STRATEGIC ASSESSMENT, Pelantikan Mulyadi SE MM sebagai Kepala Dinas Pertanian, Rabu (10/1) menuai polemik. Pasalnya, eks Kadis Sosial tersebut pernah dicopot dari jabatannya, karena dugaan penyelewengan bantuan sosial saat pandemi Covid-19 lalu.
Ironisnya, kini Pj Bupati Bireuen, Aulia Sofyan malah mempromosikan oknum staf ahli itu, menempati jabatan Kepala Dinas Pertanian. Sehingga, muncul desakan agar Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) mengevaluasi dan mencopot Aulia Sofyan, karena dinilai tidak memiliki semangat pemberantasan korupsi.
Sejumlah sumber media ini, saat ditemui Rabu sore mengaku kecewa atas kebijakan Pj Bupati Bireuen, mengangkat dan melantik Mulyadi sebagai Kadis Pertanian, yang jelas-jelas tega menggerogoti hak warga miskin saat sedang diterpa pandemi.
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Bireuen, Muhammad Zubir SH MH kepada media ini menuturkan, keputusan Pj Bupati Bireuen mengangkat pejabat yang memiliki catatan hitam, merupakan tindakan gegabah dan kontraproduktif dengan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Menurutnya, dugaan tindakan culas yang pernah dilakukan oknum pejabat itu, sudah diketahui publik luas hingga membuat Bupati Muzakar A Gani kala itu, mencopotnya dari jabatan Kadis Sosial. Namun, anehnya Aulia Sofyan kini malah mempromosikan posisi strategis tersebut kepada Mulyadi.
“Kami menilai Aulia Sofyan tidak memahami kondisi di Bireuen, sehingga Mendagri harus segera melakukan evaluasi dan mencopot Pj Bupati ini,” ungkap Muhammad Zubir melalui seluler.
Ditegaskannya, jejak digital kasus Usaha Ekonomi Produktif (UEP) masih tersisa di berbagai media mainstream. Dimana kala itu, 250 penerima bansos ini dipalak sebesar Rp 400 ribu per orang, sehingga oknum eks Kadis Sosial tersebut akhirnya tersandung hukum, namun sebelum tahap penyidikan di Kejaksaan Negeri Bireuen, akhirnya uang yang terlanjur dipungut sebesar Rp 100 juta, dikembalikan ke kas daerah.
Informasi yang diperoleh Metro Aceh menyebutkan, buntut penghentian proses hukum oleh penyidik kejaksaan, menuai aksi protes secara masif di Bireuen. Bahkan, ratusan demonstran yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Bireuen, sempat mendemo kantor Kejari setempat, Selasa 31 Agustus 2021 lalu.
Ketika itu, massa turut membentangkan sejumlah spanduk dan poster berisikan aneka tulisan bernada kecaman, akibat penghentian kasus tersebut. Diantaranya berbunyi “Mosi Tidak Percaya Kepada Kejari Bireuen dan Bupati” serta berbagai protes lain, sehingga akhirnya Kadis Sosial dicopot karena ditemukan fakta-fakta, atas dugaan penyelewengan Bansos UEP. (Bahrul)
Pasca tanggapan Pj Bupati Bireuen, terkait mutasi para pejabat struktural yang sesuai prosedur, mendapat respon negatif dari kalangan internal pemda setempat. Beberapa pejabat kepada awak media ini, Kamis (11/1) sore membeberkan sejak awal seluruh tahapan mutasi itu cacat administrasi. Malah, dituding tidak sesuai norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK).
Bahkan, mulai proses job fit bagi eselon II serta penetapan pejabat eselon III dan eselon IV, dikabarkan tidak melibatkan Sekretaris Daerah (Sekda) selaku pembina sekaligus penanggungjawab administrasi pegawai di Pemkab Bireuen. Namun, Sekda malah bungkam dan tak merespon telepon awak media, saat hendak dikonfirmasi via selulernya.
Sejumlah pejabat itu mengaku, selain panitia seleksi yang tidak satupun memiliki sertifikat kompetensi, untuk menguji kelayakan job fit indikator hasil uji juga dinilai tak jelas. Belum lagi, isu-isu miring dualisme kubu di tubuh Pemda Bireuen yang selama ini menjadi rahasia umum di wilayah itu.
“Sebenarnya sudah dua kali mutasi selama Pj Bupati ini cacat adminstrasi, tapi kali ini yang paling parah. Dampaknya, kacau balau dan rancu. Bahkan, pejabat yang dilantik tak sesuai kompetensi maupun disiplin ilmu,” ungkap seorang sumber pejabat yang tidak mau ditulis nama.
Menurutnya, Baperjakat tidak dilibatkan saat penentuan mutasi ini, sehingga keputusan Pj Bupati Bireuen itu, dinilai mengutak-atik karir ASN serta merusak struktur organisasi SKPK karena menempatkan pejabat berkompeten, pada posisi yang tidak sesuai dan merombak pejabat kompeten pada jabatan berbeda dengan keahliannya, serta melantik pejabat yang memiliki rekam jejak pernah merampas hak masyarakat miskin.
“Menurut saya Pj Bupati Bireuen ini mengalami syndrom Narsis Mengalomania, karena terlalu membesarkan diri seolah-olah paling hebat dan paling benar, serta selalu mengedepankan egonya sendiri,” tukas salah seorang pejabat struktural itu.
Sementara Sekdakab Bireuen, Ir Ibrahim Ahmad yang dikonfirmasi via pesan aplikasi WhatsApp, buang badan seraya meminta agar masalah ini ditanyakan kepada Kepala BKPSDM.
Sebelumnya, Pj Bupati Bireuen Aulia Sofyan melalui Kabag Prokopim, Azmi S.Kom tetap bersikukuh mengaku, proses mutasi tersebut sudah sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
Berdasarkan laporan yang diterima media ini, juga diketahui beberapa kerancuan terjadi dalam mutasi itu. Diantaranya, ada ahli bidang lingkungan dimutasi jadi Sekcam, lalu Kepala Puskesmas Simpang Mamplam yang dicopot tapi tak ada pengganti, serta Kepala Puskesmas Peudada dinonjobkan namun tidak tahu unit kerja yang baru, serta bemacam polemik muncul pasca pelantikan tersebut.
Beberapa sumber lainnya mengaku, dalam waktu dekat permasalahan ini akan segera dilapor ke Ombudsman RI Perwakilan Aceh, BKN Regional, hingga ke Kemendagri untuk dilakukan evaluasi kembali atas keputusan yang ditengarai sarat kepentingan oknum tertentu. (
Proses pelantikan puluhan pejabat Pemda Bireuen, terus menuai polemik dan menjadi atensi publik di wilayah ini. Usut punya usut, ternyata seluruh rangkaian tahapan mutasi itu, dilakukan secara serampangan tanpa melibatkan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), selaku pihak yang bertanggungjawab dalam setiap rotasi pejabat daerah.
Ironisnya, kondisi itu menjadi indikator nyata atas berhembusnya isu dua kubu di internal Pemkab Bireuen selama ini, yakni kubu Pj Bupati dan kubu Sekda yang berseberangan, serta selalu bertolak belakang dalam setiap keputusan, sesuai kepentingan masing-masing.
Sehingga, saat mutasi Sekda tidak dilibatkan dan malah menunjuk Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) sebagai tim pansel uji kompetensi jabatan pimpinan tinggi pratama. Padahal, pejabat ini tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas, untuk mengetuai proses tahapan strategis itu.
Sumber-sumber internal Pemda Bireuen yang mengaku memahami bobroknya kondisi di tubuh pemerintah saat ini, menjelaskan bahwa saat proses mutasi pejabat struktural eselon II, III dan IV hanya melibatkan segelintir oknum pejabat yang dekat dengan Pj Bupati Bireuen, Aulia Sofyan.
“Sekda bersama tim Baperjakat nya berada di luar ring, akibat tidak lagi sejalan dalam pengambilan keputusan. Maka, dengan pola sistem yang salah dilakukan, hasilnya pun amburadul,” beber sumber ASN yang minta tidak dipublikasikan namanya.
Menurut dia, penempatan puluhan pejabat administrator, tidak sesuai disiplin ilmu atau latar belakang keahlian. Diantaranya, posisi Surya, SPd, MPd dari Kabid Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, menjadi Kabid Transmigrasi pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Abdullah, SPd, MM, Kabid Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal pada Disdikbud, dilantik menjadi Kabid Pengelolaan Sampah, Limbah B3, dan Pertamanan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK).
Musliadi, SE, Kabid Penetapan PAD pada BPKD, dimutasi sebagai Kabid Peningkatan Kapasitas, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup pada DLHK.
Ilyas Cut Ali, SH, Pengelola Kegiatan Hari Besar Keagamaan pada Kantor Camat Jeumpa dipromosikan sebagai Kabid Prasarana, Sarana dan Penyuluhan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan.
Dedi Suheri, STP, dari jabatan Kabid Prasarana, Sarana dan Penyuluhan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Bireuen, digeser sebagai Kabid Perlindungan Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga pada Satpol PP dan WH.
Nazli, SP, MSM, Kabid Perbibitan dan Produksi Ternak pada Dinas Peternakan dan Keswan dimutasi sebagai Kabid Keolahragaan pada Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata.
Safrizal, ST, Kabid Peningkatan Kapasitas, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup pada DLHK Bireuen, dilantik sebagai Sekretaris Kecamatan Pandrah.
Irwan Funna, ST, Kabid Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pertamanan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dilantik sebagai Sekretaris Kecamatan Peusangan Siblah Krueng.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Zaldi AP S.Sos saat dikonfirmasi tidak menjawab hubungan telepon wartawan, Sekda, Ibrahim Ahmad juga tak merespon komunikasi untuk mendapatkan hak jawab media ini Jumat 12 Januari 2024.
Sementara, sumber-sumber lain mengatakan bahwa ada keterlibatan dua pejabat teras yang mengutak-atik posisi jabatan pejabat administrator tersebut. Malah, istri salah satu dari mereka ditempatkan pada posisi strategis eselon III di Sekretariat Dewan, serta seorang keluarga dekat ditempatkan pada jabatan penting lainnya M Sulaiman.
Oknum staf di lingkaran Alhudri, Pj Bupati Gayo Lues, diduga kuat menebar “teror” verbal kepada sejumlah pejabat eselon-II di jajaran Pemkab Gayo Lues, Aceh, dengan membawa-bawa nama Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Aceh.
Seperti yang diberitakan KBA.ONE, oknum tersebut, menurut sumber di Pemkab Gayo Lues, berinisial R. Ia bergerak leluasa mendatangi para kepala kepala dinas agar tidak “main-main” dengan Pj Bupati Alhudri. “Pak Pj Bupati (Alhudri) itu orangnya BIN, dia bisa merekam semua isi HP siapapun. Jadi, jangan main-main dengan Bapak (Alhudri) ya,” sebut sumber itu menirukan oknum kepercayaan Pj Bupati Alhudri.
Aksi gertak oknum R tersebut, lanjut sumber itu, secara psikologis mempengaruhi ruang gerak dan kinerja para kepala dinas dan pejabat lain di lingkup Pemkab Gayo Lues. Apalagi oknum R diketahui sangat dekat dengan Pj Bupati Alhudri. “Bahkan untuk urusan khusus ke Jakarta, oknum R itu sering ditugasi oleh Pak Alhudri. Bisa jadi aksi oknum R itu diduga kuat atas perintah Alhudri,” tambah sumber itu.
Pj Bupati Gayo Lues, Alhudri, membantah keras stafnya melakukan teror verbal mencatut nama BIN. “Itu pernyataan yang tidak benar, saya tidak pernah mengutus orang untuk menggertak eselon 2 dalam kapasitas apapun,” tegas Alhudri menjawab pesan whatsappKBA.ONE Senin, 15 Januari 2023.
Menurut Alhudri, semua komunikasi antara Pj Bupati dan SKPK dilakukan secara formal dan berjenjang melalui kepala dinas dan Pj Sekda.
Seorang anggota BIN senior di Jakarta yang kini tengah bertugas di Aceh menyesalkan jika ada oknum dari anggota BIN atau mengaku dan mencatut nama BIN melakukan teror kepada masyarakat dan pejabat di Gayo Lues.
Jika benar, kata dia, ini harus diusut karena telah mencemarkan nama BIN. “Anggota BIN itu harus menyatu dan membuat suasana teduh di masyarakat. Tidak ada urusan sadap menyadap di BIN,” tegas anggota BIN senior itu.
Pj Bupati Gayo Lues, Alhudri, dilantik di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, pada Jumat 24 Maret 2023 oleh Penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki. Sejak itu, Alhudri sudah empat kali menggeser posisi kepala dinas yang dianggap bukan “orang” dia.
Bahkan, selain dinas dinas di atas, Pj Bupati Alhudri juga dihebohkan memaksa mundur Direktur PDAM dan menggantikan dengan seorang kroninya asal Aceh Tengah.
Dalam memimpin Gayo Lues, menurut beberapa staf di pemerintahan, Alhudri sering menunjukkan sikap arogan dan temperamental. “Kadang Pak Pj itu suka marah-marah. Jika dia tidak suka dengan kepala dinas, dia suruh media ‘piaraannya’ untuk menulis, bahkan ada yang sengaja disuruh periksa oleh aparat penegak hukum. Dicari-cari kesalahannya,” kata seorang ASN yang enggan disebutkan namanya.
Tak cuma itu, sumber di ASN tersebut juga menceritakan Pj Bupati Alhudri terkesan tidak mempercayai orang-orang lama yang bertugas di jajaran Pemkab Gayo Lues. Ia membawa serta orang-orang dekatnya dari Banda Aceh ke Gayo Lues. “Tingkat kepala rumah tangga di pendopo saja, juga didatangkan dari Banda Aceh,” sebut sumber itu.
Beberapa tokoh masyarakat Gayo Lues menyayangkan sikap Pj Bupati Alhudri selama memimpin Gayo Lues. “Sebaiknya Pj ini diganti saja agar suasana Gayo Lues lebih tenang dan kondusif. Kita tidak butuh pemimpin yang arogan,” katanya.
Pj Bupati Alhudri membantah semua tudingan yang diarahkan kepadanya. “(Itu semua) tidak betul!” bantah Alhudri via WA.
Menjawab adanya dugaan tekanan pengunduran diri Direktur PDAM, Alhudri menjelaskan, “tanya saja ke team pansel di sana, dan beliau (Dir PDAM) ada surat pengunduran dirinya,” jelas Alhudri
Tenaga Ahli Pj Bupati Gayo Lues, Muhammad Nur, SH menolak keras tudingan yang menyebutkan adanya teror yang dilakukan oknum staf Pj Bupati Gayo Lues dengan mencatut nama BIN terhadap sejumlah pejabat di Gayo Lues.
“Itu tindakan yang tidak dibenarkan dan tidak ditoleransi oleh Pak Alhudri (Pj. Bupati Gayo Lues). Tujuan Pj Bupati ditunjuk oleh Mendagri melalui Pj. Gubernur Aceh hanya untuk melanjutkan berbagai agenda sebelumnya dan menyukseskan Pemilu, Pilpres, Pileg serta Pilkada 2024,” tegas M. Nur kepada media ini, 16 Januari 2024 di Banda Aceh.
Terkait pergantian kepala dinas maupun kepala Badan Usaha Milik Daerah seperti PDAM, lanjutnya, merupakan hasil berdasarkan evaluasi kinerja.
“Jadi itu murni hasil evaluasi kinerja, bukan berbasis pemerasan hingga teror, sehingga semua putra putri terbaik di Gayo Lues mendapatkan kesempatan yang sama untuk duduk sebagai Eselon l maupun ll,” jelas dia.
Diterangkan M. Nur, Pj Bupati selama ini hanya meminta tim kerjanya mengawal dan membantu siapapun yang membutuhkan asistensi untuk mendapatkan hak-hak nya sebagai warga, dan mengawal jalannya program daerah sesuai amanah Mendagri dan Pj Gubernur dengan menunjukan berbagai prestasi capaian kinerja yang baik.
Dia pun membeberkan sejumlah capaian kinerja positif Alhudri selama memimpin negeri seribu bukit, diantaranya mendapatkan apresiasi dalam sidang DPRK tanggal 28 November 2023 lalu, penghargaan dari Mendagri terkait Transformasi pengelolaan keuangan daerah pada tanggal 3 januari 2024.
“Bahkan pada tanggal 31 Juli 2023 lalu Pj Bupati gayo Lues itu membawa penghargaan dalam kategori kinerja pengendalian inflasi daerah tahun anggaran 2023,” kata M. Nur.
Pihaknya mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak merusak suasana di daerah Gayo Lues menjelang Pilpres dengan menyebar isu negatif yang dapat terganggunya kinerja Pj Bupati, dan Pj Bupati mengingatkan setiap orang yang membuat kegaduhan dapat diberhentikan dengan segera tanpa pandang bulu melalui hukum administrasi maupun perdata hingga pidana.
“Apalagi sampai bawa bawa BIN dalam teror tersebut, itu merupakan kekeliruan yang besar. Tak ada hirarki dalam tupoksi kerja SKPD di Gayo Lues, jelas itu perbuatan tercela atas alasan apapun,” tandas M. Nur.
Masyarakat tiga desa di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, sudah bertahun-tahun eksodus (meninggalkan) desanya dan menetap di desa tetangga, sehingga ketiga desa tersebut tak lagi berpenghuni. Anehnya, dana desa tetap dicairkan setiap tahun.
Ketiga desa yang ditinggalkan warganya itu adalah Krueng Mangkong Kecamatan Seunagan, serta Blang Lango dan Tuwi Meuleusong. Kedua nama terakhir berada di Kecamatan Seunagan Timur.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Gampong, Pengendalian Penduduk dan Pemberdayaan Perempuan (DPMGP4) Nagan Raya (DPMGP4), Damharius, yang dikonfirmasi KabarAktual.id, Rabu (31/1/2024), tidak berbicara banyak terkait permasalahan ini. “Mengenai informasi tersebut boleh koordinasi dengan camat, bang,” responnya singkat.
Sesuai arahan Kadis DPMGP4 Nagan Raya, media ini selanjutnya menghubungi Camat Seunagan Timur, Ns Salviar Evi, melalui sambungan telepon, Rabu (31/1/2024) malam. Akan tetapi, hingga artikel ini tayang, pesan tertulis yang dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp belum juga mendapatkan balasan dari yang bersangkutan.
Sementara itu, Geuchik Tuwi Meuleusong, Afandi, yang ditanyai KabarAktual.id, Rabu 3 Januari 2024, membenarkan, bahwa masyarakat desanya tidak lagi menetap secara permanen di sana. Warga Tuwi Meuleusong dan beberapa desa tetangga, kata dia, sudah meninggalkan pemukiman sejak terjadinya konflik bersenjata sekitar tahun 2000-an lalu.
Di samping faktor konflik, sambungnya, sejumlah permasalahan lain seperti ketiadaan sekolah dan Puskesma juga menjadi penyebab warga melakukan eksodus. “Mereka mengungsi ke desa tetangga, seperti Sawang Mane, Blang Geudong, dan Lhok Pange,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Kades Tuwi Meuleusong yang sehari-hari disapa Andi ini menjelaskan lebih lanjut problem yang dihadapi masyarakatnya. Kata dia, sebenarnya, bukan masyarakat tidak mau menetap di sana. “Tapi kesulitan transportasi, karena tidak ada jembatan menjadi kendala anak-anak berangkat ke sekolah. Apa lagi ketika terjadi banjir, perahu tidak bisa beroperasi,” ujarnya.
Ketika dihubungi media ini, Andi mengaku sedang berada di Banda Aceh dalam rangka mendampingi isterinya mengurus surat keterangan kesehatan sebagai kelengkapan dokumen usulan PPPK. “Desa kami terisolir, bang. Sekarang sering diganggu gajah pula,” sambungnya.
Andi mengakui, pihaknya dan beberapa desa tetangga tetap mencairkan dana desa setiap tahun. Seperti desa lainnya, kata geuchik ini, dana desa tetap digunakan sesuai dengan petunjuk teknis dan pelaksanaannya tetap didampingi oleh petugas pendamping.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh, Zulkifli, yang dimintai penjelasannya terkait aturan penggunaan dana desa mengatakan, jika suatu desa tidak berpenghuni, maka dana desa tidak boleh dicairkan. Ia kemudian memberikan contoh kasus yang terjadi pada tahun 2022 di beberapa kabupatan di Aceh.
Zulkifli yang ditemui di kantornya pada 12 Januari 2024 menjelaskan, bahwa dulu sampai tahun 2022 dialokasikan dana untuk 6.497 desa di Aceh oleh Kementrian Keuangan. Hal itu dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri yang menetapkan jumlah desa di Aceh yang ada kodefikasi sebagai desa definitif. “Ternyata, dari 6.497 desa, ada 3 desa yang selama beberapa tahun tidak bisa dieksekusi anggarannya,” ujar Kadis DPMG.
Kanapa dana desa tidak bisa dicairkan, kata dia, ada beberapa faktor penyebab. Pertama, karena merupakan desa di perkebunan. Contohnya, Desa Alur Jambu di Aceh Tamiang.
Kata Kadis, desa ini berada di kawasan yang terakhir di-plot HGU oleh pihak lain. “Jadi, tidak bisa dieksekusi dana desanya. Karena, tidak bisa dilakukan pembangunan fisik di situ, lantaran lahannya berstatus lahan HGU. Jadi, tidak bisa dieksekusi selama beberapa tahun,” terangnya.
Dikatakan, desa perkebunan Alur Jambu itu salah satu contoh. Kemudian, di Aceh Barat ada desa Batu Jaya. “Kalo saya tidak salah Kecamatan Kawai XVI. Nah, di situ tidak ada lagi orangnya. Tapi desa secara definitif masih tercatat di Kemendagri. Sehingga, Menteri Keuangan masih menganggarkannya. Itu juga sudah beberapa tahun tidak bisa dieksekusi,” ujar Zulkifli.
Contoh ketiga, lanjutya, Desa Pulau Bunta di Aceh Besar. Desa itu, kata kadis, juga sama kejadiannya. “Orang pulau sudah duduk di daratan. Jadi tidak bisa dieksekusi. Karena, tidak bisa dieksekusi beberapa tahun, ini enggak bisa dieksekusi anggarannya kalo memang seperti ini,” tegas Kadis DPMG Aceh.
Zulkifli melanjutkan, pada tahun 2023 ada dua desa yang dikeluarkan dari daftar penerima dana desa oleh Menteri Keuangan. Walaupun secara kodefikasi masih diakui sebagai desa, kata dia, tapi anggarannya tidak lagi dialokasikan.
Kedua desa itu masing-masing Alur Jambu dan Batu Jaya. Sedangkan Pulau Punta walaupun tidak lagi berpenghuni tapi dana desanya masih dialokasikan karena dianggap masih ada penduduknya, “Meski demikian, dana desanya tetap tidak bisa dieksekusi tahun ini,” kata kadis.
Dijelaskan, dari 6.497 desa pada tahun 2023 yang dialokasikan hanya 6.495 desa. Minus dua desa tadi. Untuk tahun 2024, alokasi dana untuk dua desa itu juga tidak dialokasikan. Meski demikian, untuk Aceh ada penambahan 3 desa di Aceh Tamiang. “Sehingga jumlah desa di Aceh tetap sama 6.497 desa. Karena Pulau Bunta tidak ada lagi informasinya, karena tidak bisa dieksekusi karena tidak ada penduduknya. Kita secara definitif masih mengakui 6.500 desa,” pungkasnya.