STRATEGIC ASSESSMENT. Berbagai pihak telah terlibat di dalam praktik kemaksiatan massal judi online (judol), baik masyarakat biasa maupun pejabat. Berdasarkan catatan PPATK 26 Juli 2024, ada 168 juta transaksi judol dengan total akumulasi perputaran dana mencapai Rp. 327 triliun sepanjang 2023. Secara total, akumulasi perputaran dana transaksi judol mencapai Rp. 517 triliun sejak 2017. PPATK juga mencatat pemain judol di Indonesia sebanyak 4 juta orang. Mereka tidak hanya berasal dari kalangan usia dewasa, tetapi juga anak-anak. Untuk pelaku dewasa, mereka berasal dari beragam latar belakang profesi, mulai dari polisi, tentara, wartawan, hingga PNS. Sedangkan untuk kalangan anak-anak, dalam kurun waktu 2017—2023, jumlah anak yang terpapar judol meningkat hingga 300%. Semua ini menunjukkan bahwa judol bukan perkara remeh, melainkan jelas-jelas berbahaya, bahkan sifatnya sudah sistemis. Kasus judol sudah seperti lingkaran setan.
Langkah Pemerintah dalam memerangi judol dinilai lambat, karena Pemerintah baru bergerak pada akhir masa jabatan Jokowi. Realitas ini memperlihatkan bahwa pemerintah kurang serius dalam menanggapi kasus judol dan seperti tidak memahami akar masalah judol. Lalu, upaya Presiden Prabowo yang seolah-olah bergerak cepat memberantas judol tidak terlepas dari pencitraan dalam 100 hari pemerintahannya. Sebabnya, realitas judol tidak hanya terkait dengan kementerian ataupun pejabat tertentu, melainkan sudah menjadi kasus yang memiliki efek domino yang meluas.
Sungguh memalukan ketika Indonesia yang merupakan salah satu negeri muslim terbesar di dunia menjadi surga bagi judol. Meski negeri ini muslim, sistem kehidupan yang diterapkan adalah sistem Sekuler. Terungkapnya kasus-kasus judol menunjukkan betapa rusaknya sistem sekuler. Sekularisme yang merupakan asas sistem Demokrasi Kapitalisme telah meniscayakan paradigma hidup rusak dan merusak. Sekularisme juga terbukti merusak mereka akibat jauh dari syariat.
https://www.youtube.com/@muslimahrindusyariah9307/
Parahnya lagi, para pejabat yang semestinya menjadi pihak yang terdepan menanggulangi penyalahgunaan teknologi sebagaimana judol malah menjadi yang terdepan dalam menggunakan teknologi digital untuk kemaksiatan. Jika sudah begini, sungguh pemberantasan judol dalam sistem Sekuler Kapitalisme adalah mimpi belaka.
Oleh karena itu, judol hanya bisa diberantas secara tuntas dengan menerapkan aturan Islam kafah oleh negara Khilafah. Dalam Khilafah tidak akan terdapat celah bagi transaksi-transaksi ekonomi yang diharamkan syariat, termasuk judi, apa pun bentuknya, baik online maupun offline. Khilafah akan menerapkan aturan tegas dalam rangka merevolusi konten digital yakni melalui pemanfaatan teknologi berbasis akidah Islam. Khilafah juga berperan mengedukasi masyarakat melalui berbagai jenjang sistem pendidikan, baik formal maupun nonformal. Hal ini dalam rangka menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam dan paham syariat.
Khilafah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk bertransaksi ekonomi secara halal. Khilafah juga akan mengatur penggunaan teknologi digital agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas keharaman, seperti judol. Di samping itu, Khilafah menerapkan sistem sanksi bagi para pelaku judi, yang bersifat zawajir (mencegah) dan jawabir (penebus dosa). Sanksi tindak pidana perjudian dalam Islam adalah takzir, yakni hukuman atas tindak pidana yang sanksinya sepenuhnya ditentukan berdasarkan ijtihad khalifah. (https://www.facebook.com/Mrs.Deliverse/posts/pfbid0azA8BcUfyfZY1GQiyiiy4XbiXg7bFYTEbHwxa5FmkX7xdTYN5gFMkuw8HUQZPwMBl)