STRATEGIC ASSESSMENT. Universitas Indonesia (UI) menyampaikan kekhawatiran dan keprihatinan terhadap gejala keruntuhan tatanan hukum dan demokrasi menjelang Pemilu 2024. Pernyataan sikap yang mengkritik Jokowi ini disampaikan oleh Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo, di pelataran Gedung Rektorat UI, Depok.
Prof. Tuti, sapaan Harkristuti Harkrisnowo, menyatakan bahwa dalam lima tahun terakhir, terutama menjelang Pemilu 2024, pihaknya merasa perlu untuk menyuarakan pemulihan demokrasi yang terkoyak. Sivitas akademika UI merasa prihatin dengan keruntuhan tatanan hukum dan demokrasi.
Kritik dari kampus juga datang dari UGM. Sivitas kampus UGM yang terdiri dari sejumlah guru besar, dosen, dan mahasiswa, menginisiasi Petisi Bulaksumur sebagai pengingat kepada Kepala Negara Joko Widodo. Kritik tersebut disampaikan karena Jokowi dianggap melenceng dari prinsip-prinsip demokrasi.
Melalui Petisi Bulaksumur, sivitas akademika UGM meminta dan menuntut Jokowi, aparat penegak hukum, semua pejabat negara, dan aktor politik yang mendukung presiden untuk kembali pada prinsip-prinsip demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial.
Unand juga menyampaikan manifesto penyelamatan bangsa pada Jumat, 2 Februari 2024. Berlokasi di area Convention Hall Universitas Andalas, seruan petisi tersebut mencerminkan kekhawatiran sivitas akademika Unand menjelang Pemilu 2024. Sivitas Unand melihat adanya banyak peristiwa yang dianggap tidak wajar.
“Semoga ini dapat menjadi kontribusi dari kita semua untuk mengawal demokrasi Indonesia,” kata Charles Simabura, dosen dari Fakultas Hukum Unand.
Dia menambahkan, aksi digelar untuk menyampaikan manifesto, dengan harapan untuk kejayaan bangsa dan Indonesia. “Ini juga merupakan bentuk solidaritas kami terhadap kampus lain yang telah lebih dahulu melakukannya.”
Satu hari setelah UGM, sivitas akademika UII juga menyampaikan kritik terhadap Jokowi. Mereka berkumpul di halaman Auditorium Kahar Muzakkir di Kampus Terpadu UII, Sleman, Yogyakarta, Kamis, 1 Februari 2024, Pernyataan sikap “Indonesia Darurat Kenegarawanan” tersebut dipimpin oleh Rektor UII, Profesor. Fathul Wahid.
Menurut mereka, terdapat setidaknya empat indikator gejala yang menunjukkan bahwa Indonesia tengah menghadapi darurat kenegarawanan, yang berpotensi merusak sistem hukum dan demokrasi. “Terdapat tanda-tanda bahwa sikap kenegarawanan Presiden Jokowi semakin pudar,” ujar Fathul, yang didampingi oleh para guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni UII.
Giliran Unpad menyatakan kritik terhadap Jokowi pada Sabtu, 3 Februari 2024. Sejumlah sivitas Unpad menginisiasi petisi “Seruan Padjajaran” dan Ketua Senat Unpad, Profesor Ganjar Kurnia, membacakannya. Isi petisi mengajak semua pihak untuk mendesak Presiden Jokowi agar fokus kembali pada tugas-tugas pemerintahannya. Ini berarti memprioritaskan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Kelompok alumni dan sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, atau UIN Jakarta ikut menyatakan sikap terhadap situasi politik tanah air. Pernyataan sikap ini sebagai bentuk kekecewaan atas penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Ada puluhan orang yang mahasiswa, dosen serta guru besar ikut hadir dalam pernyataan sikap di halaman kampus UIN Syarif Hidayatullah. Guru besar UIN, Saiful Mujani, mengatakan pernyataan sikap ini dilakukan setelah pihaknya menimbang dan memperhatikan perkembangan penyelenggaraan pemilu 2024.
“Pertama kami mendesak penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu, DKPP agar bekerja secara profesional dan bertanggung jawab,” kata Saiful dalam pernyataan sikap itu, Senin 5 Februari 2024.
Mereka juga meminta penyelenggara pemilu dengan sungguh-sungguh memegang prinsip independen, transparan, adil, dan jujur. Penyelenggara pemilu juga diminta menjauhkan diri dari kecenderungan berpihak, mengutamakan kepentingan politik orang perorang, kelompok, partai dan sebagainya, serta kuat dalam menghadapi kemungkinan intervensi dari pihak manapun.
“Harus berani menegakkan aturan dan memastikan semua pelanggaran pemilu diselesaikan dengan semestinya sesuai aturan. Bahkan jika itu dilakukan oleh pihak yang paling berkuasa di Indonesia,” kata Saiful.
Menyusul beberapa sivitas akademika dari berbagai pergurun tinggi di Indonesia, Forum Dosen Universitas Riau (Unri) Peduli Demokrasi menggelar Maklumat menjaga Marwah Demokrasi Indonesia. Kegiatan dilakukan di Lapangan Open Space Unri pada Senin, 5 Februari 2024.
Selain diikuti dosen, juga terdapat sejumlah alumni, sivitas akademika hingga mahasiswa turut bergerak menyerukan rasa keprihatinan terhadap situasi demokrasi di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Kegiatan dimulai dengan melakukan foto bersama terlebih dahulu, kemudian membawakan lagu Indonesia Raya dan membacakan doa. Acara dibawakan Arifudin Suhaimi Ali selaku dosen Fakultas Pertanian. Ia mengungkapkan keprihatinan dengan kondisi demokrasi yang terjadi saat ini.
“Kita ikut prihatin dengan kondisi nasional, dan kita berharap masih ada waktu untuk memperbaiki sehingga marwah demokrasi masih berada di jalan yang benar,” katanya.
Dinamika politik yang terjadi akhir-akhir ini memunculkan sikap dari berbagai kampus baik dalam bentuk petisi dan lainnya. Hari ini, Unri turut menyampaikan maklumat yang berisikan lima poin.
Pertama, meminta kepada presiden dan semua pejabat pemerintah untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai etika dan moral dalam memimpin kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjadi panutan dan tauladan rakyat.
Kedua, meminta pemerintah beserta aparatur negara untuk selalu taat pada ketentuan hukum dan berlaku adil dalam menyelenggarakan Pemilu. Sehingga mampu mewujudkan pemilu berintegritas yang hasilnya dipercaya rakyat.
Ratusan mahasiswa, dosen, dan guru besar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) berkumpul untuk menyampaikan Petisi Bumi Siliwangi, Senin pagi, 5 Februari 2024. Kegiatan mereka kali ini untuk menyuarakan keprihatinan atas kondisi kebangsaan dan sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini.
“Kami sivitas akademika UPI mendesak Presiden Republik Indonesia agar mencabut pernyataan yang menunjukkan keberpihakan dan keterlibatannya dalam kampanye politik pada Pemilu 2024,” kata dosen Cecep Darmawan yang memulai isi petisi.
Di depan Gedung Rektorat UPI, guru besar, dosen, dan mahasiswa secara bergantian menyampaikan aspirasi mereka. Sivitas akademika UPI juga meminta Jokowi agar bersikap dan bertindak sebagai negarawan yang menjunjung tinggi nilai, moral, dan etika kebangsaan berdasarkan Pancasila. Jokowi juga diminta mengingat kembali sumpah dan janjinya sebagai Presiden sebagaimana amanat UUD 1945.
Para sivitas UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta juga menyatakan sikap dan menyoroti potret pemerintahan akhir kekuasaan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Achmad Uzair membacakan seruan moral untuk penyelenggara negara jelang Pemilu 2024 itu. “Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan kan kemareman (Jangan terlena dengan jabatan dan hal-hal yang bersifat duniawi,” kata Achmad mengutip nasehat Sunan Kalijaga sebagai pembuka naskah seruan moral itu.
“Mencermati situasi sosial-politik Indonesia akhir-akhir ini, apalagi jelang Pemilu 2024, terdapat banyak perilaku yang menunjukkan sikap bertentangan dengan cita-cita ideal demokrasi, nilai-nilai luhur Pancasila, dan norma agama,” kata Achmad. “Ironisnya, itu dilakukan oleh aparatur negara. Aparatur negara, yang seharusnya bersikap netral untuk memastikan Pemilu berjalan secara jujur dan adil, justru menunjukkan kecenderungan penggunaan instrumen kekuasaan demi kepentingan politik sesaat, kawan dekat, dan kekerabatan.”
Berikutnya, giliran sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang menyatakan sikap penyelenggaraan negara di bawah Jokowi kian menyimpang. Di halaman depan kampus, rektor, guru besar, dan perwakilan mahasiswa UMY berkumpul menyerukan pesan kebangsaan dan imbauan moral kepada seluruh penyelenggara negara.
“Dalam kurun waktu satu tahun ini, eskalasi pelanggaran konstitusi dan hilangnya etika bernegara seperti tiada henti dan meningkat tanpa malu-malu lagi,” kata Akif Khilmiyah selaku Anggota Dewan Guru Besar UMY saat membacakan naskah kebangsaan UMY itu pada Sabtu, 3 Februari 2024.
Sivitas Institut Teknologi Bandung (ITB) juga turut bersuara atas situasi penyelenggaraan negara belakangan ini. Komunitas guru besar dan dosen menyampaikan dukungan Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, Senin, 5 Februari 2024.
Mereka mendukung pilpres yang jujur, adil, damai, serta menjunjung hak asasi setiap pemilih. Dukungan juga bagi pemimpin sebagai negarawan serta menjadi teladan dalam menegakkan aturan hukum dan etika publik untuk membangun demokrasi yang berkualitas.
Mereka mendukung pemimpin dan pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai tujuan mewujudkan negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi asa-asas ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
“Mendukung pemimpin dan pihak-pihak yang terlibat untuk menjunjung sikap netral dan non-partisan dalam proses demokrasi yang berada di atas semua kelompok dan golongan,” kata Nedina Sari, dosen yang membacakan Deklarasi Akademik ITB.
Universitas Negeri Surabaya (Unesa ) melakukan pernyataan sikap ihawal kondisi Indonesia terkini yang disebut semakin panas. Para sivitas akademika itu menganggap keadaan ini berpotensi mengancam demokrasi.
“Ini sudah panas (suasananya). Dengan deklarasi ini, kami harap akan menyejukkan dan membuat suasana menjadi lebih tenang,” kata salah satu perwakilan sivitas akademika Unesa Martadi di kampus Lidah Wetan, pada Senin 5 Februari 2024. Menurut Martadi, ada 150 perwakilan sivitas akademika Unesa yang menandatangani deklarasi bertajuk Mengawal Demokrasi, Menjaga NKRI itu. Mereka terdiri dari guru besar, dosen, tenaga pendidik, alumni, dan mahasiswa.
Ada 6 poin yang disampaikan dalam pernyataan sikap itu. Mulai menjaga situasi agar kondusif hingga mendorong semua pihak untuk menghargai kebebasan akademik.
Martadi juga membenarkan bahwa Rektor Unesa sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia Nurhasan tidak ikut dalam deklarasi ini. Namun, Martadi mengatakan bahwa pihak kampus telah menfasilitasi kegiatan ini dengan baik.
Dia juga menegaskan bahwa aksi ini tidak bermaksud untuk menyudutkan satu pihak. Namun lebih menyerukan demokrasi agar berlangsung adil, aman, jujur, dan bermartabat.
Filsuf sekaligus Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat atau STF Driyarkara Karlina Supelli menyoroti kemunduran demokrasi menjelang Pemilu 2024 di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia tak ingin demokrasi dirusak semata karena kekuasaan. Dia mengatakan saat ini negara sedang menghadapi berbagai masalah yang membuat kehidupan masyarakat semakin timpang akibat kekuasaan yang mengutamakan kepentingan sekelompok orang. Oleh karena itu, kata dia, “Warga negara sejati tak bisa diam,” ujarnya.
Karlina mengatakan sivitas akademika seperti guru besar, dosen, dan mahasiswa mempunyai tanggung jawab moral untuk mengingatkan pemerintah yang telah menyimpang. “Sebagai masyarakat akademik memiliki tanggung jawab moral untuk mengingatkan bahwa laku para pemangku jabatan negara dan aparat pemerintahan telah mencederai amanat kedaulatan rakyat yang telah dipercayakan,” kata dia.
Menurut Karlina, tugas perguruan tinggi di dalam kampus yakni menyebarkan dan mengembangkan ilmu dengan berpegang pada nilai-nilai dan integritas ilmiah melalui penelitian dan pengajaran. Sementara ke luar kampus, perguruan tinggi mencerahkan kehidupan masyarakat dengan berpedoman pada kemaslahatan umum, kebaikan hidup bersama, keadilan, dan kesetaraan.
Sebelumnya, STF Driyarkara menyerukan penegakan demokrasi di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang dinilai merosot menjelang Pemilu 2024. STF Driyarkara menyusun pernyataan sikap bersama Profesor Armada Riyanto dari STFT Widya Sasana Malang, Elias Tinambunan dari STFT St. Yohanes Pematangsiantar, Otto Gusti Madung dari IFTK Ledalero Maumere, CB Mulyatno dari Fakultas Teologi Wedabhakti Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Barnabas Ohoiwutun dari STF Seminari Pineleng Minahasa, Y Subani dari Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira Kupang.
“Jujur dan adil, bukan hanya menjamin setiap suara dihargai melainkan juga sebagai ajaran etika politik kita. Kepada presiden, kami mengingatkan bahwa bersikap jujur dan adil adalah cara berpikir dan laku dalam bernegara. Kekuasaan yang dijalankan secara lancung akan merusak etika kemudian hukum akan rusak juga,” kata Rektor STF Driyarkara Simon P. L. Tjahjadi usai acara seminar bertajuk Seruan Jembatan Serong II di Jakarta Pusat, Senin, 5 Februari 2024.
Simon mengatakan sudah mengawasi langkah politik Jokowi sejak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU21/2023 yang meloloskan putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Jokowi dinilai makin jauh dari yang diharapkan oleh pemilihnya. “Terutama menyangkut netralitas sikap negara dan kontinuitas perjuangan reformasi melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam berbagai bentuknya,” katanya (www.tempo.co)