STRATEGIC ASSESSMENT. Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : “Sesubgguhnya Rasulullah Saw. telah menetapkan miqat bagi penduduk Madinah yakni daerah Al Hulaifah, bagi penduduk Syam di Juhfah, bagi penduduk Najed di Qarnalmanazil, dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam. Tempat-tempat itu berlaku pula bagi orang-orang yang bukan penduduk negeri-negeri tersebut, tetapi ia bermaksud menunaikan ibada haji dan umrah melalui tempat-tempat itu. Dan bagi orang yang lebih dekat ke Makkah dari tempat-tempat tersebut atau bagi penduduk Makkah sendiri, miqatnya adalah cukup di mana ia berada”.
Dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata : “Bahwasannya talbiyah Rasulullah Saw. adalah, ‘Labbaika Allahumma Labbaika. Labbaika Laa Syariikala Kalabbaika Innal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulka Laa Syarriikalaka'”.
Dari Abdullah bin Abdullah bin Umar r.a, ia berkata : “Ketika Rasulullah Saw. hendak berangkat, dan telah siap di atas kendaraannya yang berdiri di samping masjid Dzulhulaifah, beliau mengucapkan talbiyah seperti ini : ‘Labbaika Allhumma Labbaika Labbaika Laa Syariikalaka Labbaika Innal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulka Laa Syariikalaka’.
Dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata : “Bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan shalat dua rakaat ketika beliau berada di Al Hulaifah, tepatnya di masjidnya. Sewaktu beliau sudah duduk di atas kendaraan ontanya yang siap berangkat dari masjid al Hulaifah tersebut, beliau membaca kalimat-kalimat talbiyah seperti kalimat di atas” Dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata : “Rasulullah Saw. bermalam di Dzulhulaifah, untuk memulai ihram haji dan melakukan shalat di masjidnya”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Saya pernah memakaikan wangi-wangian ke baju ihram Rasulullah Saw. tatkala beliau hendak berihram dan sesudah tahallul sebelum tawaf di Baitullah”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Saya pernah memakaikan wangi-wangian Zarirah (sejenis wangi-wangian dari India) dengan tangan saya kepada Rasulullah Saw. untuk tahallul dan ihram ketika haji wada'”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Saya pernah menaburkan minyak wangi ke tubuh Rasulullah Saw. dengan minyak saya yang paling harum parfumnya, sebelum beliau melakukan ihram. Kemudian beliau berihram”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Saya seolah-olah melihat kemilau wangi-wangian di kepala Rasulullah Saw. ketika beliau sedang membaca talbiyah”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Apabila Rasulullah Saw. hendak melakukan ihram, Rasulullah Saw. memakai wangi-wangian yang paling harum, dan saya melihat kemilaunya wangi-wangian itu yang ada pada rambut kepala dan jenggotnya”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Saya pakaikan wangi-wangian kepada Nabi Saw. sebelum beliau ihram pada hari nahar, dan sebelum thawaf di Baitullah dengan wangi-wangian yang mengandung kasturi”.
Dari Ash Sha’bi bin Jatsamah Al Laitsi r.a, sesungguhnya ia pernah menghadiahkan seekor keledai liar kepada Rasulullah Saw. di daerah Abwa’ atau di Waddan. Namun beliau mengembalikan keledai itu kepadanya. Ketika Rasulullah Saw. melihat perubahan wajah Ash Sha’bi karena pemberiannya dikembalikan itulah beliau bersabda, “Saya tidak akan menolak pemberianmu ini seandainya saja saya tidak sedang dalam keadaaan ihram”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : “Ash Sha’bi bin Jatsamah menghidangkan daging himar liar kepada Rasulullah Saw. ketika beliau sedang ihram, lalu ditolak oleh beliau seraya bersabda, ‘Kalau saja tidak sedang dalam keadaaan ihram, maka pemberianmu itu akan saya terima dengan senang hati'”.
Dari Zaid Ibnu Jubair r.a, ia berkata : “Sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar r.a : ‘Binatang apakah yang boleh dibunuh oleh orang yang sedang ihram ?’ Ibnu Umar menjawab, ‘Saya pernah diberitahukan oleh salah seorang istri Rasulullah Saw., bahwa beliau memerintahkan untuk membunuh anjing buas, tikus, kalajengking, burung gagak, burung elang dan ular. Walaupun dalam shalat sekalipun'”.
Dari Nubaihin bin Wahab r.a, ia berkata : “Kami naik haji bersama-sama dengan Abban bin Ustman. Setelah sampai di Malal, Umar bin Ubaidillah sakit kedua matanya, dan sampai di Rauha’ matanya tambah sakit. Lalu ditanyakannya obatnya kepada Abban bin Utsman. Abban menyarankan agar supaya mengobatinya dengan daun Sabir, karena ia ingat bahwa Ustman r.a pernah mengabarkan dari Rasulullah Saw. perihal seorang laki-laki yang sakit mata ketika ihram, lalu diobatinya dengan daun Sabir”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : “Pernah seorang lelaki jatuh dari ontanya sehingga lehernya patah. Ternyata ia langsung meninggal dunia. Kemudian Nabi Saw. bersabda, ‘Mandikanlah ia dengan daun bidara, kafanilah ia dengan kedua pakaiannya, dan janganlah kamu menutupi kepalanya, sebab sesungguhnya Allah akan menghidupkannya kembali besok pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah (sedang mengerjakan haji)'”.
Dari Ibnu Abbas r.a ia berkata : “Sesungguhnya seorang lelaki patah lehernya karena jatuh dari onta ketika ihram bersama-sama dengan Rasulullah Saw. Lalu beliau perintahkan supaya jenazahnya dimandikan dengan air dan daun bidara. Tidak boleh ia diberi wewangian, dan juga tidak boleh kepalanya ditutupi. Sebab sesungguhnya ia akan dihidupkan kembali dalam keadaan bertalbiyah”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Rasulullah Saw. pernah datang menemui Dhuba’ah binti Zubair dan bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu tidak ingin pergi haji ?’ Ia menjawab, ‘Sayang sekali saya sering sakit-sakitan’. Rasulullah Saw. bersabda, ‘Berhajilah, ajukan syarat, dan katakanlah : ‘Ya Allah, saya akan bertahallul apabila nanti menemui halangan di mana saja’. Dan ternyata waktu itu ia terserang penyakit perut'”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. datang ke rumah Dhuba’ah, lalu kata Dhuba’ah : ‘Ya Rasulullah, saya bermaksud hendak menunaikan ibadah haji, tetapi saya sakit. Bagaimana itu ?’ Maka Nabi Saw. bersabda, ‘Hajilah dan syaratkan dalam niatmu akan tahallul (berhenti) jika tidak sanggup meneruskannya karena tambah sakit'”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : “Sesungguhnya Nabi Saw. pernah bertanya kepada seorang wanita dari kaum Anshar, konon bernama Ummu Sinan. “Apa yang menghalangimu untuk ikut haji bersamaku ?” Wanita itu menjawab, “Saya harus mengurus dua ekor onta suamiku”. Maka yang pergi haji adalah suami dan anaknya dengan membawa salah satu ontanya. Sementara yang satunya lagi disuruh mengurus pembantunya untuk menyiram kebun. Nabi Saw. bersabda, “Kalau begitu, umrahlah nanti bulan Ramadhan, nilainya sama dengan haji bersamaku”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : “Apabila Rasulullah Saw. melakukan thawaf awal (thawaf qudum), beliau berlari-lari kecil tiga kali putaran dan berjalan biasa empat kali putaran. Ketika sa’i beliau berlari pula bila melalui bekas banjir antara Shafa dan Marwah.
Dari Ibnu Umar r.a, bahwa Rasulullah Saw. apabila melakukan thawaf dalam haji dan umrah, maka pertama kali yang beliau lakukan ialah berlari-lari kecil sebanyak tiga kali putaran di Ka’bah, kemudian berjalan biasa sebanyak empat kali, kemudian melakukan shalat dua rakaat barulah kemudian melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah”.
Dari Salim r.a, ia berkata : Ayahnya menceritakan kepadanya bahwa Umar bin Khaththab mencium hajar aswad. Kemudian Umar berkata : “Ketahuilah, demi Allah, saya tahu engkau hanya batu. Kalaulah saya tidak melihat Rasulullah Saw. menciummu, tidak sudi saya menciummu seperti itu”.
Dari Ibnu Umar r.a, bahwa Rasulullah Saw. apabila melakukan thawaf dalam haji dan umrah, maka pertama kali yang beliau lakukan ialah berlari-lari kecil sebanyak tiga kali putaran di Ka’bah, kemudian berjalan biasa sebanyak empat kali, kemudian melakukan shalat dua rakaat barulah kemudian melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah”.
Dari Salim r.a, ia berkata : Ayahnya menceritakan kepadanya bahwa Umar bin Khaththab mencium hajar aswad. Kemudian Umar berkata : “Ketahuilah, demi Allah, saya tahu engkau hanya batu. Kalaulah saya tidak melihat Rasulullah Saw. menciummu, tidak sudi saya menciummu seperti itu”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : “Sesungguhnya Rasulullah Saw. ketika thawaf dalam haji Wada’ di atas seekor onta. Lalu beliau menyentuh hajar aswad dengan menggunakan tongkat yang sudah dibengkokkan ujung kepalanya”.
Dari Ummu Salamah r.a, ia berkata : “Saya melapor kepada Rasulullah Saw. bahwa saya sakit. Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Thawaflah di belakang orang banyak sambil berkendaraan”. Ummu Salamah berkata : Pada saat itu Rasulullah Saw. shalat di samping Ka’bah yang beliau baca adalah surat Ath Thuur”.
Dari Jabir bin Abdullah r.a, ia berkata : “Nabi Saw. dan para sahabatnya sa’i dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali putaran”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. menjama’ shalat Maghrib dan Isya’ dengan cara shalat Maghrib tiga raka’at dan shalat Isya’ dua raka’at dengan sekali qamat”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Pada suatu malam di Muzdalifah, Saudah minta izin kepada Rasulullah Saw. untuk bertolak terlebih dahulu sebelum beliau dan sebelum rombongan orang banyak. Maklum ia adalah seorang wanita yang gemuk. Rasulullah Saw. pun mengizinkannya. Maka Saudah pun bertolak lebih dahulu sebelum beliau. Semantara kami harus menunggu sampai pagi harinya dan bertolak bersama beliau”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : “Saya ternasuk yang disuruh Rasulullah Saw. berangkat lebih dahulu ke Mina bersama-sama keluarga beliau”.
Dari Jabir r.a, ia berkata : “Saya pernah melihat Nabi Saw. melempar jumrah di atas kendaraannya pada hari korban seraya bersabda, “Hendaklah kamu sekalian pelajari sungguh-sungguh bagaimana caranya saya mengerjakan haji, karena saya tidak tahu, barangkali saya tidak lagi sempat mengerjakan haji sesudah hajiku ini'”.
Dari Ummul Hushain r.a, ia berkata : “Saya bersama Rasulullah Saw. dalam haji wada’. Ketika melempar jumrah aqabah saya lihat beliau tetap berada di atas kendaraannya. Beliau ditemani oleh Bilal dan Usamah. Salah seorang dari sahabat itu menuntun onta yang beliau naiki, sementara yang lain melindungi kepala beliau dari terik matahari dengan cara membentangkan pakaiannya. Ummul Hushain berkata : “Ketika itu Rasulullah Saw. banyak bicara. Yang saya dapat mendengarnya, beliau bersabda, “Sekalipun yang memegang kekuasaan seorang budak hitam, tetapi ia memerintah dengan Kitabullah, maka dengarkanlah dan patuhilah”.
Dari Jabir bin Abdullah r.a, ia berkata : “Saya melihat Nabi Saw. melontar jumrah dengan menggunakan batu sebesar batu ketepil”.
Dari Jabir r.a, ia berkata : “Rasulullah Saw. melontar jumrah pada hari naher (10 Dzulhijjah) di waktu Dhuha, dan sesudah itu (yaitu tanggal 11, 12 dan 13) sesudah matahari condong ke barat”.
Dari Jabir r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Bersuci dengan batu hendaklah ganjil, melontar jumrah dengan ganjil, sa’i antara Shafa dan Marwah ganjil, thawaf ganjil, apabila kamu cebok dengan batu, hendaklah gunakan dengan bilangan ganjil”.
Dari Abdullah r.a, ia berkata : “Rasulullah Saw. mencukur rambut, lalu mencukur pula sebagian para sahabat, sedang yang sebagian lain menggunting rambut saja. Abdullah berkata : “Rasulullah Saw. mendoakan satu atau dua kali orang yang mencukur rambut, kemudian beliau doakan pula orang yang menggunting rambut”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. berdoa, “Allaahummagfir lilmuhalliqiina”. Lalu mereka berkata : Dan bagi orang-orang yang menggunting rambut, ya Rasulullah”. Beliau menjawab, “Allaahummafir lilmuhallqiina”. Mereka berkata : “Bagi orang-orang yang menggunting rambut ya Rasulullah”. Beliau menjawab, “Walil muqashshiriina”.
Dari Ali r.a, ia berkata : “Saya disuruh oleh Rasulullah Saw. mengurus penyembelihan hewan kurban, mensedekahkan daging dan kulitnya, dan mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan kesempurnaan kurban. Namun saya tidak boleh memberikannya kepada penjagal. Beliau bersabda, “Saya yang akan memberinya sendiri”.
Dari Abu Zubair dari Jabir bin Abdullah r.a, ia berkata : “Kami pernah menyembelih kurban bersama-sama Rasulullah Saw. di tahun perjanjian Hudaibiyah. Untuk kurban seekor onta, untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang pula”.
Dari Jabir r.a, ia berkata : “Kami pergi haji bersama Rasulullah Saw. lalu beliau menyuruh kami bersekutu tujuh orang untuk kurban seekor onta dan seekor sapi bersekutu tujuh orang”.
Dari Jabir r.a, ia berkata : “Rasulullah Saw. pernah berkurban seekor sapi untuk Aisyah pada hari Nahr”.
Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah melihat orang menggiring onta kurbannya (sedangkan orang itu berjalan kaki). Lantas beliau bersabda, “Naikilah ia !” Lelaki tadi menjawab, “Wahai Rasulullah Saw., sesungguhnya ia adalah seekor onta yang akan dikurbankan”. Beliau bersabda, “Naikilah ia, bodoh amat kamu”. Dalam sabdanya yang kedua atau ketiga”.
Dari Abu Zubair r.a, ia berkata : Saya mendengar Jabir bin Abdullah ditanya orang tentang hukumnya mengendarai hewan kurban. Jabir bin Abdullah menjawab, “Saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Naikilah ia secara baik jika dibutuhkan, sampai kamu mendapatkan kendaraan”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : Dulu manusia akan pernah pergi pada setiap arah, lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah seseorang pulang sebelum ia thawaf wada’ (akhir) di Baitullah”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : “Manusia diperintahkan agar thawaf terakhir di Baitullah sebelum pulang kecuali yang diberi keringanan perempuan haid”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : “Ketika Rasulullah Saw. tiba di Makkah di hari penaklukan, beliau turun di halaman Ka’bah dan menyuruh Utsman bin Thalhah mengambil kunci. Setelah ia datang membawa kunci, lalu dibukanya pintu Ka’bah. Nabi Saw. masuk ke dalam diiringkan Bilal, Utsman bin Zaid serta Utsman bin Thalhah. Kemudian beliau suruh kunci pintu, dan mereka tinggal di dalam beberapa saat lamanya. Abdullah berkata : Sesudah pintu terbuka kembali, saya segera mendahului orang banyak menemui Rasulullah Saw. Beliau keluar diiringkan Bilal. Saya bertanya kepada Bilal :”Apakah Rasulullah Saw. tadi mengerjakan shalat di dalam ?” Bilal menjawab, “Ya”. Saya bertanya lagi, “Dimana ?” Bilal menjawab, “Di tengah-tengah antara dua tiang yang berada di depannya”. Sayang sekali, saya lupa menanyakan kepada Bilal, berapa rakaat beliau mengerjakan shalat”.
Dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata : “Fadlal bin Abbas pernah membonceng kendaraan di belakang Rasulullah Saw. Tiba-tiba datang seorang perempuan dari Khats’am minta fatwa kepada beliau. Fadlal menengok kepada perempuan itu dan perempuan itu menengok kepada Fadlal. Lalu Rasulullah Saw. memalingkan muka Fadlal ke arah lain. Perempuan itu berkata : “Ya Rasulullah, kewajiban menunaikan haji terpikul kepada ayahku yang sudah tua. Beliau tak sanggup lagi duduk di kendaraan lama-lama. Bolehkah saya menggantikan beliau ?” Nabi Saw. menjawab, “Ya, boleh”. Peristiwa itu terjadi ketika beliau menunaikan ibadah haji Wada'”.
Dari Fadlal r.a, ia berkata : “Sesungguhnya seorang perempuan dari daerah Khats’am pernah berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku sudah lanjut usia. Selanjutnya ia wajib menunaikan ibadah haji, namun ia tidak mampu bertahan di atas punggung ontanya”. Nabi Saw. bersabda, “Hajikanlah ia olehmu”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : “Nabi Saw. bertemu dengan serombongan pengendara di Rauha’, lalu beliau bertanya : “Rombongan apakah anda semua ?” Mereka menjawab, “Kami rombongan kaum muslimin, dan anda siapa ?” Beliau menjawab, “Saya Rasulullah”. Tiba-tiba seorang perempuan datang ke hadapan beliau sambil mengangkat seorang anak kecil, lalu ia bertanya : “Apakah anak ini sah menunaikan ibadah haji ?” Beliau menjawab : “Ya, dan kamu tetap mendapat pahala”.
Dari Ibnu Umar r.a, sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah seorang perempuan melakukan perjalanan selama tiga hari, kecuali ia bersama muhrimnya”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : Saya pernah mendengar Nabi Saw. bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan seorang perempuan saja, kecuali ia bersama muhrimnya. Dan janganlah seorang perempuan bepergian kecuali ia bersama muhrimnya”. Tiba-tiba seorang lelaki bangkit berdiri dan berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku bepergian untuk menunaikan ibadah haji. Sedangkan saya terkena kewajiban mengikuti peperangan ini”. Beliau bersabda, “Berangkatlah untuk berhaji bersama dengan istrimu”.
Dari Abdullah bin Sarjis r.a, ia berkata : “Apabila Rasulullah Saw. melakukan suatu perjalanan, beliau berlindung kepada Allah dari kesulitan perjalanan, dari kesedihan bila kembali dari kesempitan setelah berkecukupan, dari dosa orang yang teraniaya, dan dari pandangan buruk terhadap keluarga dan harta”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Melakukan shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak dianjurkan bepergian kecuali ke tiga masjid yaitu : masjidku (Masjid Madinah), Masjidil Haram dan Masjid al Aqsha”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Ziarah boleh dilakukan untuk mengunjungi tiga masjid, yaitu masjid Ka’bah, masjidku (masjid Madinah) dan masjid liya'(masjid Aqsha)”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : “Rasulullah Saw. sering mengunjungi masjid Quba’ dengan berkendaraan atau berjalan kaki. Lalu beliau shalat dua raka’at di dalamnya”.
Dari Abdulullah bin Dinar r.a, ia berkata : Sesungguhnya Ibnu Umar r.a sering mengunjungi masjid Quba’ tiap-tiap hari Sabtu. Dan ia bekata : “Saya biasa melihat Rasulullah Saw. mengunjungi masjid Quba’ setiap hari Sabtu”.
Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tempat antara mimbarku dan rumahku adalah satu taman dari taman-taman surga. Dan mimbarku berada di atas telagaku”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : “Saya pernah di dekat ayah saya (Umar bin Khaththab), ketika beliau mendapat cobaan (ditikam oleh seorang Yahudi). Mereka yang hadir memuji beliau dan mengucapkan : “Semoga Allah memberi anda balasan yang baik”. Ayah saya berkata : “Memang harus ada yang mengharapkan dan ada pula yang takut”. Mereka berkata : “Tunjukanlah seorang khalifah atau pengganti anda”. Ayah saya berkata : “Kamu bebankan perkara kamu kepada orang yang masih hidup ataukah orang yang sudah mati ?” Saya lebih suka untuk menahan diri saja. Kalau saya menunjuk seorang khalifah, saya kira hal itu sudah pernah dilakukan oleh seorang yang lebih baik daripada saya yaitu (Abu Bakar). Dan kalau saya biarkan saja, maka hal itu juga sudah pernah dilakukan oleh seseorang yang lebih baik daripada saya, yaitu Rasulullah Saw.”. Kata Abdullah : “Maka tahulah saya, ketika Umar menyebut Rasulullah Saw., bahwa beliau tidak menunjuk penggantinya (sebagai kepala pemerintahan)”.
Dari Abdurrahman bin Samurah r.a, ia berkata : “Rasulullah Saw. bersabda kepada saya : “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta pangkat kepemimpinan. Apabila sampai kamu diberi maka hal itu akan menjadi suatu beban yang berat bagi dirimu. Tetapi kalau kami diberi jabatan itu bukan karena permintaan, kamu mendapat pertolongan dalam melaksanakannya”.
Dari Abu Musa r.a, ia berkata : “Saya datang kepada Nabi Saw. bersama dua orang laki-laki dari anak paman saya. Lalu salah seorang dari antara keduanya berkata : “Wahai Rasulullah, jadikan saya pemimpin atas sebagian apa yang telah dikuasakan oleh Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung kepada anda”. Yang satunya lagi juga mengatakan hal yang sama. Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah, saya tidak akan memberikan pekerjaan tersebut kepada seorangpun yang memintanya, dan tiada pula seseorang yang sangat mengharapkannya”.
Dari Abu Dzaar r.a, ia berkata : “Pernah saya berkata kepada Rasulullah Saw. : “Wahai Rasulullah, tidakkah anda mau menugaskan saya ?” Sambil menepuk pundak saya beliau bersabda, “Wahai Abu Dzaar, sesungguhnya kami ini lemah sekali. Sedangkan tugas yang engkau minta itu merupakan amanat. Pada hari kiamat kelak, ia merupakan sesutau yang bakal mendatangkan kenistaan dan penyesalan. Kecuali orang yang mau mengembannya dengan kesanggupannya dan menjalankan kewajiban dengan sepenuhnya”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah Saw. berdoa : “Ya Allah, siapa yang memerintah (memimpin) sesuatu urusan umatku, lalu dipersulitnya urusan mereka, maka persulit pulalah orang itu. Dan siapa yang memerintah (memimpin) suatu urusan umatku, lalu mereka dibantunya (disantuninya) maka juga balaslah perbuatannya tersebut”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungan jawab terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang raja adalah pemimpin bagi rakyatnya, dan dia akan dimintai pertanggungan jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungan jawab terhadap mereka. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah tangga, suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungan jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin bagi harta majikannya, dan juga akan dimintai pertanggungan jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan ingat, setiap kamu adalah pemimpin. Setiap kamu akan dimintai pertanggungan jawab terhadap apa yang kamu pimpin”.
Dari Ma’qil bin Yasar r.a, ia berkata : “Setiap orang yang oleh Allah diberi kekuasaan meminpin rakyat, namun pada waktu meninggal dunia ia adalah orang yang menipu rakyatnya, niscaya Allah melarangnya akan masuk sorga”.
Dari Ma’qil bin Yasar r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang pembesar pemerintahan yang mengurus urusan kaum muslimin tetapi dia tidak bersungguh-sungguh mengusahakan keselamatan mereka dan tidak jujur terhadap mereka, maka ia tidak dapat masuk sorga bersama mereka”.
Dari Adi bin Aminah Al Kindi r.a, katanya : Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa yang kami angkat diantara kamu untuk satu jabatan, lalu digelapkannya sebuah jarum atau lebih, itu adalah penggelapan (korupsi) yang akan dibawanya nanti pada hari kiamat”.
Dari Yahya bin Hushain r.a, ia berkata : “Saya mendengar nenekku bercerita : Sesungguhnya ia mendengar Nabi Saw. pernah berkhutbah dalam waktu haji Wada’. Beliau bersabda, “Kalau seandainya hamba sahaya diangkat menjadi pembesar kamu, sedang ia memerintah kamu menurut Kitab Allah, maka wajiblah kamu dengar dan taat kepada perintahnya”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Kewajiban orang Muslim, mendengarkan dan mematuhi perintah, dalam hal yang disukainya maupun tidak disukainya kecuali kalau diperintah melakukan maksiat (melanggar perintah Allah). Kalau ia diperintah melakukan maksiat, maka tidak ada alasan sama sekali untuk patuh dan taat”.
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang yang telah meninggal dunia dan ia memperoleh kebaikan di sisi Allah yang menggembirakannya, tiada seorangpun yang mau kembali ke dunia dan tidak pula mau menerima dunia dan seisinya hanyalah (yang ingin kembali ke dunia) orang yang mati syahid. Sesungguhnya ia berharap bisa kembali lagi ke dunia lalu terbunuh, mengingat keutamaan mati syahid yang ia lihat”.
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap orang yang masuk sorga, ia sangat suka sekali. Seandainya dapat kembali lagi ke dunia namun ia tidak memiliki bagian sedikitpun terhadap bumi, kecuali orang yang mati syahid. Sesungguhnya ia sangat mengharapkan kembali ke dunia. Lalu ia terbunuh sepuluh kali, karena diketahuinya kemuliaan mati syahid”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : “Ditanyakan kepada Nabi Saw. : “Apakah amal yang menyamai jihad fi sabilillah ?” Nabi Saw. menjawab, “Kamu tidak akan sanggup mengerjakannya”. Pertanyaan ini diulang sampai dua atau tiga kali. Nabi tetep menjawab, “Kamu tidak akan sanggup mengerjakannya”. Di kali yang ketiga, Nabi menjawab, “Perumpamaan orang yang berjihad pada jalan Allah itu seperti perumpamaan seseorang yang selalu berpuasa, yang selalu melakukan ibadah malam dan yang taat kepada ayat-ayat Allah, ia tidak merasa letih dari satu puasa atau satu shalat pun, sebelum orang yang berjihad pada jalan Allah itu kembali”.
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya berjuang di jalan Allah pada waktu pagi atau di waktu petang adalah lebih utama daripada dunia seisinya”.
Dari Abu Sa’id al Khudriy r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Abu Sa’id, siapa yang rela bahwa Allah Tuhannya, Islam agamanya dan Muhammad Nabi-Nya, orang itu pasti masuk sorga”. Abu Sa’id sangat tertarik sekali. Ia lalu mohon kepada Rasulullah Saw. untuk mengulanginya lagi, dan ternyata beliau juga tidak keberatan. Selanjutnya Rasulullah Saw. juga bersabda, “Dikarenakan amal yang lainnya, seorang hamba akan dinaikkan seratus derajatnya di sorga kelak, dimana setiap dua derajat adalah setinggi antara langit dan bumi”. Abu Sa’id bertanya, “Apakah itu yang Rasulullah ?” Nabi menjawab : “Berjuang di jalan Allah, berjuang di jalan Allah”.
Dari Abu Sa’id al Khudriy r.a, ia berkata : “Sesungguhnya seorang lelaki datang kepada Nabi Saw. dan bertanya : “Orang yang bagaimanakah orang yang paling baik ?” Nabi Saw. menjawab, “Yaitu seseorang yang berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwanya.” Lelaki itu bertanya lagi, “Sesudah itu siapa ?” Nabi menjawab, “Orang beriman yang tinggal di kaki bukit, ia menyembah Allah Tuhannya, ia tidak mengganggu orang lain dengan kejahatannya”.
Dari Abu Mas’ud al Anshari r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa yang menunjukkan kebaikan, ia akan memperoleh pahala sebanyak pahala orang yang memperbuatnya”.
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata : “Sesungguhnya seorang pemuda dari suku Aslam berkata : “Wahai Rasulullah, sebenarnya saya ingin ikut berperang namun sayang saya tidak memiliki persiapan yang cukup”. Beliau bersabda, “pergilah engkau kepada si anu karena ia sesungguhnya telah mempunyai persiapan, tetapi ia sakit”. Lalu pemuda tadi datang menemuinya dan berkata : “Sesungguhnya Rasulullah Saw. menyampaikan salam untuk engkau dan memesankan supaya engkau menyerahkan kepada saya apa yang telah disiapkan untuk pergi berperang”. Ia berkata (kepada istrinya) : “Hai Fulanah, berikanlah kepadanya apa yang telah kusiapkan dan janganlah engkau sisakan sedikitpun, nanti Allah akan memberkahimu karenanya”.
Dari Jabir r.a, ia berkata : “Seorang laki-laki bertanya : “Wahai Rasulullah, dimana tempat saya, kalau saya mati terbunuh (dalam perang) ?” Nabi Saw. menjawab, “Dalam sorga”.
Dari Barra’ r.a, ia berkata : “Datang seorang laki-laki dari kaum bani Nabit suku Anshar (penduduk Madinah) lalu ia berkata : “Saya mengaku bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa engkau (Muhammad) adalah hamba Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian ia maju untuk berperang sampai ia terbunuh. Nabi Saw. lalu berdabda, “Amalnya orang ini tidaklah seberapa, tetapi pahalanya sungguh besar dan banyak”.
Dari Abu Musa r.a, ia berkata : “Sesungguhnya seorang laki-laki dusun datang kepada Nabi Saw. dan bertanya : “Wahai Rasulullah, ada orang yang berperang karena hendak memperoleh rampasan perang, ada yang berperang karena hendak disebut orang (terkenal) dan yang berperang hendak dihormati orang, maka siapakah yang berperang di jalan Allah ?” Rasulullah Saw. menjawab, “Barangsiapa yang berperang demi menegakkan kalimat Allah setinggi mungkin, maka ia itulah yang berada pada jalan Allah”.
Dari Abu Musa r.a, ia berkata : “Ditanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang orang yang berperang karena hendak memperlihatkan keberaniannya, yang berperang karena mempertahankan suku dan yang berperang karena hendak mencapai pengaruh, manakah yang dinamakan berperang di jalan Allah ?” Rasulullah Saw. menjawab, “Barangsiapa yang berperang untuk menegakkan kalimat Allah menjadi tinggi dialah yang berada pada jalan Allah”.
Dari Abdullah bin Amr r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap pasukan besar atau kecil yang berperang lalu memperoleh rampasan perang dan pulang dengan selamat, maka berati mereka telah menerima lebih dahulu dua pertiga pahala. Setiap pasukan besar atau kecil pulang dengan tangan hampa dan menderita cobaan, maka masih utuh lah pahala mereka”.
Dari Umar bin Khaththab r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya. Setiap orang hanya memperoleh menurut apa yang diniatkannya. Siapa yang ada (niat) hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya memperoleh (pahala hijrah) karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa (niat) hijrahnya karena dunia yang hendak dicapainya atau perempuan yang hendak dikawininya, maka itulah bagiannya”.
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang benar-benar meminta mati syahid, niscaya akan diberikan kepadanya pahala mati syahid, walaupun kematian itu tidak diperolehnya”.
Dari Sahal bin Hunaif r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang meminta kepada Allah untuk memperoleh mati syahid dengan sebenarnya niscaya Allah akan mengantarkannya pada kedudukan orang-orang yang mati syahid, walaupun ia meninggal di atas tempat tidurnya”.
Dari Jabir r.a, ia berkata : “Kami pernah bersama Nabi Saw. dalam suatu peperangan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang, setiap kamu menempuh jalan dan melintasi lembah. Mereka tetap bersama kamu (beroleh pahala), mereka terhalang karena sakit yang mereka derita”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Pada suatu ketika seorang laki-laki sedang berjalan di suatu jalan, lalu didapatinya sebuah ranting berduri di tengah jalan, lalu disingkirkannya. Melihat itu Allah berterima kasih kepadanya, dan berkenan mengampuninya”. Rasulullah Saw. kemudian bersabda, “Orang yang mati syahid itu ada lima : orang-orang yang mati karena terserang penyakit tha’un, orang yang mati karena sakit perut, orang yang tenggelam di air, orang yang mati karena kejatuhan reruntuhan bangunan, dan orang yang mati syahid dalam peperangan di jalan Allah”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Kalau seandainya boleh diberikan kepada manusia apa yang didakwakannya, tentu orang akan menuntut darah dan harta orang lain (menuduh pembunuhan dan pengambilan harta). Tetapi sumpah diwajibkan atas terdakwa”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : “Bahwa Rasulullah Saw. memutuskan perkara dengan sumpah dan saksi”.
Dari Ummi Salamah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Terkadang kalian bersengketa di hadapanku. Boleh jadi di sebagian dari kalian lebih pandai mengajukan alasannya ketimbang yang lain, lalu saya memutuskan buat keuntungannya sesuai dengan apa yang saya dengar darinya. Oleh karena itu barang siapa yang saya menangkan, memperoleh sesutau yang menjadi kepunyaan saudaranya, janganlah diambilnya, karena putusan itu berarti saya memberikan kepadanya itu tidak lain hanyalah sepotong api neraka”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan datang menemui Rasulullah Saw. Ia bertanya : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan seorang laki-laki yang kikir, saya tidak diberinya nafkah yang mencukupi untuk keperluan saya dan anak-anak saya, melainkan saya ambil sendiri dari hartanya dengan tidak setahunya. Apakah dalam hal ini saya menaggung dosa ?” Rasulullah Saw. bersabda, “Ambillah dari hartanya dengan cara yang baik, apa yang mencukupimu dan mencukupi anaknya”.
Dari Mughirah bin Syu’bah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan atas kalian durhaka kepada para ibu, mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan dan menolak kewajiban. Ia juga membenci tiga hal : berkata begini begitu (omong kosong), banyak tanya dan membuang-buang harta (mubazir)”.
Dari Amr bin Ash r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila seorang hakim memutuskan perkara dengan menggunakan ijtihad, kemudian ia benar, maka ia mendapatkan dua pahala. Dan kalau hakim itu menutuskan perkara dengan menggunakan ijtihad, lalu tidak benar, maka ia mendapatkan satu pahala”.
Dari Abu Bakrah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah seseorang memutuskan suatu perkara antara dua orang, ketika ia sedang marah”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kita ini, tanpa ada dasarnya, maka sesuatu itu ditolak”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang laki-laki membeli tanah dari orang lain. Kemudian orang yang membeli tanah mendapati di tanah itu sebuah kendi berisi emas. Orang yang membeli tanah mengatakan kepada orang yang menjual tanah : ‘Ambillah emasmu !’ Saya hanya membeli tanah dan tidak membeli emas’. Si penjual tanah menjawab : ‘Saya telah menjual tanah dan isinya kepadamu !’. Lalu keduanya berhakim kepada seorang laki-laki. Orang yang dijadikan hakim itu bertanya, ‘Adakah engkau keduanya mempunyai anak ?’. Yang seorang menjawab : ‘Saya mempunyai anak seorang laku-laki’. Yang seorang lagi menjawab : ‘Saya mempunyai anak seorang perempuan’. Hakim itu memutuskan, ‘Kawinkanlah anak laki-laki itu dengan anak perempuan. Kemudian belanjakanlah untuk kepentingan diri kalian berdua dari emas tersebut. Dan bersedekahlah kalian berdua'”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Pada suatu ketika ada dua orang wanita bersama anak masing-masing, maka datanglah seekor serigala lalu ditangkapnya anak salah seorang dari antara kedua wanita itu. Lalu seorang wanita mengatakan kepada kawannya : ‘Yang dibawa oleh serigala adalah anak engkau’. Yang lain mengatakan : ‘Tidak, anakmulah yang dibawa’. Lalu mereka berdua meminta keadilan kepada Nabi Dawud. Ternyata Nabi Dawud memutuskan anak yang tinggal adalah anak wanita yang lebih besar. Kemudian mereka menemui Nabi Sulaiman bin Dawud as. Setelah mereka menceritakan duduk permasalahannya, Sulaiman berkata : ‘Ambilkan pisau, saya akan membagi anak ini untuk kalian berdua’. Wanita yang lebih kecil berkata : ‘Jangan, semoga Allah merahmatimu. Anak ini adalah anaknya’. Maka diputuskan oleh Sulaiman bahwa anak itu adalah anak wanita yang lebih kecil'”.
Dari Aisyah r.a, ia berkata : “Sesungguhnya orang-orang Quraisy merasa kebingungan dengan masalah seorang wanita makhzumiyah yang mencuri. Mereka menawarkan : “Siapakah yang berani membicarakan masalah ini kepada Rasulullah Saw ?” Dengan serentak mereka mengatakan : “Kami kira tidak ada yang berani kecuali Usamah. Ia adalah kekasih Rasulullah Saw.”. Lalu Usamah membicarakan hal itu dengan beliau. Rasulullah Saw. menjawab : “Apakah engkau hendak membela supaya bebas dari hukuman Allah ?” Kemudian beliau berdiri dan berpidato. Kata beliau : “Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebeluam kamu, ialah apabila seorang bangsawan mencuri, mereka biarkan saja (tiada dihukum). Tetapi apabila seorang yang lemah (rakyat biasa) mencuri, mereja jalankan hukuman kepadanya. Demi Allah, sekiranya Fatimah putra Muhammad mencuri maka akan saya potong tangannya”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah seseorang membeli barang yang sedang dibeli saudaranya dan jangan meminang perempuan yang dalam pinangan saudaranya, kecuali jika saudaranya itu mengizinkan”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : “Bahwa Rasulullah Saw. melarang jual beli dengan cara melemparkan batu kecil dan jual beli yang sifatnya ada kemungkinan penipuan”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah seorang muslim menawar barang yang sedang ditawar saudaranya”.
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak boleh menyongsong penjual yang datang dari dusun untuk membeli barangnya, tidak boleh membeli barang yang sudah dibeli saudaranya, tidak boleh menipu, tidak boleh orang kota membeli barang orang dusun (memborongnya untuk menaikkan harga pasaran), jangan memperbesar bendala onta dan kambing (tidak diperah bebrapa hari supaya dianggap orang banyak susunya), dan siapa yang membelinya sesudah itu ia boleh memilih antara dua pendapat yang di pandangnya baik sesudah diperahnya. Kalau ia suka diteruskannya jua beli dan kalau ia tidak suka dikembalikannya bersama satu gantang korma (pembayaran susu)”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : “Sesungguhnya Allah melarang menyongsong untuk membeli barang sebelum penjual sampai ke pasar”.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang membeli bahan makanan, janganlah dijualnya sebelum diterimanya dengan cukup”.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang membeli bahan makanan, janganlah dijualnya sebelum ia menakarnya”.
Dari Jabir bin Abdullah r.a, ia berkata : “Rasulullah Saw. melarang penjualan seonggok kurma yang tidak diketahui takarannya (dibeli) dengan korma yang jelas takarannya”.
Dari Hakim bin Hizam r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Dua orang yang melakukan jual beli boleh memilih (diteruskan jual beli atau tidak) selama keduanya belum berpisah. Apabila mereka mau jujur dan mau menerangkan (barang yang diperjualbelikan), mereka mendapat berkah dalam jual beli mereka, kalau mereka bohong, dan merahasiakan (apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan atau alat pembayarannya), maka hilanglah keberkahan jual beli itu”.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata : “Ada seorang lelaki bercerita kepada Rasulullah Saw. bahwa ia ditipu dalam jual belinya. Maka Rasulullah Saw. bersabda, ‘Kepada siapa engkau melakukan jual beli, ucapkan kepadanya : ‘Tidak boleh ada penipuan’. Lalu kepada siapa pun yang jual beli dengan ia selalu diucapkannya : ‘Tidak boleh ada penipuan'”.
Dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata : Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang membeli pohon korma yang sudah berputik maka buahnya untuk orang yang menjual, kecuali kalau pembeli mensyaratkan. Dan barangsiapa membeli budak, maka harta budak tadi menjadi milik yang menjual, kecuali jika si pembeli mensyaratkan”.
Dari Anas r.a, ia berkata : “Sesungguhnya Nabi Saw. melarang menjual korma (yang masih di pohonnya) sebelum terang baiknya”.
Dari Abu Mas’ud Al Anshari r.a, ia berkata : “Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang (membayar dan menerima) hasil penjualan anjing, hasil pelacuran dan upah dukun ramal”.
Dari Humaid r.a, ia berkata : “Anas bin Malik pernah ditanya tentang pekerjaan membekam, maka ia berkata : “Rasulullah Saw. pernah berbekam dan yang membekam beliau adalah Abu Thaibah. Beliau memerintahkan agar Abu Thaibah diberi dua sha’ makanan dan berbicara kepada keluarganya, maka mereka membebaskan pajaknya. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya berbekam itu adalah suatu pengobatan yang utama atau termasuk obat yang baik”.
Dari Abu Sa’id Al Khudriy r.a, ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah Saw. berkhutbah di Madinah dan beliau bersabda, “Wahai manusia ! Sesungguhnya Allah Ta’ala melarang minuman keras dan boleh jadi Allah akan menurunkan tentang minuman keras itu suatu perintah yang tegas. Sebab itu siapa yang mempunyai agak sedikit, hendaknya dijualnya dan dimanfaatkannya ! Tiada lama kemudian, beliau sudah bersabda lagi, Sesungguhnya Allah mengharamkan minuman keras. Maka barangsiapa mengetahui ayat ini dan ia mempunyai minuman keras, janganlah meminumnya atau menjualnya !”. Maka orang-orang membawa minuman keras yang ada pada mereka ke jalan Madinah lalu menuangkannya”.