STRATEGIC ASSESSMENT. Viral tentara Israel dikabarkan mengalami keracunan makanan yang menyebabkan sakit pencernaan massal. Penyakit tersebut dialami pasukan Israel yang ditempatkan di Jalur Gaza. Menurut laporan surat kabar Yedith Ahronoth dikutip dari Middle East Monitor, wabah keracunan tersebut diduga karena donasi makanan dari berbagai restoran kepada tentara Israel. Namun, menurut dokter, penyimpanan, transportasi, dan persiapan yang buruk telah menyebabkan peningkatan penyakit pencernaan, diare parah, dan demam tinggi di kalangan tentara.
“Diare telah menyebar di kalangan tentara di selatan [Israel], di berbagai wilayah konsentrasi, dan kemudian menyebar di antara tentara yang berperang di Gaza,” jelas Kepala Unit Penyakit Menular di Rumah Sakit Universitas Assuta Ashdod, Dr Tal Bros. Broch menjelaskan merebaknya diare dan demam itu berdampak pada kondisi tentara Israel. Pasalnya, infeksi bakteri itu terus menyebar hingga menyebabkan banyak tentara mengalami penurunan kondisi kesehatan.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bertemu dengan keluarga para sandera yang telah dibebaskan maupun yang masih disandera oleh Hamas. Para eks sandera dan keluarga mereka menumpahkan kekesalan ke Netanyahu.
Dilansir Reuters dan Al Arabiya, pertemuan digelar saat pertempuran kembali pecah di Jalur Gaza, Palestina. Perang kembali terjadi setelah gencatan senjata sempat dilakukan selama tujuh hari. Selama gencatan senjata, Hamas membebaskan sandera dan Israel membebaskan tahanan asal Palestina sebagai gantinya.
Kini, ada 138 orang lain yang diduga masih disandera Hamas di Jalur Gaza. Potensi pembebasan mereka masih terbuka. Beberapa kerabat para sandera yang menghadiri pertemuan itu sangat kritis terhadap pemerintah Israel. Salah satunya Dani Miran, yang putranya Omri disandera Hamas sejak 7 Oktober lalu bersama 240 warga Israel dan warga asing lainnya.
Miran mengatakan dirinya merasa kecerdasannya dihina oleh pertemuan tersebut. Dia memilih keluar di tengah-tengah pertemuan. Miran menuding pemerintah Israel terkesan menjadikan isu penyanderaan ini sebagai ‘lelucon’. Dia mengatakan pemimpin Hamas lah yang memulangkan para sandera, bukan pemerintah Israel.
“Mereka mengatakan ‘kami telah melakukan ini, kami telah melakukan itu’. (Pemimpin Hamas di Gaza, Yahya) Sinwar menjadi orang yang memulangkan orang-orang kita, bukan mereka (pemerintah Israel-red). Saya marah karena mereka mengatakan bahwa mereka memerintahkan hal-hal. Mereka tidak memerintahkan satu langkah pun,” tegasnya.
Pertemuan itu dimaksudkan sebagai forum bagi para sandera yang dibebaskan untuk menceritakan kepada para menteri Israel soal pengalaman mereka selama disandera oleh Hamas. Beberapa mantan sandera dilaporkan menceritakan penganiayaan yang dilakukan Hamas terhadap mereka.
Namun pertemuan itu dibayangi oleh emosi tak terbendung dari keluarga para sandera yang belum dibebaskan. Mereka memiliki kekhawatiran besar atas nasib anggota keluarga mereka yang masih ditahan di Jalur Gaza. “Itu merupakan pertemuan yang sangat bergejolak, banyak orang berteriak,” ucap Jennifer Master, yang rekannya Andrey menjadi sandera Hamas.
Israel mengatakan sejumlah perempuan dan anak-anak masih disandera oleh Hamas. Keluarga-keluarga yang memiliki kerabat laki-laki dewasa yang masih ditahan di Jalur Gaza juga menyerukan agar kerabat mereka tidak dilupakan.
“Kami semua berusaha memastikan orang-orang yang kami cintai bisa pulang. Ada yang menginginkan perempuan yang masih tertinggal atau anak-anak yang masih tertinggal, dan ada pula yang mengatakan kami menginginkan para laki-laki dibebaskan,” ujar Master saat berbicara kepada televisi lokal Channel 12.
Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) menyerukan aksi bersuara menyatakan dukungan untuk Gaza dan Masjid Al Aqsa pada hari Jumat, 8 Desember 2023. Seruan ini tidak hanya terbatas ditujukan kepada negara-negara Islam, namun berlaku bagi seluruh masyarakat dunia.
“Persatuan Ulama Muslim Internasional mendesak seluruh umat Islam untuk menetapkan hari Jumat mendatang (8 Desember 2023) sebagai hari untuk mendukung Gaza dan melindungi Masjid Al Aqsa,” demikian pernyataannya, dikutip Kamis (7/12/2023).
Melalui pernyataan tersebut, aksi bela Palestina yang dimaksud IUMS merujuk pada aksi demonstrasi damai dan aksi duduk di seluruh dunia. Selain itu, IUMS mengatakan, aksi pada Jumat besok disebut sebagai upaya meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk merespons aksi pendudukan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip-prinsip moral.
IUMS juga mengutip seruan terbaru dari Uni Eropa untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat bersatu melawan ketidakadilan serta genosida yang menimpa nyawa tak berdosa karena pendudukan pada warga Palestina.
Selain itu, IUMS menyatakan, aksi dukungan Palestina besok sejalan dengan kecaman yang ditujukan pada organisasi zionis yang hendak menggelar unjuk rasa di Yerusalem. Rencananya, mereka menggelar aksi tersebut pada hari ini, Kamis (7/12/2023).
IUMS menyebut, Uni Eropa juga mengecam hal itu. Sebab, aksi ditujukan untuk menuntut kontrol penuh atas Masjid Al Aqsa dan Yerusalem hingga pencopotan Departemen Wakaf dan Urusan Islam yang bertanggung jawab atas Masjid Al Aqsa.
Selain hampir dua bulan melakukan serangan berdarah, pasukan Israel juga memutus pasokan kebutuhan dasar seperti air, listrik, air, obat-obatan, dan bahan bakar hingga menyebabkan jutaan warga Palestina berisiko kelaparan. Sementara itu, pelanggaran terhadap Masjid Al Aqsa terus dilakukan oleh pasukan Israel dan para pemukim.
Pasukan Israel dan Hamas terlibat pertempuran dari rumah ke rumah di sepanjang Jalur Gaza. Kondisi perang seperti ini pun menimbulkan dampak buruk bagi penduduk sipil di tengah hilangnya bantuan kemanusiaan.
Ketika Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sedang berjuang melewati daerah perkotaan yang rusak parah akibat bom di Gaza utara dan selatan, Hamas semakin mengandalkan bom rakitan untuk menimbulkan korban jiwa dan memperlambat serangan tersebut.
Rumah sakit-rumah sakit di Gaza melaporkan banyaknya warga sipil yang tewas dan terluka, banyak dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, seiring dengan berkurangnya pasokan medis, sementara meluasnya pertempuran darat ke Selatan telah menghentikan pengiriman bantuan kemanusiaan jauh dari titik persimpangan Rafah dengan Mesir.
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan 1.207 warga Palestina telah tewas sejak gagalnya gencatan senjata sementara pada awal bulan ini, dan 70% dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Kementerian mengatakan lebih dari 100 jenazah saat ini sedang menunggu pemakaman di dalam rumah sakit Kamal Adwan di Gaza utara, yang dikatakan tidak memiliki bahan bakar dan mendapat rentetan serangan.
“Seluruh wilayah utara Jalur Gaza tidak memiliki layanan kesehatan,” kata Munir Al Bursh, direktur RS itu, kepada The Guardian (7/12/2023).
Titik fokus pertempuran selama dua hari terakhir adalah kamp pengungsi Jabaliya dan distrik Shujai’iya di utara Gaza, serta Khan Younis dan Bani Suheila di selatan. IDF sejauh ini telah menguasai sebagian besar Jalan Salah A; Din, jalan raya utama utara-selatan yang membentang di tengah jalur pantai.
PBB dan badan-badan bantuan mengatakan tidak ada lagi tempat di Gaza yang aman. Menurut PBB, 1,87 juta orang, lebih dari 80% populasi Gaza, telah meninggalkan rumah mereka. Banyak yang harus meninggalkan tempat perlindungan beberapa kali untuk menghindari serangan Israel.
“Pola serangan yang menargetkan atau berdampak pada infrastruktur sipil menimbulkan kekhawatiran serius mengenai kepatuhan Israel terhadap hukum kemanusiaan internasional dan secara signifikan meningkatkan risiko kejahatan kekejaman,” papar Kantor Hak Asasi Manusia PBB.
Institute for the Study of War yang berbasis di Washington dalam sebuah laporan mengutip sebuah insiden di mana sayap militer Hamas semakin canggih menggunakan bahan peledak. Lembaga itu menjelaskan taktik Hamas untuk merobohkan sebuah rumah di atas tentara Israel di Khan Younis dan meledakkan serangan berbentuk penusuk lapis baja terhadap sebuah tank Israel.
IDF melaporkan tujuh korban pada Selasa dan dua lagi pada Rabu pagi. Sejak operasi darat dimulai, 84 tentara IDF dilaporkan tewas dalam operasi darat, banyak di antaranya akibat bom dan rudal anti-tank yang ditembakkan dari jarak dekat.
“Pejuang milisi Palestina terus menggunakan taktik yang lebih canggih untuk menargetkan pasukan Israel di seluruh Jalur Gaza,” jelas Institute for the Study of War.
IDF mengatakan Khan Younis telah menjadi benteng utama Hamas setelah serangan darat di utara dimulai pada 27 Oktober, dengan empat dari 24 batalyon gerakan ekstremis tersebut bermarkas di sana.
Para komandan Israel percaya bahwa hierarki Hamas, termasuk pemimpinnya, Yahya Sinwar, mungkin bersembunyi di jaringan terowongan luas di bawah kota. Sinwar lahir di kamp pengungsi Khan Younis dan pada Rabu malam, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan IDF mengepung rumah keluarga Sinwar.
“Kemarin saya katakan bahwa pasukan kami bisa menjangkau mana saja di Jalur Gaza. Hari ini mereka mengepung rumah Sinwar. Rumahnya mungkin bukan bentengnya dan dia bisa melarikan diri, tapi hanya masalah waktu sebelum kita menangkapnya,” kata Netanyahu.
Serangan roket Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober lalu, diyakini telah mengenai fasilitas militer sensitif milik Israel. Para ahli menyebut fasilitas militer sensitif itu menyimpan rudal Israel yang memiliki hulu ledak nuklir.
Fasilitas militer sensitif yang dimaksud adalah pangkalan Sdot Micha di Israel tengah. Serangan roket Hamas ke fasilitas itu dilaporkan memicu kebakaran pada fasilitas penyimpanan rudal dan beberapa senjata sensitif lainnya, seperti dilansir dari Al Arabiya.
Selain itu dalam sebuah laporan, New York Times juga mengemukakan bahwa terdapat serangan terhadap pangkalan Sdot Micha yang tidak dilaporkan. Serangan ini dikabarkan menghantam objek yang berisi persenjataan nuklir Israel.
Walau begitu, diketahui bahwa Israel tidak pernah mengakui secara resmi keberadaan arsenal nuklir mereka. Namun, para pejabat AS sepakat bahwa Israel memiliki sejumlah kecil senjata nuklir berdasarkan pencitraan satelit.
Proyek Missile Threat di Center for Strategic and International Studies (CSIS) mencatat bahwa Israel memiliki rudal Jericho 3 yang merupakan rudal balistik jarak menengah berbahan bakar padat yang dapat menjangkau jarak 4.800 Km sampai 6.500 Km dengan hulu ledak nuklir 750 Kg.
Laporan New York Times tersebut juga merinci serangan Hamas ke Sdot Micha yang menyebut bahwa roket Hamas menghantam sebuah jurang dekat sistem radar dan sistem peluncur rudal pertahanan udara. Ledakan yang terjadi membuat sebaran api di vegetasi yang tebal dan kering.
Serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu merupakan serangan terbesar yang pernah dilakukan Hamas. Hal itu juga berdampak pada balasan Israel berupa serangan darat dan kampanye udara di wilayah jalur Gaza.
Gerakan Perlawanan Islam Palestina Hamas mengatakan ancaman Israel untuk menargetkan para pemimpinnya untuk dibunuh di dalam dan di luar wilayah Palestina mencerminkan kesulitan yang dihadapi negara kolonial tersebut.
Direktur badan keamanan dalam negeri Shin Bet Ronen Bar melontarkan ancaman membunuh para pemimpin Hamas di Palestina dan luar negeri. “Kabinet telah menetapkan tujuan bagi kami, melalui pembicaraan di jalan, untuk melenyapkan Hamas,” ujar Ronen Bar.
Dia menambahkan, “Ini adalah Munich kami. Kami akan melakukan ini di mana pun, di Gaza, di Tepi Barat, di Lebanon, di Turki, di Qatar. Ini akan memakan waktu beberapa tahun, tapi kami akan berada di sana untuk mewujudkannya.”
Taher El-Nounou, penasihat media untuk kepala biro politik gerakan Hamas Ismail Haniyeh, mengatakan, “Ancaman ini mencerminkan masalah politik dan kesulitan di lapangan yang dialami negara musuh karena ketabahan rakyat kita yang heroik dan perlawanan mereka yang gagah berani.”
Dia menegaskan ancaman-ancaman ini tidak membuat takut para pemimpin gerakan tersebut. “Darah mereka dan darah keluarga mereka terkait dengan darah rakyat kami yang sabar. Namun, jika dilakukan, pembunuhan seperti itu akan menjadi pelanggaran kedaulatan negara-negara sekutu,” papar dia.
Merujuk pada negara-negara yang disebutkan Bar, dia menambahkan, “Ancaman semacam itu merupakan ancaman langsung terhadap keamanan mereka, yang mengharuskan kita mengejar musuh dan meminta pertanggungjawabannya atas arogansinya dan melampaui batas diplomatik.”