STRATEGIC ASSESSMENT. Lembaga non pemerintahan, Human Rights Working Group (HRWG) Indonesia, menyurati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang dugaan sisi gelap pemerintahan Presiden Joko Widodo selama dua periode.
Penanggung Jawab Divisi Kampanye Kelompok Kerja Hak Asasi Manusia HRW Indonesia Jesse Adam mengatakan organisasi ini telah mengirim dua laporan ke PBB.
Laporan pertama dikirim ke Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya PBB (ICESCR) pada 15 Januari, yang bertajuk “Sisi gelap pembangunan di Era Jokowi”. Kedua dikirim ke Komite Hak-hak Sipil dan Politik PBB (CCPR) pada 5 Februari bertajuk “Dua Modus Represi (Populisme Sekretarian dan Dalih Pembangunan).”
“Di mana dalam kedua laporan itu kita menyoroti bahwa yang terjadi selama 10 tahun pemerintahan Jokowi,” kata Jesse saat konferensi pers di gedung Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta Pusat. Jesse mengatakan represi berbasis populisme sektarian ini berujung menjadi siasat politik yang digunakan Jokowi untuk mendulang dukungan.
Pelaku populisme sektarian biasanya menggunakan isu kelompok mayoritas demi kepentingan dirinya. Dalam ilmu politik, populisme adalah gagasan bahwa masyarakat dipisahkan menjadi dua kelompok yang bertentangan satu sama lain.
“Kemudian nantinya memang dilakukan untuk melanggengkan kekuasaan,” imbuh dia.
Dalam surat itu, HRW juga menyoroti represi ala Soeharto di masa Orde Baru dengan membungkam siapa saja yang melawan pembangunan kepentingan nasional atau yang disebut repressive developmentalisms.
Sementara itu, dalam situs resmi Komite Tertinggi HAM PBB (OHCHR) menyatakan ICESCR akan meninjau enam negara termasuk Indonesia terkait hak sosial, ekonomi, dan budaya, pada 12 Februari hingga 1 Maret.
“Dalam sidang tersebut, Komite akan mengkaji Rumania, Mauritania, Irlandia, Irak, Indonesia, dan Swedia,” demikian rilis PBB, Jumat.
Indonesia merupakan negara yang meratifikasi kovenan internasional tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya. Negara-negara tersebut diwajibkan untuk menjalani tinjauan berkala oleh Komite yang terdiri dari 18 pakar internasional independen mengenai cara negara-negara melaksanakan Kovenan.
Komite PBB ini menggelar pertemuan usai menerima laporan dari organisasi non pemerintah masing-masing negara. Mereka juga menentukan jadwal dan waktu peninjauan untuk negara tersebut.
“Indonesia 20 Februari [pukul] 10:00 – 13:00, 21 Februari [pukul] 10:00 – 13:00, ” imbuh mereka. Kemudian, sidang yang berkaitan dengan hak-hak sipil politik, HRW Indonesia menyatakan CCPR akan meninjau RI pada 11-12 Maret 2024.
“Sidang ini adalah dialog konstruktif antara komite dan pemerintah Indonesia,” demikian unggahan HRW Indonesia di Instagram, Jumat.
Komite-komite di PBB tersebut bertugas untuk memantau, menjalankan wewenang untuk mempertimbangkan laporan, dan mengeluarkan rekomendasi.
Sidang itu juga merupakan mekanisme akuntabilitas HAM setiap negara pihak kovenan.