STRATEGIC ASSESSMENT. Kisruh di internal KPK seperti tidak kunjung usai. Usai masalah pungutan liar di Rutan KPK tuntas, lembaga antikorupsi itu kini dihadapkan dengan konflik yang melibatkan pimpinan KPK dengan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Sengkarut masalah ini dipicu usai Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan Albertina Ho ke Dewas KPK. Albertina diketahui merupakan salah satu anggota Dewas KPK.
Laporan dari Ghufron ini berkaitan dengan kasus mantan jaksa KPK inisial TI yang dilaporkan ke Dewas KPK terkait dugaan memeras saksi senilai Rp 3 miliar. Ghufron menilai ada wewenang yang dilangkahi Albertina sebagai anggota Dewas.
Ghufron melaporkan salah satu anggota Dewas KPK ke Dewas KPK itu sendiri. Anggota Dewas KPK itu diadukan atas dugaan penyalahgunaan wewenang. “Iya benar, saya sebagai insan KPK memiliki kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b Perdewas No 3 Tahun 2021 menyatakan: Dalam mengimplementasikan nilai dasar integritas, setiap insan Komisi wajib melaporkan apabila mengetahui ada dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh insan Komisi,” ujar Ghufron kepada wartawan.
Ghufron mengatakan upaya pelaporan ini wajib dilakukan karena merupakan suatu kewajiban sesuai dengan peraturan Dewas KPK.
Lebih lanjut Ghufron mengungkap anggota Dewas KPK yang tak disebutkan namanya itu melakukan upaya permintaan hasil analisis transaksi keuangan pegawai KPK. Dia menyebut tindakan itu di luar wewenang Dewas.
Albertina lalu buka suara soal laporan dari Ghufron. Albertina menyebut laporan itu terkait dirinya meminta informasi transaksi keuangan seorang eks jaksa KPK inisial TI yang diduga memeras saksi.
Albertina menyebut dirinya ditunjuk sebagai penanggung jawab terkait dugaan pelanggaran etik TI. Dia mengaku heran karena keputusan ini dianggap telah kolektif kolegial.
“Hanya saya yang dilaporkan, padahal keputusan yang diambil Dewas kolektif kolegial. Koordinasi Dewas dengan PPATK berdasarkan SE KemenPAN-RB No 1 Tahun 2012,” tambahnya.
Lebih lanjut, Albertina menegaskan bahwa koordinasi tersebut dilakukan sebelum urusan eks Jaksa KPK TI diserahkan ke KPK.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan Albertina Ho dilaporkan Ghufron ke Dewas KPK terkait pengusutan kasus mantan jaksa KPK inisial TI yang diduga memeras saksi Rp 3 miliar. Albertina saat itu berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait riwayat transaksi jaksa TI.
Menurut Syamsuddin, langkah yang dilakukan Albertina saat itu masih dalam tugasnya sebagai person in charge (PIC) masalah etik di Dewas KPK.
Syamsuddin juga menyinggung laporan etik di Dewas KPK dengan terlapor Nurul Ghufron. Dia mengatakan laporan Ghufron ke Albertina diharapkan tidak terkait dengan masalah etik yang juga tengah menjerat pimpinan KPK tersebut.
Kasus dugaan pelanggaran etik terkait adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) masih bergulir. Dewan Pengawas (Dewas) KPK akan menggelar sidang etik kasus tersebut pada awal Mei mendatang.
“Ya sidangnya mulai tanggal 2 Mei,” kata anggota Dewas KPK Albertina Ho. Dalam kasus tersebut Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata, juga ikut dilaporkan. Albertina mengatakan hanya Nurul Ghufron yang naik ke tahap sidang etik.
Dua pimpinan KPK masing-masing Alexander Marwata dan Nurul Ghufron dilaporkan ke Dewas KPK pada Januari 2024. Keduanya dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang di Kementerian Pertanian (Kementan).
Albertina mengatakan kedua pimpinan KPK itu dilaporkan terkait penanganan perkara di Kementerian Pertanian (Kementan). Namun Dewas mengungkap kasus yang melibatkan Ghufron dan Alex berbeda dengan perkara yang melibatkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan mantan Ketua KPK Firli Bahuri.
Dewas KPK memang belum menjelaskan secara rinci. Namun, anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris menyebut laporan itu berkaitan dengan dugaan Ghufron menggunakan pengaruhnya sebagai insan KPK dalam proses mutasi di Kementan. Pernyataan dari Syamsuddin itu diutarakan saat menjawab proses laporan Ghufron kepada Albertina di Dewas KPK.
Dilihat dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan tersebut disampaikan pada Rabu, 24 April 2024. Gugatan itu teregristasi dengan nomor perkara 142/G/TF/2024/PTUN.JKT. “Penggugat Nurul Ghufron. Tergugat Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi RI,” demikian tertulis di laman SIPP PTUN Jakarta, dikutip Kamis (25/4/2024).
Gugatan itu juga dibenarkan oleh Ketua KPK Nawawi Pomolango. Dia mengungkap gugatan Ghufron terkait Dewas yang dianggap menangani laporan kedaluwarsa.
Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, merasa laporan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait dengan proses etiknya yang sedang berlangsung. Meski begitu, Albertina mengatakan dirinya profesional menjalankan tugas sebagai Dewas KPK.
Albertina mengatakan menyerahkan semua prosesnya ke Dewas untuk menyelesaikan laporan Ghufron tersebut. Lebih lanjut, dirinya menegaskan apa yang dilakukannya merupakan tugas Dewas.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menilai Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron lucu setelah melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Tumpak menyampaikan apa yang dilakukan Albertina sudah berdasarkan surat tugas.
Dalam hal ini, Albertina dilaporkan Ghufron ke Dewas KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang terkait masalah koordinasi dengan PPATK. Tumpak mengatakan, setelah melakukan klarifikasi terhadap Albertina, dia menyebut tidak ada pelanggaran.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat UGM) Zaenur melihat Nurul Ghufron lebih banyak berpolemik di KPK daripada melakukan pemberantasan korupsi.
“Meskipun Nurul Ghufron sah-sah saja melaporkan Albertina Ho kepada Dewas, melaporkan ke PTUN, tetapi saya melihat dari kacamata masyarakat, ini adalah menunjukkan bahwa Nurul Ghufron itu lebih banyak berpolemik di internal KPK daripada menunjukkan kinerjanya dalam pemberantasan korupsi,” kata Zaenur saat dihubungi wartawan.
Zaenur menyoroti kinerja KPK beberapa waktu belakangan yang disebut sangat buruk di tentang polemik pimpinan KPK dan Dewas. Dia mengatakan berdasarkan data dari transparansi international Indonesia (TII) penilaian terhadap KPK di bidang pencegahan dan penindakan korupsi menurun.
Zaenur menyampaikan pimpinan KPK tidak boleh mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan urusan birokrasi di kementerian. Sehingga sudah sepatutnya laporan itu diproses meski Gufron menganggap proses etiknya di Dewas KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang di Kementerian Pertanian (Kementan) seharusnya tidak dilanjutkan karena dirasa sudah kedaluwarsa.
Indonesia Memanggil 57 Institute sebut Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron pantas dipecat dari jabatannya. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Indonesia Memanggil 57 Institute yang juga mantan Penyidik KPK Praswad Nugraha.
Menurut Praswad, Nurul Ghufron punya itikad buruk dalam laporannya terhadap Anggota Dewas KPK yang berkoordinasi dengan PPATK. “Laporan Nurul Ghufron yang menyatakan bahwa terdapat penyalahgunaan wewenang dalam hal Anggota Dewas KPK yang melakukan koordinasi dengan PPATK, menunjukan adanya motif dan itikad buruk yang dilakukan oleh Nurul Ghufron menggunakan skema seolah-olah telah terjadi pelanggaran kode etik oleh Dewas KPK,” ucap Praswad.
Perlu ditegaskan, kata Praswad, koordinasi yang dilakukan Dewas KPK kepada PPATK didasari karena kewenangan penuh untuk mencari bukti. Mengingat Dewas KPK adalah bagian dari lembaga penegak hukum dan merupkan satu kesatuan utuh bagian dari KPK yang tidak terpisahkan sebagaimana di atur di dalam UU KPK No. 19 tahun 2019.
“Dalam hal ini, Albertina Ho selaku Anggota Dewas KPK yang meminta analisis transaksi keuangan Eks Jaksa KPK yang diduga melakukan pemerasan kepada saksi yang ia tangani merupakan kewenangan mutlak Dewas KPK dalam rangka pembuktian pelanggaran kode etik. Tentunya PPATK akan memiliki pertimbangan dalam menindaklanjuti permintaan tersebut. Oleh karena itu, Praswad menilai ada persoalan dari tindakan Ghufron karena memposisikan diri seakan menjadi pembela dari pihak yang menolak diungkapnya kasus korupsi.
Lebih lanjut, Praswad mencermati pelaporan yang dilakukan Nurul Ghufron merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari dugaan pelanggaran kode etik penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh dirinya sendiri.
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengungkapkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membantu memindahkan pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) RI berinisial ADM ke Malang, Jawa Timur.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyatakan telah cukup bukti untuk membawa perkara tersebut ke persidangan etik.
Albertina memastikan ada komunikasi antara Ghufron dengan pejabat Kementan untuk merealisasikan keinginannya tersebut.
Dewas KPK, terang Albertina, telah mengklarifikasi setidaknya 10 orang termasuk mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Ghufron membantah PNS Kementan yang dirinya bantu ini masih kerabat. Ia mengaku hanya membantu PNS tersebut mendapat hak-haknya.
“Tidak ada alasan apa-apa hanya karena itu hak kepegawaian, dan saya ketika menjadi dekan telah memenuhi permohonan mutasi ikut suami dua orang. Itu karena menjaga hubungan suami istri sebagaimana diatur dalam UU itu diutamakan,” kata Ghufron.
Ghufron menuturkan peristiwa yang ramai dan menjadi pokok permasalahan terjadi pada 15 Maret 2022. Maka, menurut dia, semestinya pada 16 Maret 2023 peristiwa dimaksud sudah kedaluwarsa. Sementara itu, laporan yang masuk ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023.
“Dan saya baru diklarifikasi pada tanggal 28 Februari 2024 baru tahu bahwa laporan itu mestinya sejak dilaporkan saja sudah expired sehingga Dewas sudah tidak berwenang secara waktu untuk memeriksa,” kata Ghufron.
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) hari ini menyambangi gedung KPK. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengirimkan surat yang ditunjukkan kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron untuk meminta bantuan pengurusan mutasi seorang ASN Papua Barat.
Boyamin mengatakan langkah itu ditempuhnya setelah mengetahui Ghufron berhasil membantu mutasi seorang ASN di Kementerian Pertanian (Kementan). Dia meminta hal serupa bisa dilakukan Ghufron kepada ASN Papua Barat tersebut.
Surat dari MAKI tersebut telah diterima pihak KPK untuk diteruskan kepada Nurul Ghufron. Boyamin berdalih pengiriman surat tersebut bukan bentuk sindiran atas tindakan Ghufron dalam pengurusan mutasi seorang ASN di Kementan.
Boyamin mengatakan MAKI akan membuka posko pengaduan bagi ASN yang kesulitan mutasi. Dia juga mengaku terbuka untuk bekerja sama dengan Nurul Ghufron dalam menguji UU ASN di Mahkamah Konstitusi terkait pengurusan mutasi bagi ASN.
Menjelang dugaan pelanggaran etik menggunakan pengaruhnya ke pejabat Kementerian Pertanian (Kementan), Ghufron melaporkan Albertina Ho ke Dewas karena meminta data hasil analisis transaksi keuangan pegawai ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Menurut Novel dan teman-temannya yang tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute, tindakan Ghufron itu menghalangi proses pemeriksaan etik.
Adapun, Albertina berkoordinasi dengan PPATK untuk mengumpulkan bukti terkait Jaksa KPK berinisial TI yang dilaporkan menerima suap dan gratifikasi. “Perlu juga dilakukan laporan terhadap pelanggaran kode etik untuk menghalang-halangi, menghambat atau menggagalkan proses pemeriksaan kode etik,” ujar Novel saat ditemui di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan.
Novel menyebut, tindakan Ghufron itu berseberangan dengan tugas pimpinan KPK. Alih-alih memastikan pemberantasan korupsi berjalan lancar, ia justru melaporkan Albertina. Padahal, kata Novel, Dewas berperan dalam mengontrol dan menguak tindak pidana korupsi di internal KPK.
Temuan mereka bisa ditindaklanjuti menjadi pidana seperti kasus pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK. Sementara tindakan Ghufron dikritik banyak pihak, anggota Dewas KPK ramai-ramai membela Albertina Ho.
Ghufron berharap laporannya terhadap Albertina Ho ditindaklanjuti. Ia mengaku, melaporkan Albertina agar masyarakat mengetahui bahwa penegakkan etika tidak boleh melanggar hukum dan serampangan tanpa batasan wewenang.
Ghufron bersikukuh tindakan Albertina meminta data transaksi keuangan ke PPATK tidak dibenarkan. Sebab, Dewas bukan penyidik. Menurutnya, dalam Pasal 44 Ayat (1) Huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan mengenai permintaan informasi transaksi keuangan kepada PPATK. Sementara, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor50 Tahun 2011 Pasal 36, instansi peminta itu meliputi penegak hukum, lembaga yang berwenang mengawasi seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), financial intelligence negara lain, dan lainnya. Adapun Albertina menyatakan tindakannya berkoordinasi dengan PPATK sesuai Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Nomor 1 Tahun 2012.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, akan menjalani sidang etik terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam mutasi jabatan di Kementerian Pertanian (Kementan). Masyarakat Antikorupsi (MAKI)menilai perbuatan Ghufron itu sebagai pelanggaran etik berat.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, awalnya membandingkan kasus etik Ghufron di Kementan ini dengan kasus etik yang pernah dialami oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arif Hidayat. Saat itu Arif Hidayat dianggap melanggar etik di sebagai hakim MK saat terlibat kasus ‘menitip’ jaksa.
Boyamin menilai perbuatan Ghufron dalam mengurus mutasi pegawai di Kementan memiliki kadar pelanggaran yang lebih tinggi dibandingkan kasus titip jaksa dari Arif Hidayat. Dia mengatakan kasus Ghufron memiliki kepentingan yang bersifat pragmatis di dalamnya.
Dia yakin Dewan Pengawas (Dewas) KPK akan memutus bersalah Nurul Ghufron. Boyamin juga menyoroti proses mutasi yang dibantu Ghufron itu bisa dinilai pelanggaran berat merujuk pada Kementan yang telah menjadi ‘pasien’ KPK. Dia mengatakan ada pasal di UU KPK yang telah dilanggar oleh Nurul Ghufron.
Kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam proses mutasi pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan) segera masuk ke sidang etik. Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengatakan kasus itu tetap disidangkan meski Ghufron mengajukan gugatan ke PTUN.
“Ya kami tetap berproses seperti biasa saja,” kata anggota Dewas KPK Albertina Ho di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/4/2024).
Sidang etik terhadap Ghufron digelar pada Kamis (2/5). Dewas KPK akan memanggil Ghufron sebagai terlapor.