STRATEGIC ASSESSMENT. Media Israel, Kan, menyatakan dalam laporannya, dari sudut pandang praktis, tentara Israel telah kalah dalam operasi militer mereka di Gaza. Para syuhada yang meninggal di Palestina tidak wajib untuk dimandikan. Alasannya karena mereka wafat dalam keadaan syahid.
Hal itu terkait kesepakatan gencatan senjata yang berada dalam alur kendali Hamas, milisi yang menjadi target utama mereka dalam bombardemen Gaza yang memantik amarah dunia Internasional. Laporan Kan juga menambahkan, ada masalah yang sedang dihadapi pasukan Israel di Gaza selama gencatan senjata.
“Reorganisasi militer Israel di Gaza masih dalam tahap pembangunan dan peraturannya (garis komando) belum sepenuhnya jelas,” tulis laporan tersebut.
Media mencatat kalau tidak akan ada sebanyak 12.000 tentara Israel yang tersisa di Gaza, karena jumlah ini akan dikurangi oleh IDF terkait pengeluaran besar perang.
Laporan tersebut juga menyebutkan kalau pasukan pendudukan Israel berupaya mencegah pergerakan warga Palestina dari bagian selatan Jalur Gaza ke utara saat gencatan senjata dimulai.
“Seluruh unit yang bekerja dalam misi ini, menunjukkan bahwa “jelas bahwa mereka tidak akan berhasil dalam mencapai tujuan mereka untuk menghentikan semua gerakan ini,” tulis laporan Kan.
Ulasan ini menyandarkan pada asumsi kalau kembalinya warga Gaza dari selatan ke utara akan memperkuat barisan organisasi Hamas.
Mereka yang kembali, diasumsikan, meninggalkan keluarga -anak dan istri- mereka tetap di Selatan, sementara warga Gaza yang kembali ke Utara datang untuk menengok rumah dan kondisi yang ada; berpotensi siap perang dan bergabung dengan Hamas.
Hal ini menjelaskan mengapa IDF menembaki warga Palestina yang kembali ke Gaza saat periode gencatan sejata.
Berbondong-bondongnya warga Gaza ini, diulas Kan, sebagai kegagalan upaya Israel untuk merelokasi mereka ke lokasi lain.
Tentara Israel sebelumnya memang membagi Gaza menjadi dua bagian, Utara dan Selatan dalam upaya melokalisir perlawanan Hamas. Nyatanya, upaya itu gagal dan disebutkan sebagai harga yang mahal dari kesepakatan gencatan senjata yang terjadi.
Media Israel melaporkan kalau Hamas masih menguasai Gaza 49 hari setelah agresi tentara Israel (IDF) di Jalur Gaza.
Laporan Channel 12 menambahkan, kalau gencatan senjata itu adalah hal yang bermanfaat bagi milisi perlawanan Palestina.
Laporan tersebut mengulas bagaimana Brigade Al-Qassam berhasil memberlakukan gencatan senjata di selatan dan utara Jalur Gaza.
Ulasan Media Israel juga menunjukkan kalau sayap bersenjata Hamas tahu bagaimana dan kapan harus membawa para tahanan dan sandera ke Rumah Sakit Khan Yunis. Laporan itu merujuk pada perlakukan milisi perlawanan Palestina terhadap para sandera yang mereka sebut sebagai ‘hal masih terlalu tidak masuk akal’.
Hamas dan sejumlah milisi perlawanan di Gaza menyebut, memperlakukan sandera secara baik, merawat mereka sampai pertukaran benar-benar terjadi, sebuah hal yang sebaliknya justru dilakukan oleh tentara Israel.
Pasukan Hamas bahkan menggendong sandera hingga ke mobil. Laporan itu menyoroti kalau warga Israel justru merasa dikhianati IDF dan mereka mengancam akan melakukan pengkhianatan lain jika tidak dilakukan segala upaya untuk membebaskan sisa tawanan.
Media Israel melaporkan pada hari sebelumnya bahwa puluhan ribu warga Palestina telah kembali ke Jalur Gaza sejak pagi hari, saat perjanjian gencatan senjata mulai berlaku, kembali ke Jalur Gaza utara dari selatan.
Media tersebut menambahkan kalau pasukan pendudukan Israel akan mengambil tindakan tegas untuk mencegah warga Palestina berpindah antara selatan dan utara Jalur Gaza.
Meskipun ada ancaman dari pasukan pendudukan Israel, yang mengerahkan tank dan kendaraan militer di utara dan menargetkan para pengungsi yang meninggalkan Jalur Gaza utara menuju selatan, para pengungsi tersebut, setelah penerapan gencatan senjata pada Jumat dini hari , mulai kembali ke Gaza Utara.
Mereka berbondong-bondong datang ke rumah, rumah sakit, dan kuburan keluarga mereka untuk ‘menentang’ pendudukan Israel.
Laporan itu juga mencatat bahwa pasukan pendudukan Israel, dengan tentara mereka yang ditempatkan di kota, mencegah warga untuk maju.
Penduduk Beit Hanoun mengkonfirmasi bahwa pasukan pendudukan Israel melepaskan tembakan ke arah mereka yang mencoba melewati titik tertentu di Beit Hanoun.
Beberapa warga di Jalan Salah al-Din di Jalur Gaza tengah menyatakan bahwa IDF melepaskan tembakan ke arah perkumpulan warga yang keluar untuk memeriksa properti mereka, dengan tank-tank ditempatkan di depan Kuwait Square di Gaza.
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza telah memasuki hari kedua pada Sabtu (25/11) waktu setempat. Hamas akan membebaskan kelompok kedua yang terdiri atas 14 sandera, sedangkan Israel akan membebaskan 42 tahanan Palestina dari penjaranya sebagai imbalannya.
Seperti dilansir AFP dan Al Jazeera, Sabtu (25/11/2023), seorang pejabat Israel menuturkan bahwa sekitar 14 sandera yang ditahan di Jalur Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober lalu akan dibebaskan pada Sabtu (25/11) waktu setempat, atau hari kedua gencatan senjata.
Tidak disebutkan lebih lanjut apakah 14 sandera yang akan dibebaskan Hamas itu semuanya berkewarganegaraan Israel atau juga mencakup sandera warga negara asing. Israel sebelumnya dilaporkan telah menerima daftar nama para sandera yang akan dibebaskan Hamas dalam gelombang kedua.
Kesepakatan gencatan senjata demi pembebasan sandera tercapai antara Israel dan Hamas atas mediasi Qatar, Mesir dan Amerika Serikat (AS). Gencatan senjata ini disepakati berlangsung selama empat hari terhitung sejak Jumat (24/11) waktu setempat, dengan pembebasan sandera dilakukan secara bertahap.
Sebagai imbalan atas gelombang kedua pembebasan sandera Hamas, otoritas Israel akan membebaskan 42 tahanan Palestina — terdiri atas tahanan laki-laki dan perempuan — dari penjara-penjara di wilayahnya.
Sesuai dengan ketentuan dalam kesepakatan Israel dan Hamas, jumlah tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Tel Aviv mencapai tiga kali lipat dari jumlah sandera yang dibebaskan oleh Hamas.
Asosiasi Tahanan Palestina, seperti dikutip Al Jazeera, mengonfirmasi jumlah tahanan Palestina yang akan dibebaskan Israel pada Sabtu (25/11) waktu setempat. Lebih lanjut, Asosiasi Tahanan Palestina menyebut bahwa 42 tahanan Palestina itu mencakup 18 tahanan perempuan dan 24 tahanan anak di bawah umur.
Sama seperti sebelumnya, pembebasan para tahanan Palestina itu akan dilakukan via penjara Ofer di Israel, yang terletak dekat Ramallah di Tepi Barat.
Proses pembebasan para sandera Hamas dan tahanan Palestina pada gencatan hari kedua ini akan difasilitasi oleh Komite Palang Merah Internasional. Namun, waktu pembebasan para sandera Hamas dan tahanan Palestina itu belum diketahui secara jelas.
Gelombang kedua pembebasan sandera dan tahanan ini menyusul gelombang pertama yang telah dilakukan pada Jumat (24/11) waktu setempat. Hamas membebaskan total 24 sandera, yang terdiri atas 13 sandera Israel yang terdiri atas wanita lanjut usia dan anak-anak, 10 sandera Thailand, dan satu sandera Filipina, pada gencatan senjata hari pertama.
Hamas dilaporkan menyandera sekitar 240 orang, mencakup warga negara asing, saat menyerang Israel secara mengejutkan pada 7 Oktober lalu. Para pejabat Tel Aviv melaporkan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, tewas akibat serangan Hamas itu.
Untuk merespons serangan mematikan itu, Israel melancarkan serangan udara, artileri dan pengeboman via laut, serta operasi darat terhadap Jalur Gaza. Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza menyebut nyaris 15.000 orang, termasuk 6.150 anak-anak, tewas akibat rentetan serangan Israel.
Sementara itu, menurut juru bicara militer Israel, Doron Spielman, sekitar 215 sandera diperkirakan masih ditahan di Jalur Gaza, meskipun dalam banyak kasus tidak diketahui apakah mereka masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Sesuai kesepakatan yang dicapai awal pekan ini, Hamas akan membebaskan total 50 sandera, secara bertahap, selama empat hari gencatan senjata dengan pertukaran pembebasan total 150 tahanan Palestina oleh Israel. Gencatan senjata antara Israel dengan Hamas berlangsung. Namun, ternyata Israel mencegah warga sipil Palestina untuk kembali ke bagian utara Jalur Gaza. Gencatan senjata antara Israel dengan Hamas berlangsung. Namun, ternyata Israel mencegah warga sipil Palestina untuk kembali ke bagian utara Jalur Gaza.
Saat Israel melakukan pencegahan, setidaknya dua warga Gaza tewas ditembak tentara Israel, dan 11 lainnya terluka. Korban saat itu berupaya melakukan perjalanan dari zona selatan ke zona utara daerah kantong Palestina tersebut.
Laporan koresponden Al Jazeera Mohammed Jamjoom menyebut bahwa militer Israel telah mengatakan pihaknya memperkirakan Hamas akan berusaha mendorong atau menyerukan warga sipil untuk kembali ke bagian utara Jalur Gaza, sehingga Israel bersiap untuk mencegah hal itu terjadi. Israel juga menyebarkan selebaran di wilayah sela tan Jalur Gaza, yang isinya memperingatkan ratusan ribu pengungsi Palestina agar tidak kembali ke wilayah utara daerah kantong Palestina tersebut. Seorang jurnalis Associated Press yang ada di lapangan melaporkan dirinya melihat langsung dua mayat dan sejumlah korban luka yang dibawa ke rumah sakit setempat.
Intelijen Israel telah menerima laporan terperinci mengenai serangan yang akan dilakukan oleh Hamas sesaat sebelum serangan pada tanggal 7 Oktober terjadi. Begitu laporan Financial Times (FT), mengutip sumber-sumber yang mengetahui hal tersebut. Mengutip sebuah sumber, FT melaporkan bahwa peringatan tersebut disusun oleh penjaga perbatasan – kebanyakan dari mereka adalah tentara wanita.
Laporan itu diterima melalui jalur komunikasi yang aman ke perwira intelijen berpangkat tertinggi di komando selatan beberapa minggu sebelum serangan, tanpa menyebutkan identitasnya pejabat keamanan senior yang dimaksud. “Laporan tersebut berisi peringatan khusus mengenai serangan yang mungkin terjadi, yaitu rencana Hamas untuk melanggar perbatasan di beberapa titik, memasuki wilayah Israel dan merebut permukiman lokal,” kata seseorang yang mengetahui isi laporan itu kepada FT seperti dikutip dari RT,
Penilaian tersebut didasarkan pada intelijen yang mencakup video latihan militan Hamas. Namun, perwira tinggi intelijen yang menerima laporan tersebut menolak penilaian itu dan hanya menganggapnya sebagai “skenario khayalan” serta tidak ada tindakan yang diambil. Ketika dihubungi oleh FT untuk memberikan komentar, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak mengkonfirmasi atau menyangkal keberadaan laporan intelijen dan nasibnya. IDF menyatakan bahwa Komandan dan tentara hanya fokus pada pertempuran melawan Hamas dibandingkan menyalahkan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan Israel dalam serangan 7 Oktober.
Tuduhan baru ini menyusul laporan baru-baru ini oleh surat kabar Israel Haaretz, yang mengutip seorang tentara wanita Israel yang tidak disebutkan namanya, yang menyalahkan seksisme yang dilembagakan di jajaran IDF karena kurangnya perhatian terhadap laporan dari penjaga perbatasan.
Menurut laporan tersebut, pasukan pengintai perempuan menyampaikan kekhawatiran mereka tentang aktivitas Hamas yang tidak biasa beberapa bulan sebelum serangan tersebut. Mereka dilaporkan mengamati para militan yang melakukan pengarahan di dekat pagar perbatasan, pelatihan untuk menonaktifkan kamera pengintai dan menargetkan tank Israel, serta peningkatan aktivitas drone.