STRATEGIC ASSESSMENT. Seorang tentara Israel, yang merupakan anak menteri Kabinet Perang, tewas selama pertempuran melawan Hamas di dekat Kamp Jabaliya, Gaza utara, Palestina, pada Kamis. Tentara itu dihantam ledakan bom di terowongan dekat kamp Jabaliya. Sersan Utama Gal Meir Eisenkot (25) yang tewas adalah putra Gadi Eisenkot, salah satu menteri Kabinet Perang yang juga mantan Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
IDF resmi mengumumkan kematian dua tentara cadangan selama pertempuran di Jalur Gaza, salah satunya Eisenkot. Kematiannya menjadikan jumlah korban tentara yang terbunuh dalam serangan darat menjadi 89 orang. Sersan Utama Gal Meir Eisenkot dari Batalyon 699 Brigade 551, asal Herzliya. Ayahnya, Gadi Eisenkot, saat ini menjadi seorang menteri dalam pemerintahan darurat saat ini atas nama partai Persatuan Nasional pimpinan Benny Gantz.
Menurut laporan Times of Israel, Gal Eisenkot sempat dilarikan dalam kondisi serius ke rumah sakit di Israel, di mana dia meninggal karena luka-lukanya. Prajurit kedua yang terbunuh adalah Sersan Mayor Jonathan David Deitch (34), dari Batalyon Pengintai 6623 Brigade ke-55, asal Harish. Dia tewas dalam baku tembak di selatan Jalur Gaza.
Menurut laporan media lokal, Gadi Eizenkot sedang melakukan penilaian situasi dengan Menteri Benny Gantz selama pertempuran di Gaza. Eizenkot menyaksikan pertempuran itu berlangsung dan diberi tahu beberapa menit kemudian bahwa putranya termasuk di antara yang terluka.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga menyampaikan kesedihan mendalam dan belasungkawa kepada keluarga yang berduka. “Lehna dan Gadi Eisenkot, Sara dan saya sangat terpukul atas kehilangan putra Anda, Gal. Kami mendampingi Anda di saat kesedihan yang mendalam ini. Gal adalah pejuang pemberani, pahlawan sejati,” kata Netanyahu.
Presiden Israel Isaac Herzog juga berbicara setelah kematian Gal Eisenkot. “Michal dan saya berduka dan sedih atas duka mendalam yang dialami Gadi dan Hana Eisenkot atas kematian putra mereka Gal dalam pertempuran di Jalur Gaza,” katanya.
Kelompok Yahudi fanatik berencana merapat ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur malam ini. Mereka akan menggelar aksi yang berisi tuntutan untuk mencopot status keislaman yang melekat pada situs suci tersebut.
Melalui pernyataannya, kelompok Yahudi sayap kanan mengumumkan mereka akan menggelar aksi tersebut pada hari ini, Kamis (7/12/2023) malam ini. Momen tersebut bertepatan dengan hari pertama Hanukkah, festival penahbisan Yahudi yang berlangsung selama delapan hari.
Aksi tersebut berisikan tuntutan dari kelompok Yahudi untuk mengambil alih Masjid Al Aqsa secara penuh dari Departemen Wakaf dan Urusan Islam kepada kelompok Yahudi. Hal itu pun disebut mendapat lampu hijau dari polisi Israel.
“Diselenggarakan dengan tujuan mencopot posisi Departemen Wakaf dan Urusan Islam Yerusalem di Masjid Al Aqsa yang bertanggung jawab atas situs suci muslim dan membangun kedaulatan Yahudi (secara) penuh di Yerusalem atas Masjid Al Aqsa,” demikian pernyataannya, dikutip Anadolu Agency.
Aksi akan dimulai dari Gerbang Damaskus, salah satu gerbang utama Kota Tua Yerusalem, menuju Masjid Al Aqsa. Ratusan pasukan polisi Israel pun akan dikerahkan di persimpangan utama di seluruh Al Quds.
Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataannya menyerukan dunia internasional untuk memberi tekanan agar aksi yang direncanakan oleh kelompok Israel sayap kanan dan pemukim ekstremis tersebut dihentikan.
Selain itu, Menteri Departemen Wakaf dan Urusan Islam Mohammad Al-Khalayleh mengutuk rencana kelompok Yahudi ekstremis untuk mengorganisir aksi melawan perwalian Al-Haram Al-Qudsi Al-Shareef (Masjid Al Aqsa) tersebut.
Khalayleh memperingatkan bahwa hal tersebut dapat memicu konflik di wilayah tersebut dan berkontribusi pada eskalasi situasi perang seperti saat ini.
Selain itu, ia menekankan bahwa eskalasi baru-baru ini yang menargetkan Masjid Al Aqsa merupakan aksi serangan terang-terangan pada kepercayaan dan keyakinan semua muslim.
Khalayleh menyoroti bahwa perwalian yang menjaga Masjid Al Aqsa menganggapnya sebagai masjid Islam murni dan tidak menerima kemitraan atau pembagian. Hal ini disebutnya sesuai dengan status quo dan sejarah yang ditetapkan sejak perjalanan Isra dan Mi’raj, periode Umayyah, dan Periode Penaklukan.
Masjid Al Aqsa yang terletak di wilayah pendudukan Kota Tua Yerusalem Timur saat ini berada di bawah naungan Departemen Wakaf dan Urusan Islam Yerusalem yang berafiliasi dengan Kementerian Yayasan Yordania. Hal ini tertuang dalam Perjanjian Perdamaian Israel-Yordania yang ditandatangani pada 26 Oktober 1994.
Kunjungan Yahudi ke Masjid Al Aqsa masih diizinkan. Namun, gelaran ibadah bagi nonmuslim di dalam kompleks tersebut dilarang.
Namun, kelompok Yahudi fanatik terus menyerbu Masjid Al Aqsa di bawah pengawasan polisi sejak tahun 2003. Aksi ini disebut sebagai aksi sepihak di luar kesepakatan Israel dan inisiatif dari beberapa organisasi sayap kanan.
Para kelompok Yahudi radikal tersebut terus mendorong pemukim Israel untuk menyerbu Masjid Al Aqsa dengan dalih melakukan ritual keagamaan hingga seruan untuk membangun kuil Yahudi di sana.
Departemen Wakaf dan Urusan Islam melaporkan bahwa penyerbuan orang-orang Yahudi fanatik ke Masjid Al Aqsa telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Anggota senior Dewan Politik Tertinggi Yaman, Mohammed Ali al-Houthi, mendesak Arab Saudi untuk mengeluarkan nama-nama kelompok milisi perlawanan Palestina dari daftar kelompok teroris di negara tersebut.
Sebaliknya, Yaman menuntut Arab Saudi untuk menambahkan Israel ke dalam daftar kelompok teroris.
“Arab Saudi diharuskan menghapus Hamas dan Jihad Islam dari daftar terorisme dan memasukkan entitas Israel ke dalamnya,” kata Houthi kepada Al-Mayadeen. Dia juga memperingatkan Amerika Serikat (AS) dalam konflik yang terjadi di Gaza.
“Kembali ke tempat asal Anda,” kata dia dalam seruannya ke AS.
Houthi juga menyatakan ke AS kalau rakyat Yaman adalah ‘people of resistence’, bangsa yang melakukan perlawanan.
Kelompok perlawanan Ansarallah di Yaman telah aktif menyuarakan dukungan bagi perlawanan Palestina sepanjang perang mereka dengan Israel sejak 7 Oktober.
Pada 19 November, angkatan laut Yaman menyita kapal komersial Galaxy Leader milik Israel, beberapa hari setelah juru bicara militer Yahya Saree mengancam kalau Sanaa siap untuk mulai menyerang kapal-kapal di Laut Merah.
Beberapa hari kemudian, pada tanggal 25 November, sebuah kapal ZIM milik Israel diserang oleh serangan pesawat tak berawak, yang menyebabkan perusahaan pelayaran Israel mengubah jalur pelayaran mereka untuk mencegah serangan Yaman lebih lanjut, yang berujung meningkatkan biaya perang bagi Israel.
“Mengingat ancaman terhadap transit aman perdagangan global di Laut Arab dan Laut Merah, Zim mengambil tindakan proaktif sementara untuk memastikan keselamatan awak, kapal, dan kargo pelanggannya dengan mengubah rute beberapa kapalnya,” tulis pernyataan ZIM.
Ansarallah telah menembakkan rudal balistik dan drone ke Israel sebagai bentuk dukungan terhadap pejuang perlawanan Palestina di Gaza, beberapa di antaranya ditembak jatuh oleh pertahanan udara Saudi di Yordania.
Perang resmi antara Yaman dan Arab Saudi telah terhenti karena negosiasi langsung antara Sanaa dan Riyadh telah berlangsung selama setahun terakhir.
Kesepakatan Iran-Saudi yang ditengahi Tiongkok juga memasukkan perdamaian Yaman sebagai klausul keamanan.
“Arab Saudi dan Iran akan berusaha mengerahkan seluruh upaya yang mungkin dilakukan untuk menyelesaikan konflik di kawasan, khususnya konflik di Yaman, guna mendapatkan solusi politik yang menjamin perdamaian abadi di negara tersebut,” kolumnis TC, Hasan Illak, baru-baru ini melaporkan.