STRATEGIC ASSESSMENT. Berita tentang Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri yang menangkap 16 teroris yang ditangkap di Sumatra Barat merupakan jaringan Negara Islam Indonesia (NII) membuat kaget publik, sebab selama ini kelompok NII dianggap tidak berbahaya oleh negara walaupun mereka memilik tujuan mengubah ideologi Pancasila dengan Negara Islam.
Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan mengaku mendapat laporan dari masyarakat terkait keterlibatan di kelompok NII, dari kalangan pelajar, mahasiswa, kalangan buruh dan bahkan dari kalangan artis dan pejabat negara.
Bahkan ada korban dari mahasiswi S2 di perguruan tinggi di Lampung yang sampai saat ini masih depresi setelah memutuskan keluar dari jaringan NII karena diteror dengan berbagai ancaman.
Menurut Ken, rata rata korban NII yang memutuskan keluar itu menganggap apa yang telah dilalui sebagai aib yang tidak perlu diceritakan, lalu ketika diminta lapor ke aparat rata rata juga tidak mau karena takut keamanan diri dan keluarga terancam.
Kasus NII seperti pemerkosaan, orang yang sudah menjadi korban malu mau cerita, mau lapor takut diancam sama jaringan yang masih aktif. Tambah Ken.
NII Crisis Center membuat kanal pengaduan masyarakat secara independen di whatsapp 0898-5151-228 sebagai tempat diskusi dengan para mantan NII yang telah insyaf, tutup Ken.
Sementara itu, di Pidie, Aceh, pemerhati masalah kelompok radikal, Bustaman al Rauf mengatakan, kelompok radikal kanan masih aktif memperjuangkan aspirasinya dalam merubah pancasila, tapi jumlah mereka sangat minim, ruang lingkup mereka semakin menyemepit, dan gerakan mereka semakin mendapat penolakan masyarakat termasuk organisasi terbesar umat Islam seperti NU dan Muhammadiyah, serta stigma teroris semakin melekat kepada mereka, mereka akan gagal lagi seperti NII pendahulu mereka. (Red/dari berbagai sumber).