STRATEGIC ASSESSMENT. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia cenderung menurun selama periode kedua Presiden Jokowi. Bahkan, skor IPK anjlok empat poin setelah disahkannya Revisi UU KPK yang dianggap menjegal independensi lembaga antirasuah tersebut.
Skor IPK dipublikasi oleh lembaga Transparency International yang dikenal sebagai lembaga non-pemerintah internasional yang memerangi korupsi Laporan skor IPK mengurutkan 180 negara di dunia berdasarkan persepsi masyarakat mengenai korupsi yang terjadi pada jabatan publik dan politik. Negara yang mendapatkan Indeks Persepsi Korupsi semakin tinggi seperti 100 berarti persepsi korupsi sebuah negara rendah. Sementara semakin kecil sampai 0, berarti persepsi korupsi di negara itu tinggi.
Dalam rilisan Transparency International tahun 2023, IPK Indonesia stagnan pada poin 34. Namun, posisi Indonesia turun lima peringkat dari 110 menjadi 115 dari 180 negara. Stagnasi skor CPI 2023 memperlihatkan penegakkan hukum yang diharapkan tajam terhadap praktik korupsi masih cenderung berjalan lambat, bahkan memburuk akibat minimnya dukungan yang nyata dari para pemangku kepentingan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Danang Widoyoko, anjloknya skor Indeks Persepsi Korupsi ini menjadi salah satu pendorong mundurnya demokrasi.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Hasto Kristiyanto menyerukan agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi bisa merespons atau menyatakan sikap atas dugaan kekerasan yang dilakukan aparat kepada masyarakat di Gunung Kidul saat Jokowi berkunjung ke sana.
Menurut dia, ketika rakyat memihak, mereka memiliki hak pilih yang dijamin negara, sedangkan seorang presiden sebagai kepala negara seharusnya tidak terang-terangan menunjukkan keberpihakan karena bisa memicu ketidakadilan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Menurut Hasto, berbagai ketidakadilan itu terjadi lantaran sikap Presiden Joko Widodo yang terang-terangan menyebut dirinya dan menteri boleh berkampanye.
Dalam pembagian bansos beras yang terfokus di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Lampung, Hasto menilai sarat indikasi untuk kepentingan elektoral pada Pemilu 2024. Apalagi, kata Hasto, pembagian bansos itu dilakukan langsung oleh Jokowi, bukan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang juga kader PDIP.
Hasto menyampaikan, partainya juga mempertanyakan posisi Tri Rismaharini selaku mensos di kabinet yang dibentuk Jokowi terkait pembagian bansos beras. Menurut dia, yang mengetahui data orang miskin untuk dibagikan Bansos Beras dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah Kementerian Sosial (Kemensos).
Menurut dia, sikap tidak netral Jokowi telah mendorong gerakan masyarakat untuk juga secara terang-terangan menunjukkan aspirasi politik mereka, antara lain seperti peristiwa di Gunung Kidul, DIY, ketika masyarakat membentangkan spanduk bertuliskan dukungan kepada calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, saat Jokowi melakukan kunjungan ke daerah tersebut.
Sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terdiri dari sejumlah guru besar, dosen, dan mahasiswa membuat Petisi Bulaksumur untuk mengingatkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Mereka berkumpul di Balairung UGM untuk menyampaikan petisi tersebut pada Rabu, 31 Januari 2024.
Berikut isi lengkap Petisi Bulaksumur:
Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam berbagai demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif pembenaran-pembenaran presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik, serta netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi.
Presiden Joko Widodo sebagai alumni semestinya berpegang pada jati diri UGM yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dengan turut memperkuat demokratisasi agar berjalan sesuai standar moral yang tinggi dan dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah (legitimate) demi melanjutkan estafet kepemimpinan untuk mewujudkan cita-cita luhur sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Presiden Joko Widodo semestinya selalu mengingat janjinya sebagai alumni Universitas Gadjah Mada. ‘Bagi kami almamater kuberjanji setia. Kupenuhi dharma bhakti tuk Ibu Pertiwi. Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku. Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Nusantara.
Alih-alih mengamalkan dharma bhakti almamaternya dengan menjunjung tinggi Pancasila dan berjuang mewujudkan nilai-nilai di dalamnya. Tindakan Presiden Jokowi justru menunjukkan bentuk-bentuk penyimpangan pada prinsip-prinsip dan moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial yang merupakan esensi dari nilai-nilai Pancasila.
Karena itu, melalui petisi ini kami segenap civitas akademika UGM, meminta, mendesak dan menuntut segenap aparat penegak hukum dan semua pejabat negara dan aktor politik yang berada di belakang Presiden termasuk Presiden sendiri untuk segera kembali pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial.
Kami juga mendesak DPR dan MPR mengambil sikap dan langkah konkret menyikapi berbagai gejolak politik yang terjadi pada pesta demokrasi elektoral yang merupakan manifestasi demokrasi Pancasila untuk memastikan tegaknya kedaulatan rakyat berlangsung dengan baik, lebih berkualitas, dan bermartabat.