STRATEGIC ASSESSMENT. Setiap manusia terlahir berdasarkan fitrahnya seperti fitrah keimanan, fitrah individualitas dan sosialitas, fitrah jasmani, fitrah bahasa, fitrah seksualitas, fitrah belajar, fitrah perkembangan dan fitrah bakat seperti ditulis dalam berbagai surat di Al Qur’an. Memahami fitrah anak berdasarkan perkembangan usianya, sebagai jalan bagi orang tua untuk membangun akhlak, jatidiri dan mempersiapkan masa depan anak untuk menjadi anak yang sholeh berguna bagi agama, keluarga, bangsa dan negaranya.
Demikian dikemukakan Evie Dewi Susantiany dalam Sekolah Inspirasi Sekolah Untuk Ayah Bunda dengan tema “Merawat Fitrah Anak Laki-laki Dan Perempuan” yang diselenggarakan Komite Sekolah SMP Daarut Tauhid Eco Pesantren Boarding School yang terletak di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat melalui zoom meeting (26 November 2023).
Menurut perempuan kelahiran 11 Agustus 1972 ini, ada sebuah penelitian yang menunjukkan ada kecenderung perubahan fitrah laki-laki dan perempuan menjadi sebaliknya karena adanya labeling saat pengasuhan. “80% terjadinya pelanggaran karena anak-anak memiliki potensi tetapi mereka tidak tahu identitas diri mereka itu siapa,” tambah bunda Evie selanjutnya.
“Pada usia 0-2 tahun atau bayi maka orang tua mengembangkan kasih sayang dua arah dan menyusui adalah stimulasi kasih sayang pertama ibu kepada anaknya; Usia 2 sampai 7 tahun adalah masa untuk memberikan stimulasi tauhid dengan memberikan keteladanan dan memberikan motivasi untuk melakukan segala sesuatu yang baik menurut Allah SWT; Usia 7 sampai 10 tahun atau tamyiz adalah masa awal anak membedakan yang baik dan buruk berdasarkan penalarannya, masa anak mendapatkan pendidikan pokok syariah dan mandiri dalam aktifitas fardhu ain; Usia 10 sampai 15 tahun atau amrad adalah masa mengembangkan potensi untuk menemukan fitrah bakatnya, potensi bakat perlu diasah agar menjadi skill dan masa pencapaian aqil baligh; Usia 15 sampai 18 tahun atau taklif yaitu masa dimana anak harus tertanam rasa tanggung jawab dan komitmen pada diri sendiri, keluarga dan lingkungan serta anak dipersiapkan untuk menunaikan na’fiqun liqhairihi,” ujar Founder Jelajah Fitrah Academy ini seraya menambahkan, setiap individu harus bertanggung jawab terhadap dirinya, pola asuh atau treatment harus benar-benar dipersiapkan sesuai jejang usianya.
Seterusnya Evie Dewi Susantiany ini menjelaskan soal akil dan baligh, dimana akil adalah berakal dan memahami, sedangkan baligh adalah kematangan biologis dan organ reproduksi. “Pentingnya akil saat baligh antara lain mengemban amanah khalifah (Qs. Al Baqarah: 30), menjalankan visi hidup spesifik di bumi. Memahami kewajiban sebagai hamba Allah, anggota keluarga dan masyarakatnya. Dibutuhkan keselarasan, kematangan fisik, akal mental spiritual; Kematangan fisik saat baligh melahirkan nafsu, maka diperlukan aqil untuk mengendalikannya; Seorang mukalah, memahami kewajiban sebagai hamba Allah, anggota keluarga, masyarakat, sangat dibutuhkan keselarasan, kematangan fisik, akal mental spiritual serta Aqil-Baligh adalah manusia yang telah sanggup bertanggungjawab atas diri sendiri, memecahkan masalah, mengambil keputusan, mengelola risiko dan menjalankan fungsi sosial.
Jika balig tidak disertai akil, ujarnya, akan berdampak generasi muda akan cenderung instan, penyimpangan perilaku seksual seperti LGBT, hamil diluar nikah, kekerasan seksual hingga aborsi; perilaku kekerasan hingga bullying, mengalami kesulitan mengambil keputusan, mengalami kesulitan untuk membentangkan potensi dan jati diri serta last but not least mengalami isu kesehatan mental seperti gangguan kecemasan dan depresi.
“Lebih baik sekarang lelah, berderai air mata tapi masih ada celah. Jangan berputus asa dari pertolongan Allah SWT melalui ikhtiar dan bertawakal,” ujar ibu dari 3 orang anak yang tinggal di Bandung ini seraya menyarankan untuk mengasuh anak usia mulai SMP ke atas maka orang tua harus menggunakan gaya asuhan yang mengobrol bukan gaya pengasuhan satu arah terlebih-lebih menginterograsi anak.
Fitrah secara istilahi adalah tauhid (Islam) berupa agama yang lurus, baik, dan tidak berubah, dimana Allah telah menganugerakan potensi tauhid ini kepada seluruh manusia sejak lahirnya. Yang membedakan konsep fitrah dengan Nativisme, yaitu peniadaan faktor eksternal (lingkungan) sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan individu. Sedangkan yang membedakan konsep fitrah dari empirisme adalah pada masalah dasar yang dibawa manusia sejak lahir, dalam Empirisme manusia lahir sebagai tabularasa sedangkan pada konsep fitrah, manusia dilahirkan dengan membawa sejumlah bawaan atau kecenderungan diantaranya adalah potensi tauhid. Adapun yang membedakan konvergensi dengan fitrah adalah pada dasar yang dibawa manusia sejak lahir. Jika dasar atau potensi pada konvergensi adalah kosong dari tauhid maka dalam konsep fitrah manusia dilahirkan dengan membawa potensi tauhid.
Ibroh atau lesson learnt dari sekolah inspirasi ini menurut kami adalah konsep fitrah dalam Islam adalah potensi dasar manusia, potensi dasar manusia ini merupakan segala bentuk sikap baik, segala sikap baik itu telah tertanam dalam diri manusia dengan tujuan utamanya dapat menjalankan tugas yang diberikan oleh Allah kepadanya yaitu abddan khalifah, karena ketika baru dilahirkan manusia belum mampu untuk mengembangkan potensi tersebut sehingga perlu adanya bimbingan dari pihak eksternal anak yaitu pendidikan. Pendidikan yang sesuai dengan konsep fitrah hanyalah pendidikan Islam karena tujuan pendidikan Islam adalah manusia dapat mencapai insan kamil. Pendidikan Islam juga dapat mengembangkan potensi diri manusia agar dapat berlaku kreatif yang pada akhirnya juga peserta didik dapat berlaku kreatif dalam mengembalikan dia kepada keadaan fitrah (Otjih Sewandarijatun).