah Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich.
Surat tersebut kabarnya dimaksudkan untuk meminta agar mereka tidak membubarkan pemerintahan.
Dengan kata lain, Netanyahu meminta Smotrich dan Ben-Gvir untuk tidak membubarkan pemerintah selama masa reses Knesset jika kesepakatan itu ditandatangani.
Ia telah meminta mereka untuk menunggu hingga setelah jeda perang selama 42 hari, yang menandai berakhirnya fase pertama kesepakatan, untuk melanjutkan genosida di Gaza, sebelum membuat keputusan akhir tentang hal itu.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa Aryeh Deri, pemimpin partai Shas, telah kembali menghadiri konsultasi keamanan terbatas minggu ini setelah absen selama beberapa minggu.
Kembalinya dia ini dipandang, di media Israel, sebagai tanda bahwa kesepakatan mungkin hampir selesai.
Dikutip dari Al-Mayadeen, pengungkapan ini menyoroti strategi terencana Netanyahu untuk berpotensi merusak perjanjian gencatan senjata setelah mencapai keuntungan yang diharapkan.
Dengan begitu, hal ini sejalan dengan tuduhan dari lawan-lawannya bahwa ia memprioritaskan kelangsungan hidup pemerintahannya di atas pertimbangan lain.
Kepala Staf Umum Pasukan Israel (IDF), Herzi Halevi memberikan pernyataan terkait situasi agresi militer IDF di Jalur Gaza yang sudah berlangsung 11 bulan sejak 7 Oktober 2023 silam.
Herzi Halevi mengakui, hingga kini IDF belum mencapai target perang yang mereka tetapkan, membebaskan sandera Israel yang ditahan di Gaza dan memberangus gerakan perlawanan Palestina, Hamas.
Dia menambahkan: “Hamas harus tahu bahwa setiap hari mereka menyandera (warga Israel) kami akan menjadi lebih pahit (keras) dibandingkan hari sebelumnya.”
Pernyataan ini dilontarkan pada saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan rapat sebelum delegasi yang ditunjuknya berangkat, Kamis, ke Doha, dalam kerangka pertemuan puncak yang diserukan oleh mediator Amerika Serikat, Qatar dan Mesir.
Netanyahu memberi wewenang kepada delegasi Israel untuk “menjembatani kesenjangan (perbedaan tuntutan dengan Hamas) tersebut,” namun hal itu “tidak berarti menyelesaikan perbedaan yang ada,” menurut laporan surat kabar Israel Yedioth Ahronoth.
Surat kabar tersebut mengutip sumber Israel yang mengatakan, “Mandat tersebut tidak berarti fleksibilitas dalam prinsip, namun memberikan solusi terhadap perubahan yang dilakukan oleh Hamas secara umum .”
Ketua tim perunding Israel yang akan berangkat ke Doha adalah pimpinan Mossad, Dedi Barnea, yang akan didampingi oleh pimpinan Shin Bet, Ronan Bar, Mayor Jenderal Nitzan Alon, yang mengoordinasikan berkas tahanan dan tahanan, dan Ofir Flake, penasihat perdana menteri.
Di sisi lain, sumber politik mengatakan, “Bertentangan dengan laporan media, Netanyahu sangat berpegang pada prinsip bahwa tentara Israel akan tetap berada di poros Philadelphia.”
Terkait tak juganya IDF mencapai target perangnya di Gaza, Surat Kabar Amerika Serikat (AS), The New York Times mengutip para pejabat AS dan Israel mengulas seputar kegagalan agresi militer Tentara Israel (IDF) ke Jalur Gaza yang sudah berlangsung berbulan-bulan sejak Oktober 2023 silam.
Narasumber media tersebut mengatakan kalau “kemungkinan melemahkan Hamas semakin berkurang,”.
Pengakuan para pejabat AS-Israel ini menekankan kalau “Israel telah melakukan segala yang bisa dilakukannya pada tingkat militer di Gaza.”