STRATEGIC ASSESSMENT. Baru-baru ini media Israel melaporkan sekitar 1.600 tentara menunjukkan gejala reaksi stres akibat perang saat sistem kesehatan mental di negara itu tengah diambang kehancuran. Setidaknya 250 tentara Israel ditarik dari tugas selama perang di Gaza karena alasan gangguan mental.
Menurut laporan situs berita Israel Walla, gejala reaksi stres pertempuran setidaknya telah dialami pada 1.600 tentara sejak dimulai operasi darat di Jalur Gaza, pada 7 Oktober 2023.
Adapun gejala yang dikeluhkan berupa detak jantung cepat, berkeringat, peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba, tubuh gemetar yang tidak terkendali, kebingungan, hingga ketidakmampuan untuk bergerak.
Jika gejala tersebut berlanjut selama lebih dari empat minggu, kondisi prajurit dapat memburuk hingga mengalami gangguan stres pasca-trauma yang parah.
Sementara menurut surat kabar Yedioth Ahronoth, sebanyak 2.800 tentara Israel dilaporkan tengah menjalani rehabilitasi setelah pulang dari Gaza. Sekitar 91 persen di antaranya mengalami luka ringan dan 18 persen dilaporkan kena gangguan mental.
Surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan, tentara Israel telah membentuk tim psikologis yang terdiri dari perawat dan psikiater untuk membantu tentara yang memiliki kecenderungan bunuh diri dan mengalami kecemasan terkait perang.
Hal ini menyusul laporan lain dari situs berita Kan yang melaporkan lebih dari 2.000 personel militer yang terlibat dalam perang darat di Jalur Gaza mencari bantuan psikiater karena masalah mental dan psikologis. Laporan tersebut lebih lanjut mengatakan para prajurit ini, yang terkena dampak psikologis dan emosional akibat invasi darat ke Gaza, sedang dirawat oleh petugas kesehatan mental.
Tak hanya itu, kasus bunuh diri di kalangan tentara Israel juga dilaporkan naik. Media lokal berulang kali melaporkan insiden bakar diri, gantung diri, dan luka tembak yang dilakukan oleh pasukan militer.
Di samping itu, laman Al Mayadeen menyebut Layanan Pertolongan Pertama Emosional Israel (ERAN) melaporkan lonjakan permintaan pengobatan psikologis dan PTSD di kalangan warga Israel, mencapai 100 ribu permintaan.
Direktur asosiasi tersebut, David Korn, menyatakan pusat-pusat ERAN belum pernah menyaksikan lonjakan permintaan sebesar ini sejak didirikan. Mereka mencatat tim-tim di pusat-pusat yang menangani masalah kesehatan mental juga mengalami krisis psikologis.
Ketua Organisasi Veteran Penyandang Disabilitas, Edan Kleiman, juga mengatakan kepada Bloomberg, pada tanggal 28 Desember, bahwa jumlah korban luka di antara tentara Israel diprediksi meningkat menjadi sekitar 20.000 jika tentara yang mengalami trauma dihitung.
Kleiman menandai pertama kalinya Israel menyaksikan begitu banyak korban luka yang harus direhabilitasi, karena pihak berwenang Israel tidak menyadari betapa parahnya masalah atau situasinya.
Menteri kabinet PM Benjamin Netanyahu dan pejabat militer Israel dilaporkan saling adu mulut hingga berteriak dalam rapat kabinet keamanan tingkat tinggi..
Beberapa sumber media Israel melaporkan ketegangan itu terjadi saat kepala staf militer Israel, Herzi Halevi, memutuskan untuk memasukkan eks menteri pertahanan Israel, Shaul Mofaz, dalam panel yang dibentuk guna menyelidiki kesalahan militer saat peristiwa 7 Oktober di Israel selatan.
Mofaz adalah sosok di balik keputusan Israel menarik diri dari Gaza pada 2005 silam. Sayap kanan Israel tak menyukai keputusan itu dan ingin perang Israel-Hamas di Gaza saat ini bisa membalikkan keadaan, demikian dilansir dari Al Jazeera.
Dalam rapat itu, menteri dan militer juga membahas rencana pasca-agresi Israel ke Jalur Gaza berlangsung.
Pemerintahan Netanyahu terus disudutkan sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu. Oposisi Netanyahu menilai pemerintah gagal melindungi keamanan nasional lantaran bisa kebobolan oleh serangan Hamas.
Serangan Hamas itu menjadi pematik agresi brutal Israel ke Jalur Gaza Palestina hingga hari ini.
Negeri Zionis tanpa pandang bulu membombardir Gaza, termasuk fasilitas-fasilitas sipil tempat warga berlindung. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, Palestina akan sepenuhnya memegang kendali di Gaza, setelah perang Israel melawan Hamas berakhir.
Gallant menambahkan bahwa Israel akan tetap memiliki hak untuk beroperasi secara militer di Gaza.
Sementara Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu kini sering menahan diri untuk tidak memberikan gambaran garis besar yang jelas mengenai Gaza pascaperang. Netanyahu sebelumnya mengatakan, Hamas tidak akan memerintah Gaza, begitu pula Fatah, yang saat ini menguasai Tepi Barat.
Selain itu, negara-negara Arab dan Muslim juga enggan untuk mengambil kendali politik atas Gaza setelah terjadinya perang yang masih terus berlangsung.
Badan Keamanan Israel dilaporkan memberi rincian skenario yang terjadi jika perang berikutnya pecah antara tentara Israel (IDF) melawan milisi Hizbullah Lebanon.
Laporan itu menggambarkan kalau ancaman Hizbullah bukan sekadar isapan jempol. Badan tersebut mengungkapkan kalau ribuan roket akan menghantam Tel Aviv setiap hari jika perang melawan milisi Lebanon kembali pecah.
Laporan tersebut diterbitkan oleh KodKod Group di saluran Telegram mereka dengan mengutip pernyataan pihak badan keamanan Israel tersebut.
“Badan keamanan Israel memperingatkan, setelah mengevaluasi situasi di garis depan milisi Perlawanan Lebanon, bahwa “dalam perang berikutnya di Utara” akan ada “6.000 roket di hari-hari pertama ke wilayah Israel,” tulis laporan tersebut mengutip hasil assessment dampak jika terjadi perang.
“Menurut skenario, dalam satu hari pertempuran, Israel harus menghadapi penembakan ribuan roket, dan pada hari-hari pertama pertempuran. perang, sekitar 6.000 roket akan ditembakkan ke Israel,” tambah laporan tersebut.
Laporan tersebut, sebagaimana diterbitkan, kemudian mencatat kalau nantinya, seiring dengan meluasnya perang selama beberapa hari, jumlahnya serangan roket akan berkurang secara bertahap “hingga mencapai sekitar “2.000-1.500 roket sehari.”
Laporan tersebut menekankan kalau apa yang diprediksi oleh para ahli keamanan Israel adalah setiap hari, “Israel” akan menghadapi sekitar “1.500 serangan”, yang dianggap “efektif”, di wilayah Israel.
Angka ini sudah dikurangi dengan kemungkinan roket Hizbullah yang akan jatuh di area terbuka serta intersepsi yang berhasil dilakukan oleh ‘Iron Dome’.
Aksi milisi perlawanan Lebanon, Hizbullah menyerang teritorial dan infrastruktur Israel, menjadi teror menakutkan bagi pemukim Yahudi di perbatasan Utara kedua negara.
Ketakutan itu semakin menjadi karena para pemukim Israel menganggap para petugas keamanan maupun militer Israel (IDF) belum menemukan cara untuk menghentikan serangan dan dampak bencana yang ditimbulkan aksi Hizbullah tersebut.
Dampaknya, mengutip laporan The Wall Street Journal, jumlah warga Israel yang mengungsi dari wilayah pendudukan utara akibat serangan Hizbullah telah melampaui 230.000 pemukim,
Media Israel awal pekan ini melaporkan, ketakutan meningkat di kalangan pemukim Israel di wilayah utara Hizbullah di Lebanon terus melakukan operasi penyerangan setiap hari tanpa ada tanda-tanda kalau mereka terlindungi oleh aksi apa pun yang dilakukan IDF.
Tidak hanya Hamas yang punya terowongan membentang di bawah jalur Gaza. Hizbullah dilaporkan juga membangun jaringan terowongan besar di selatan Lebanon. Bahkan menurut pakar, jaringan terowongan Hizbullah kemungkinan lebih canggih daripada jaringan Hamas.
Ketika Israel melanjutkan perangnya melawan pejuang Hamas di Gaza, ketegangan dengan Hizbullah yang disokong Iran juga kembali meningkat. Kedua belah pihak saling melancarkan serangan rudal di perbatasan.
Tal Beeri, direktur departemen penelitian di Pusat Penelitian dan Pendidikan Alma, menghabiskan waktu bertahun-tahun mempelajari terowongan di Lebanon.
Berbicara ke Times of Israel, Beeri mengatakan dia membuat peta yang menunjukkan rute terowongan serangan sepanjang 45 kilometer di Lebanon selatan. “Kami melihat pekerjaan yang telah dilakukan Hamas. Dan di Lebanon, maka hal tersebut (terowongan) lebih canggih,” cetusnya seperti dikutip detikINET dari Daily Express.
Ia mengidentifikasi beberapa jenis terowongan di Lebanon. Pertama terowongan serang, umumnya berupa terowongan besar dan panjang yang mengarah dari satu daerah ke daerah lain. Seseorang dapat memasukinya dengan kendaraan dan bahkan truk berukuran sedang.
Terowongan taktis terletak dekat dengan desa-desa di Lebanon dan hal ini memungkinkan Hizbullah melakukan perlawanan dari bawah tanah. Mereka bisa menembak dari terowongan itu dan bersembunyi kembali, juga untuk mengambil senjata dari gudang senjata dalam, bisa juga untuk istirahat.
Mungkin juga terdapat terowongan lainnya yang memungkinkan akses hampir ke perbatasan, dan dari sana mereka muncul dan menyerang. “Jenis terowongan lain adalah terowongan peledak. Terowongan ini digali dengan tujuan semata untuk menempatkan bahan peledak di dalamnya, dan akan diledakkan ketika IDF bermanuver di wilayah Lebanon,” pungkasnya.
Pemerintah Jerman menyerukan warganya untuk segera meninggalkan Lebanon. Jerman mengingatkan bahwa perluasan perang Israel-Hamas tidak dapat dikesampingkan setelah serangan drone di Beirut, ibu kota Lebanon, menewaskan seorang pemimpin senior Hamas.
“Semua warga negara Jerman, yang masih berada di Lebanon, diminta untuk mendaftar pada daftar kesiapan krisis ELEFAND dan meninggalkan negara itu secepat mungkin,” tulis Kementerian Luar Negeri Jerman di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Iran turut memberikan komentar soal kematian wakil pemimpin Hamas Saleh al-Aruri dalam serangan Israel di Beirut, Lebanon. Teheran menyebut bahwa kematian Aruri akan semakin memicu perlawanan lebih lanjut terhadap Israel.
Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, komentar pihak Iran itu disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani, dalam pernyataannya.
“Darah para martir tidak diragukan lagi akan memicu gelombang perlawanan dan mengobarkan motivasi untuk melawan penjajah Zionis, tidak hanya di Palestina tetapi juga di kawasan ini dan di antara semua pencari kebebasan di seluruh dunia,” sebut Kanani dalam pernyataannya.