STRATEGIC ASSESSMENT. Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menunggu kepastian persiapan pembangunan infrastruktur untuk melakukan kegiatan yang berada di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada bulan Juli 2024. Menurutnya, jika infrastruktur sudah siap, ia memastikan akan berkantor di IKN.
“Kemarin memang targetnya kan Juli, tetapi kan lihat ke IKN, tiap hari hujan terus, hujan deres banget jadi memang pekerjaan banyak yang mundur, dan itu biasa dalam proyek besar,” kata Jokowi kepada wartawan.
Bahwa pembangunan infrastruktur di IKN ini bukan dibangun dua atau tiga tahun, melainkan jangka panjang.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan memulai kegiatan mengantor di ibu kota negara atau IKN pada akhir Juli 2024.
Pada kesempatan tersebut, Plt Kepala OIKN itu juga menambahkan pada pertengahan Juli mendatang sekitar tanggal 15 Juli air dan listrik sudah bisa digunakan di IKN.
Paling tidak, air sudah mengalir ke kantor Presiden dan beberapa titik lain untuk mendukung kelancaran upacara HUT Kemerdekaan di IKN.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Basuki Hadimuljono juga menegaskan, Presiden tidak batal untuk berkantor di IKN sesuai dengan rencana pada bulan Juli ini.
Sementara, Organisasi Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengingatkan pemerintah harus selalu memprioritaskan masalah kesehatan di Indonesia, meski saat ini juga tengah fokus dengan percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). CEO Cisdi Diah Satyani mengatakan bahwa pembangunan IKN dengan masalah kesehatan di Indonesia sebenarnya dua persoalan yang berbeda dan tidak bisa dibandingkan.
“Kita ingin ada keseimbangan dan cara pandang yang komprehensif dan berharap prioritasnya. Jangan dibandingkan dengan IKN, kesehatan itu ada atau tidak ada IKN harus tetap menjadi salah satu prioritas,” kata Diah kepada Suara.com, ditemui di Jakarta.
Diah juga menyinggung terkait program makan gizi gratis yang jadi salah satu recana pemerintaha Presiden terpilih Prabowo Subianto. Menurutnya, program tersebut belum menyasar pada inti masalah kesehatan di Indonesia.
Apabila pelaksanaannya tidak dirancang dengan benar, justru berisiko menimbulkan masalah kesehatan baru.
Tak hanya itu, kualitas kesehatan di Indonesia juga disebut masih kurang hingga infrastruktur teknologi digital yang belum memadai. Diah menyarankan, pemerintah selanjutnya bisa fokus terhadap sistem kesehatan, terutama terhadap fasilitas layanan primer.
“Jadi di dalam layanan primer itu ada cek kesehatan, skrining, deteksi dini sampai dengan perspektif atau pendekatan yang diinginkan. Maka kita harus melihat kebijakan yang berpihak terhadap makan sehat, kebijakan yang bisa memihak pada industri tembakau, bagaimana di Indonesia soal rokok. Lalu juga perlu kebijakan yang mempunyai lensa keberagaman inklusi berpihak kepada kelompok rentan dan kesetaraan gender,” tuturnya.