STRATEGIC ASSESSMENT. Hubungan Partai Gelora dan PKS memanas, kali ini soal kans bergabung ke pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ribut-ribut Gelora dengan PKS mengingatkan kembali akan cerita lama tentang faksi sejahtera.
Partai Gelora merupakan partai baru yang berawal dari munculnya konflik internal di tubuh PKS. Gelora adalah partai yang didirikan eks Presiden PKS Anis Matta. Anis Matta kini menjabat Ketua Umum Gelora.
PKS sudah sejak lama diterpa rumor terkait adanya dua faksi dalam satu tubuh partai sebelum Anis Matta hengkang dan mendirikan Gelora. Faksi yang dimaksud yakni faksi keadilan dan faksi sejahtera. Faksi keadilan ini ialah faksi yang identik dengan senior-senior di PKS. Seperti misalnya Pendiri PKS (alm) Yusuf Supendi, Wakil Ketua Majelis Syuro, Hidayat Nur Wahid (HNW), Ketua Majelis Syuro Salim Segaf Al-Jufri dan Presiden PKS, Sohibul Iman. Faksi ini, kerap dilekatkan dengan bagian PKS yang konservatif.
Faksi keadilan ini lekat dengan mereka yang masih menjunjung tinggi semangat PKS tetap seperti era Partai Keadilan dahulu. Nama yang kerap disebut publik untuk kelompok ini diwakili representasi Hidayat Nurwahid.
Sementara itu, faksi sejahtera ialah faksi yang identik dengan para pengurus muda seperti Anis Matta, Fahri Hamzah dan Mahfudz Siddiq yang kini berada di Gelora. Kelompok ini juga kerap dianggap sebagai bagian yang demokratis dan lebih cenderung moderat. Faksi ini juga kabarnya dekat dengan Hilmi Aminuddin.
Kendati demikian, rumor dua faksi dalam partai berlambang kapas itu tak pernah diakui. Rumor dua faksi ini tetapi dibiarkan menjadi rahasia umum.
Singkat cerita, isu dua faksi ini terus bergulir. Salah satu momennya ialah ketika PKS melakukan perombakan struktur kepengurusan di sejumlah DPW, termasuk saat itu di wilayah Sumatera Utara dengan alasan hanya rotasi biasa.
Loyalis Anis Matta, Mahfudz Siddiq, menyebut perombakan itu merupakan bersih-bersih loyalis dari Anis Matta. Peristiwa ini membuat rumor persaingan faksi keadilan dan faksi sejahtera sempat terangkat kembali.
“Penggantian massal jajaran pengurus wilayah PKS Sumatera Utara kelanjutan dari pembersihan unsur Osan. Osan adalah istilah yang dipakai tim intelijen PKS untuk menyebut para pendukung Anis Matta,” kata Mahfudz, pada Oktober 2018.
Bahkan, konflik ini terus berlanjut ketika Pilpres 2019. Fahri Hamzah, sempat menyebut Anis dihadang untuk maju dalam Pilpres 2019 oleh para elit PKS. Saat itu, Fahri sudah dipecat oleh PKS pada April 2016.
“Jangan pimpinan ini merasa kita nggak tahu apa yang dia lakukan. Kita tahu. Yang dia lakukan ini sebenarnya menghambat Anis Matta. Kita tahu itu,” kata Fahri Hamzah di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Ajang yang diikuti Anis saat itu adalah pemilihan sembilan nama capres/cawapres PKS. Di situ, Anis bertarung melawan banyak nama, termasuk melawan Sohibul Iman yang kala itu menjabat presiden PKS dan Gubernur Jawa Barat saat itu, Ahmad Heryawan.
Struktur kepengurusan Partai Gelora pun terbentuk pada 10 November 2019. Duo inisiator Partai Gelora, Anis Matta dan Fahri Hamzah, menjadi Ketua dan Wakil Ketua Umum Partai Gelora.
Partai Gelora mengedepankan nilai-nilai keterbukaan yang sejak lama dirintis oleh Anis Matta. Anis yang pernah menjadi Sekjen dan Presiden PKS mengaku ingin meninggalkan pemisahan politik lama antara golongan kanan, tengah, dan kiri atau antara islam dengan nasionalisme. Sebab pemisahan tersebut telah menyebabkan Indonesia tidak bersatu sepenuhnya.
Pergeseran politik Anis tampak pada sistem kaderisasi dan struktur organisasi Partai Gelora. Sistem kaderisasi, kata dia, dibangun di atas ide dasar rumusan model manusia Indonesia yang bercirikan relijius, berpengetahuan, dan sejahtera. Karena itu Gelora bersifat terbuka dan pluralis akan lebih diwujudkan dari sekedar wacana.
Di Gelora juga tidak ada Dewan Syura yang biasanya diisi oleh para figur yang dianggap punya otoritas keagamaan lebih, dengan keputusan yang cenderung mutlak.
Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah menjawab Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera yang menyinggung Partai Gelora saat merespons penolakan terkait keinginan bergabung dengan Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Fahri Hamzah menyebut pihaknya menolak PKS bukan karena alasan pribadi, tapi karena persoalan di dalam diri PKS sendiri.
“Keinginan PKS bergabung dengan Presiden dan Wapres teprilih Pak Prabowo dan Mas Gibran itu tidak ada masalah dengan partai lain, apa lagi Gelora yang belum mendapatkan posisi di legislatif pusat,” kata Fahri Hamzah.
Fahri Hamzah pun menilai lebih baik PKS berpikir ulang untuk gabung dengan Pemerintahan Prabowo-Gibran. Dia juga menyinggung PKS kalah pada Pilpres 2024.
“Itu sebabnya sebaiknya PKS mengambil sedikit waktu untuk berpikir lebih mendalam tentang pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan yang selama ini diusung dan lalu menemukan argumen yang tepat untuk berada di luar pemerintahan, karena kalah di dalam pilpres yang lalu,” jelasnya.
Dia kembali menekankan bahwa Partai Gelora tidak ada masalah jika PKS hendak bergabung. Namun, dia mempersoalkan pikiran, gagasan, dan ideologi PKS.
Partai Gelora keberatan apabila Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergabung dalam koalisi partai politik pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Pasalnya, Gelora menilai kalangan PKS kerap menyerang pasangan Prabowo-Gibran sepanjang masa kampanye Pilpres 2024. Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Gelora, Mahfudz Siddiq menyebut, apabila PKS gabung Koalisi Indonesia Maju (KIM), akan terjadi pembelahan antara PKS dan pendukung fanatiknya yang kerap menyerang Prabowo-Gibran. Menurut dia, sikap elite dan akar rumput sangat berbeda.
“Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya,” kata Mahfudz.
Dia menjelaskan, pendukung PKS selama masa kampanye getol melakukan serangan negatif secara masif terhadap Prabowo- Gibran dan juga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Serangan itu pun dibungkus dengan narasi ideologis.
Salah satunya, kata Mahfudz, adalah narasi Nabi Musa AS tidak berutang kepada Firaun untuk menganalogikan bahwa capres Anies Rasyid Baswedan tidak berutang kepada Prabowo yang mengusungnya pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Sebagai catatan, PKS adalah partai pengusung Anies-Muhaimin di Pilpres 2024.
Mahfudz menambahkan, pendukung PKS juga kerap menyebarkan narasi adu domba, bahkan sebelum Pilpres 2024. Salah satu contohnya adalah cap pengkhianat kepada Prabowo karena bergabung dalam kabinet pemerintahan Jokowi usai Pilpres 2019.
“Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS,” kata Mahfudz yang dulunya merupakan salah satu elite PKS.
Sementara itu, PKS bersama PKB dan Partai Nasdem yang tergabung dalam Koalisi Perubahan diketahui mengusung Anies-Muhaimin di Pilpres 2024. Setelah jagoan mereka kalah, Koalisi Perubahan bubar. PKB dan Nasdem langsung gerak cepat bergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Partai Gerindra merespons sikap Partai Gelora yang menolak jika PKS bergabung koalisi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Waketum Gerindra Habiburokhman yakin akan ada titik temu mengenai itu.
“Kami yakin kalau kita bicara kepentingan bangsa dan negara maka akan ada titik temu,” kata Habiburokhman dan mengaku belum ada informasi dari Prabowo sebagai presiden terpilih terkait kabinet pemerintahan ke depan. Namun dia menegaskan Partai Gelora telah berkontribusi dalam pemenangan Prabowo-Gibran.
Habiburokhman menilai segala kepentingan dalam politik dapat dimusyawarahkan.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa pertemuan antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo akan sulit terwujud. Hasto mengaku mendapat aspirasi dari banyak pengurus anak ranting dan ranting PDI-P yang meminta agar Megawati tidak bertemu dengan Jokowi.
Hasto mengatakan, munculnya pagar-pagar yang membatasi itu muncul bukan karena pribadi Megawati maupun PDI-P, tapi karena pertimbangan konstitusi dan demokrasi. Ia menyoroti praktik penyalahgunaan kekuasaan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang menurutnya membuat orang-orang berintegritas dan bermodalkan kompetensi tidak berani maju di kontestasi mendatang. Hasto juga menyinggung sikap Jokowi yang tiba-tiba berbalik arah dari PDI-P setelah 23 tahun menjadi kader berlambang banteng tersebut.
Ia melanjutkan, PDI-P mendengarkan aspirasi pengurus akar rumput karena dianggap lebih jernih dalam melihat dinamika politik, berbeda dengan kalangan elite yang memikirkan timbal balik atas sebuah peristiwa. Oleh sebab itu, Megawati selalu mengingatkan kader-kader PDI-P untuk terus turun ke bawah dan mendengarkan suara akar rumput.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo sudah memikirkan rencana memperpanjang masa jabatan menjadi tiga periode tak lama setelah memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Hasto mengatakan, ketika itu, Jokowi meminta Ketua Umum Partai Bulan Bintang sekaligus pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra untuk mengkaji wacana perpanjangan masa jabatan.
Ia mengatakan, informasi ini didapatkan dari politikus PDI-P Deddy Sitorus yang memperoleh cerita tersebut langsung dari Yusril. “Saat itu Prof Yusril pernah cerita ke dia, bagaimana 2019 ketika habis menang MK seperti ini Pak Jokowi meminta kepada Prof Yusril untuk dikaji perpanjangan jabatan tiga periode itu,” kata Hasto dalam program Gaspol! Kompas.com.
Dengan demikian, menurut Hasto, Jokowi memang sudah sejak awal punya rencana untuk menjabat selama tiga periode meski hal itu dilarang oleh konstitusi. Oleh sebab itu, ia mengeklaim partainya menjadi salah satu pihak yang tidak bisa menerima ide perpanjangan masa jabatan tersebut.
Ia menyebutkan, wacana memperpanjang masa jabatan tersebut merupakan salah satu isu yang mencerminkan perbedaan ideologi antara PDI-P dan Jokowi.
Isu lainnya adalah ketika pemerintah ingin menerima kesebelasan Israel untuk berlaga dalam Piala Dunia U-20 2023 yang seharusnya digelar di Indonesia. Namun, polemik muncul setelah PDI-P beserta sejumlah kepala daerahnya menolak kehadiran Israel dan berujung Piala Dunnia U-20 2023 batal digelar di Indonesia.
Hasto menekankan bahwa sikap PDI-P yang berbeda haluan itu bukan untuk memperoleh suara yang lebih banyak, melainkan soal kedisiplinan dalam berjuang.
Politikus senior PDI-P Hendrawan Supratikno menyatakan, partainya akan terus mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga tuntas pada Oktober mendatang. Dengan begitu, PDI-P tak akan menarik menterinya dari kabinet.
Hal itu disampaikan Hendrawan merespons Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Silfester Matutina, yang mengatakan, PDI-P lebih baik menarik seluruh menterinya dari kabinet usai menganggap Jokowi bukan lagi kader partai. Hendrawan beralasan, pihaknya tak bisa mencabut begitu saja dukungan bagi pemerintahan Jokowi karena itu merupakan amanat Rapat Kerja Nasional IV PDI-P.
Lebih jauh, Hendrawan enggan ambil pusing soal banyaknya pandangan dan penilaian terhadap PDI-P usai Pilpres 2024. Dia menilai pandangan dan penilaian itu sebagai dinamika politik belaka. Ia juga menyampaikan, terkait sikap politik PDI-P terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran bakal diketahui setelah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V yang rencana digelar akhir Mei mendatang. Menurutnya, keputusan itu bakal disampaikan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
“Persoalan-persoalan strategis partai, sesuai AD/ART, keputusannya merupakan kewenangan Ketua Umum. Sebagai bahan menuju putusan tersebut, akan ada Rakernas partai yang menurut rencana akan berlangsung pada 24-26 Mei 2024,” jelas dia.
Sebelumnya, Silfester Matutina mengatakan, PDI-P lebih baik menarik seluruh menterinya dari kabinet Presiden Jokowi. Hal itu disampaikan Silfester merespons PDI-P yang menggugat proses pemilihan presiden (Pilpres) 2024 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selain itu, Silfester mengungkit PDI-P yang menyebut bahwa Jokowi dan Gibran sudah bukan kader mereka lagi. Adapun sejumlah kader PDI-P masih berada di dalam kabinet Jokowi, yakni Tri Rismaharini, Azwar Anas, hingga Yasonna Laoly.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak lagi dianggap sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). PDI-P juga tak menganggap putra Jokowi, Gibran Rakabuming, sebagai kader mereka. Menurut Komarudin, Gibran dicoret dari kader PDI-P sejak ia menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto.
Kini, Jokowi dikabarkan akan berpindah ke partai lain. Sejumlah partai bahkan menawarkan posisi penting untuk Jokowi.
Hubungan antara Jokowi dan Golkar semakin tampak dekat. Jokowi sebelumnya mengaku nyaman dengan partai berlambang pohon beringin itu. Golkar pun tak menampik soal sinyal Jokowi hendak bergabung. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, Jokowi dan Gibran sudah bagian ke keluarga besar partainya. Ia menyebut Jokowi dekat dengan Golkar. Sementara itu, Gibran merupakan sosok yang direkomendasikan Golkar melalui Rapimnas resmi untuk maju dalam Pilpres 2024.
Selain itu, politikus senior Partai Golkar, Idrus Marham, menyebut ada beberapa posisi strategis jika Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi bergabung ke partainya. Menurut dia, masuknya Jokowi ke Golkar hanya tinggal menunggu formalitasnya. Namun, Idrus belum mengetahui posisi apa yang akan diberikan ke Jokowi jika bergabung ke Golkar.
Kendati demikian, menurut Idrus, posisi terhormat yang dimaksudnya itu bisa ketua umum partai atau ketua dewan pembina.
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo mengeklaim, Presiden Jokowi memiliki kedekatan yang berbeda dengan partainya. Menurut Dradjad, Jokowi selama ini merasa nyaman dengan PAN.
Dia mengungkapkan, Jokowi bakal mendapatkan jabatan strategis jika akhirnya berlabuh ke PAN.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, Partai Gerindra dan Partai Golkar dinilai paling mungkin menjadi tempat baru buat Jokowi berlabuh. Hal ini mengingat kedekatan Jokowi dengan Golkar ataupun Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto.
Di sisi lain, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga berharap Presiden Jokowi masuk ke partainya. Harapan ini pernah diutarakan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie yang mengaku sangat bersyukur jika Presiden Joko Widodo bersedia bergabung dengan partainya.
Menurut Grace, meski kini Jokowi tidak memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) PSI, ada PSI di hati orang nomor satu di Indonesia itu. Adapun kedekatan Jokowi dengan PSI juga semakin tampak usai putra bungsunya, Kaesang Pangarep menjadi ketua umum partai berlogo bunga mawar tersebut. Bahkan, Jokowi pernah minum teh bersama Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep dan para pengurus PSI di Jalan Braga, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/2/2024) lalu.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengaku partainya belum mendapatkan tawaran kursi menteri setelah menyatakan dukungan untuk pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming ke depan. Paloh mengeklaim, tidak ada perbincangan mengenai jatah kursi menteri saat ia bertemu dengan Prabowo.
Paloh mengatakan, internal Nasdem juga tidak membicarakan kursi menteri yang akan didapatkan pada pemerintahan Prabowo-Gibran kelak. Menurut Paloh, partainya sadar diri sehingga tidak mengharapkan kursi menteri. Surya Paloh menyatakan dukungan secara langsung kepada Prabowo-Gibran saat bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra ini di Jalan Kertanegara Nomor 4, Jakarta Selatan.
Ia menjelaskan, Nasdem memutuskan mendukung Prabowo-Gibran atas dasar kepentingan bangsa yang lebih besar. “Kami semua berkesimpulan, spirit semangat jiwa besar ini modal utama yang kita butuhkan. Berangkat dari sini Nasdem kembali menegaskan mendukung pemerintahan baru, Prabowo-Gibran,” ujar dia dikutip dari Kompas.id. Surya Paloh mengatakan, partainya menjatuhkan pilihan untuk mendukung Prabowo-Gibran setelah melewati tahap pertimbangan dan kontemplasi yang mendalam mengenai nasib bangsa ke depan.
Menurutnya, kekuatan para elite dipersatukan karena tantangan global yang semakin besar. “Memang ada opsi karena bukan saya yang meminta, tapi kesempatan, dorongan, keinginan, spirit untuk mengajak bersama dengan pemerintahan saya pikir itu lebih baik. Itulah pilihan saya, pilihan Nasdem,” imbuh Surya Paloh. Ketika bertemu Prabowo, Surya Paloh juga menyinggung soal peran partai jika bergabung dengan pemerintah dan oposisi. Baginya, jika bergabung dengan pemerintah, partai butuh keikhlasan hati dan spirit yang mengedepankan obyektifitas namun tetap menjaga daya kritis dan nalar.
Pengamat Politik Ray Rangkuti mengkritik dukungan Partai Nasdem untuk pemerintah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029. Menurut Ray Rangkuti, jika Partai yang dipimpin Surya Paloh itu setia pada narasi perubahan seharusnya Nasdem berada di luar pemerintahan.
“Kalau Nasdem setia pada jargon perubahan, ya mereka mestinya partai yang mendeklarasikan pertama kali sebagai oposisi karena jelas-jelas Nasdem itu berbeda dengan koalisinya Pak Prabowo,” kata Ray dalam acara laporan tahunan PBHI di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Diketahui, Nasdem berada dalam Koalisi Perubahan bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mendukung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Sementara itu, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka merupakan pasangan calon yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora, dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pasangan Prabowo-Gibran membawa narasi keberlanjutan dari kebijakan yang telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Misalnya, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Menurut Ray, jika Nasdem mendukung pasangan Prabowo-Gibran artinya mereka mendukung kebijakan lanjutan tersebut. Termasuk, kebijakan Prabowo-Gibran yang akan memberi makan siang dan susu gratis. “Jadi kalau dari jargon jelas ini bukan pertemuan yang tepat, ini adalah pertemuan yang dipaksakan. Apa yang memaksa mereka bertemu, nah kepentingan pragmatis politik,” katanya lagi. Ray lantas menduga, ada kepentingan yang ingin dicapai Partai Nasdem atas pernyataan dukungan terhadap pasangan Prabowo-Gibran.
Ketua Umum relawan Prabowo Mania dan Jokowi Mania (Joman), Immanuel Ebenezer, meyakini, dukungan Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto pada Pemilu Presiden (Pilpres 2024) ada kaitannya dengan perjanjian Batu Tulis. Oleh karena Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tak memenuhi perjanjian itu lantaran tidak mendukung Prabowo pada Pilpres 2014, Jokowi berupaya membayar “utang” tersebut.
“Ada yang namanya perjanjian Batu Tulis, yang isinya, salah satu poinnya, PDI-P akan mengusung Pak Prabowo (sebagai calon presiden). Ternyata dalam prosesnya tidak,” kata Noel, demikian sapaan akrab Immanuel, dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV. “Saya yakin sekali apa yang dilakukan Pak Jokowi cuma ingin membayar utang itu. ‘Kalau Bu Mega tidak mampu membayarnya, biar saya yang membayarnya’,” ujarnya. Menurut Noel, Presiden berusaha memutus mata rantai kebencian dan dendam masa lalu karena tidak dipenuhinya perjanjian Batu Tulis oleh Megawati.
Namun, oleh sebagian pihak, dukungan Jokowi ke Prabowo pada Pilpres 2024 justru dianggap sebagai bentuk pengkhianatan Kepala Negara terhadap partainya, PDI-P. Noel mengatakan, Jokowi berkali-kali menyampaikan bahwa PDI-P merupakan partai yang melahirkannya. Disebutkan pula bahwa Megawati merupakan sosok orang tua ideologi mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Sebagai partai besar, lanjut Noel, PDI-P mestinya mengawal gagasan-gagasan dan cita-cita besar. Menurutnya, sikap PDI-P yang menganggap Jokowi berkhianat terhadap partainya kekanak-kanakan.
Politikus senior Partai Golkar Idrus Marham mengaku mendapat informasi bahwa partainya akan mendapatkan lima kursi pada pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ketua Dewan Pembina Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar ini menyebutkan, partainya tidak keberatan dengan jatah lima kursi tersebut.
“Yang disampaikan itu (Golkar dapat 5 kursi) dengar-dengarnya begitu. Ya kalau tambah alhamdulillah, enggak tambah kita ada peran-peran lain ya Golkar itu,” kata Idrus di Kawasan Menteng, Jakarta. Meski begitu, menurut Idrus, hal ini merupakan urusan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Begitu juga soal rekomendasi nama kader yang disodorkan menjadi menteri. Menurut dia, ini juga kewenangan ketua umum partai. “Pokoknya masalah rekomendasi itu adalah urusan ketua umum,” tegas dia.
Di sisi lain, ia mengatakan, partai berlogo pohon beringin itu selalu mengembangkan kader-kadernya untuk terus berkarya. Mantan Menteri Sosial ini menambahkan Partai Golkar siap mengisi jabatan menteri baik di bidang ekomomi hingga hukum.
Thomas Trikasih Lembong, atau yang dikenal sebagai Tom Lembong, memilih tetap setia bersama Anies Baswedan. Walau di Pilpres 2024 Anies yang berpasangan dengan Muhaimin Iskandar, kalah.
Tom Lembong mengatakan, pasca putusan Mahkamah Konstitusi atau MK, maka segala aktivitas pilpres juga telah berakhir. Tom adalah Co-Captain Tim Nasional Amin. Dia juga ikut aktif dalam berbagai aktivitas kampanye yang mengusung ide perubahan tersebut.
Meskipun pilpres telah selesai, tetapi dia sependapat dengan Anies kalau gerakan perubahan tetap akan terus berlanjut. Bahkan, eks Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM era Presiden Jokowi itu, melihat gerakan perubahan semakin relevan.
Jelas dia, kenapa gerakan perubahan itu penting. Sebab dunia juga semakin berubah. Maka strategi yang digunakan 10 tahun lalu menurutnya tidak relevan lagi untuk digunakan sekarang.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengatakan wacana hak angket DPR RI untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 kian sulit diwujudkan. Menurutnya, saat ini momentum merealisasikan hak angket sudah lewat. Sebab, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Baginya, para anggota DPR RI lebih baik melakukan hak angket untuk persoalan yang merugikan rakyat dalam proses demokrasi. Misalnya, penggunaan hak angket untuk mengevaluasi pemberian bantuan sosial (bansos) agar tak dikucurkan jelang kontestasi elektoral.
Di sisi lain, Jazilul melihat dorongan politik di parlemen untuk mendorong penggunaan hak angket juga melemah. Alasannya, pertama, PDI-P tidak mengambil inisiatif untuk memimpin dorongan penggunaan hak tersebut. Kedua, presiden terpilih Prabowo Subianto sudah mulai merangkul partai politik (parpol) di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk bergabung dalam pemerintahan ke depan.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyebutkan bahwa wacana penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 tak lagi relevan. Hal itu disampaikan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Presiden terpilih Prabowo Subianto berhasil merangkul dua partai politik PKB dan Partai NasDem untuk bergabung dalam koalisi pemerintahannya nanti.
PKB dan NasDem merupakan partai pengusung pasangan nomor 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang menjadi lawan Prabowo pada Pilpres 2024.
Kini Prabowo memiliki dukungan enam partai yang lolos ke DPR, yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PKB, NasDem. Tersisa PDIP dan PKS yang belum menyatakan sikap politiknya.
PDIP maupun PKS belum melakukan pertemuan terbuka dengan Prabowo, meskipun PKS sudah memberi selamat ke Prabowo-Gibran.
Partai banteng belum mengucapkan selamat kepada Prabowo-Gibran. Kader PDIP juga tak ada yang hadir ke Kantor KPU RI saat penetapan Prabowo dan Gibran Rakabuming sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029.
Di sisi lain, PDIP belum menyatakan sikap menjadi oposisi. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu baru membahas langkah politiknya pada Rakernas 24-26 Mei mendatan.
“Nanti dibahas dalam Rakernas 24-26 Mei,” kata Politikus PDIP Hendrawan Supratikno melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com.
Bagaimana para pengamat menilai kemungkinan PDIP untuk mengambil sikap oposisi? Apakah partai banteng memiliki keberanian untuk berada di luar pemerintahan? Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai PDIP cenderung akan menjadi oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Penilaian itu Agung sampaikan berdasarkan dua sinyal yang dilontarkan pihak PDIP. Pertama gugatan PDIP di PTUN yang memprotes pencalonan Prabowo-Gibran, dan Megawati yang belum menemui Prabowo.
“Tanda-tanda ini belum ditambah arahan PDIP meresmikan keluarnya Presiden Jokowi, Gibran, Bobby dari PDIP pasca putusan MK,” kata Agung kepada CNNIndonesia.com, Jumat (26/4).
“Hal ini penting, karena kemenangan Prabowo-Gibran dalam pilpres kemarin sedikit-banyak dipengaruhi endorse tunggal Keluarga Solo,” sambungnya.
Agung memandang hubungan Megawati dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang rusak akibat kontestasi Pilpres 2024 berdampak pada hubungan Prabowo-Megawati.
“Walaupun sifatnya tidak langsung karena selama ini hubungan personal Mega-Prabowo dan PDIP-Gerindra baik,” jelas Agung.
Senada, Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin juga menilai PDIP berkemungkinan besar akan menjadi oposisi.
Terlebih, kata dia, PDIP telah memiliki banyak pengalaman menjadi oposisi di era orde baru hingga era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Jadi sebenarnya kalau kita bicara berani atau tidak, PDIP berani (untuk menjadi oposisi),” kata Ujang kepada CNNIndonesia.com.
Meski dinilai bakal menjadi oposisi, Ujang dan Agung memprediksi potensi perpecahan di internal PDIP jika memutuskan untuk berada di luar pemerintahan.
Namun, Agung yakin potensi perpecahan di internal PDIP itu akan dapat diredam. Ia berpendapat Megawati menjadi sosok kunci dalam meredam perpecahan itu.
Agung pun menilai PDIP telah memiliki mekanisme partai yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan perbedaan pandangan di intSenada, Ujang menilai Megawati juga menjadi sosok kunci untuk meredam potensi perpecahan di internal PDIP akibat mengambil sikap oposisi.
Ia pun yakin PDIP dapat mengurangi risiko perpecahan ini menjadi berlarut-larut. Keyakinan itu berkaca pada perpecahan yang terjadi di PDIP dalam Pilpres 2024.
Agung dan Ujang juga menilai PDIP akan lebih mendapat keuntungan jika mengambil sikap oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Agung mengatakan sikap opoisisi ini juga untuk merawat konstituen mereka yang telah loyal selama ini.
“Untuk memelihara basis loyal konstituennya, idealnya PDIP mengambil sikap oposisi,” jelas Agung.
Senada, Ujang juga menilai PDIP akan lebih untung jika mengambil sikap oposisi. Ia menyebut PDIP akan lebih terkenal sebagai partai yang berani mengawasi jalannya pemerintahan.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Silfester Matutina mengatakan pemerintahan Prabowo-Gibran nantinya tetap membutuhkan partai yang memposisikan diri sebagai oposisi. Pasalnya, kata dia, harus ada pihak yang melakukan check and balances kepada pemerintah.
Meski begitu, Silfester tidak menampik kubu Prabowo menginginkan semua pihak bersatu untuk Indonesia. “Kalau kita sih maunya semua anak bangsa bersatu ya, bergandengan tangan membangun bangsa ini. Tapi kita harus tidak pungkiri bahwa kita memerlukan oposisi yang untuk lakukan check and balances,” ujar Silfester.
Silfester lantas mengungkit PDI-P yang senang selama menjadi oposisi di zaman pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Silfester mempersilakan PDI-P untuk menjadi oposisi jika memang bahagia. “Kan toh katanya PDI-P selama zaman SBY oposisi. Mereka happy. Ya sudah bahagia lah dengan oposisi itu,” imbuh Silfester.
Ia juga menyinggung langkah PDI-P yang meminta penetapan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wapres terpilih ditunda karena mereka masih menggugat melalui PTUN. Menurut dia, dengan langkah seperti itu, maka lebih baik PDI-P menarik semua menterinya di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun kader-kader PDI-P memang masih berada di kabinet, mulai dari Menpan-RB Azwar Anas, Mensos Tri Rismaharini, hingga Menkumham Yasonna Laoly. “Dan saya pikir lebih bagus secara gentleman tarik menteri dan jadi oposisi,” ucapnya.
Adapun PDI-P sejauh ini belum menentukan sikap apakah akan bergabung dengan pemerintahan calon presiden pemenang Pilpres 2024, Prabowo Subianto atau tidak. Namun, Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat menyampaikan, di dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan bukan jadi persoalan. “Tentang posisi di dalam maupun di luar pemerintahan, itu PDI Perjuangan sudah pernah mengalami. Dan posisi ini sama-sama mulianya. Sama-sama baiknya,” kata Djarot Saiful Hidayat, ditemui di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat.
Keputusan PDI-P terkait posisi di pemerintahan nantinya akan dibahas dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-5 pada 24-26 Mei.
Dari rumors politik yang didengar Redaksi dari kalangan “wong cilik” yang peduli politik dan ekonomi membaik, mereka menginginkan Prabowo-Gibran menolak PDIP, PPP, PKS, PKB termasuk Nasdem jika ingin bergabung ke pemerintahan, agar jabatan menteri dan wakil menteri tidak bertambah. “Rakyat nanti susah karena harus dipungut beragam pajak untuk membayar gaji dan tunkin pejabat tersebut,” ujar mereka sewot sambil berharap aspirasinya didengar 08 dan Gibran.