STRATEGIC ASSESSMENT. Eks Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak yang juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Israel blak-blakan membeberkan bukti bahwa terowongan di bawah Rumah Sakit (RS) Al Shifa di Gaza adalah buatan Israel. Sementara, Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gilad Erdan, menjadi sorotan usai disemprot Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun.
Zhang mengkritik Erdan di rapat Dewan Keamanan PBB pada Rabu (22/11) karena dianggap tidak sopan terhadap perempuan. Kritikan itu terekam dalam video dan beredar di media sosial.
Zhang mencela Dubes Israel karena melontarkan omelan tak pantas terhadap UN Women dalam rapat. “UN Women memalukan. Memalukan. UN Women tak menjalankan tanggung jawab untuk memastikan bahwa semua perempuan dan anak perempuan setara,” kata Erdan. Dia tiba-tiba berhenti bicara dan terdengar suara Zhang.
“Perwakilan Israel yang saya hormati, saya ingin mengingatkan Anda bahwa Anda bisa sepenuhnya mengungkapkan pendapat Anda yang berbeda dalam pernyataan Anda, tetapi tolong tunjukkan rasa hormat Anda setidaknya untuk orang yang diundang ke pertemuan ini,” ujar Zhang.
Dia kemudian berujar, “Ini adalah praktik dan aturan Dewan Keamanan yang konsisten yang harus dipatuhi setiap orang. Saya ingin mengingatkan Anda untuk memperhatikan ini.”
China menjadi ketua DK PBB untuk bulan ini. Di rapat tersebut, mereka mengundang UN Women yang diwakili Direktur Eksekutif Sima Sami Bahous.
Negeri Tirai Bambu juga salah satu negara yang mendukung kemerdekaan Palestina dan mengecam pendudukan Israel di wilayah tersebut.
Organisasi Intelijen Nasional (MIT) Turki terungkap telah menyelamatkan seorang peretas Palestina dari penculikan atau pembunuhan oleh badan intelijen Israel, Mossad, dalam pengungkapan terbaru operasi balasan MIT terhadap mitranya dari Israel.
Dinamakan oleh media Turki sebagai ‘Omar A’, yang kabarnya merupakan lulusan program komputer dari Universitas Islam Gaza, dianggap sebagai arsitek peretasan perangkat lunak untuk Kementerian Dalam Negeri Gaza yang dapat menyusup ke ponsel yang beroperasi pada Android, serta meretas ke dalam Sistem pertahanan udara ‘Iron Dome’ Israel yang terkenal kejam.
Pada tahun 2015 dan 2016, tindakan yang diambil oleh Omar A dilaporkan membantu sayap politik kelompok Perlawanan Palestina Hamas – Brigade Al-Qassam – meluncurkan roket ke arah Israel tanpa dapat dicegat secara memadai. Namun, menurut surat kabar Daily Sabah, intelijen Israel berhasil melacak gangguan yang dialami peretas setelah melakukan penelitian selama tiga tahun, sehingga menambahkannya ke daftar Mossad sebagai target potensial.
Dalam upaya untuk membujuknya agar ditangkap untuk dibawa ke Tel Aviv untuk diinterogasi, agensi tersebut secara anonim menawarinya pekerjaan melalui perusahaan perangkat lunak Norwegia pada tahun 2019, tetapi dia menolak karena kecurigaan keterlibatan Israel.
Pada tahun 2020, ia pindah ke Istanbul di Turki, di mana seorang agen Mossad bernama Raed Ghazal, yang menyamar sebagai manajer hak asasi manusia di perusahaan Prancis, Think Hire, menawarkan pekerjaan kepada
Omar pada tahun berikutnya, mewawancarainya dua kali dan berusaha mendapatkan dia untuk mendapatkan pekerjaan bergabung dengan perusahaan. Agen Mossad lainnya bernama Omar Shalabi menghubunginya dari perusahaan yang diduga sama dan meyakinkan Omar untuk menyelesaikan proyek pengkodean perangkat lunak seharga USD10.000.
Agen Mossad lainnya bernama Nikola Radonij – ditemani tiga orang lainnya yang bekerja untuk intelijen Israel dan menyamar sebagai tim “pengembang” – kemudian menghubungi peretas Palestina tersebut pada Juni 2022 dan menawarinya pekerjaan, baik di Brasil atau di Istanbul, sambil memberi semangat untuk bepergian ke luar negeri. MIT, yang dilaporkan mengetahui status Omar dan telah memantau situasinya, turun tangan dan memperingatkan peretas tersebut agar tidak bepergian.
Kutukan “dekade ke-8” menjadi kalimat yang ramai diperbincangkan di tengah perang Israel-Hamas di Gaza. Para tokoh Zionis Israel takut dengan ujaran tersebut, yang diyakini sebagai isyarat runtuhnya negara Yahudi. Kalimat itu awalnya disuarakan juru bicara sayap militer Hamas Brigade Izz ad-Din al-Qassam Abu Ubaidah dalam pidato video pada 28 Oktober 2023. Kalimat itu sebenarnya merujuk pada ramalan yang beredar di kalangan Israel tentang masa akhir dari riwayat negara Yahudi tersebut.
“Kutukan dekade kedelapan akan menimpa mereka dan membiarkan mereka kembali ke Taurat dan Talmud untuk membacanya dengan baik. Dan tidak sabar menunggu saat mereka dipermalukan,” kata Ubaidah.
“Masa legenda tentara yang tak terkalahkan telah berakhir dan saat ini, pertempuran ini akan menjadi titik balik dalam sejarah bangsa,” lanjut Ubaidah. “Masa menjual ilusi kepada dunia tentang kebohongan tentara yang tak terkalahkan, merkava dan intelijen superior telah berakhir, dan kami telah merusaknya dan menghancurkannya di depan dunia di wilayah Gaza dan di seluruh Palestina,” imbuh Ubaidah.
Tahun lalu, mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kehancuran Israel akan terjadi sebelum ulang tahunnya yang ke-80. Dalam sebuah artikel di surat kabar Israel; Yedioth Ahronoth, Barak mengatakan, “Sepanjang sejarah Yahudi, orang-orang Yahudi tidak memiliki negara selama lebih dari 80 tahun kecuali dalam dua periode: periode King David (Raja Daud) dan periode Hasmonem, keduanya ditandai awal disintegrasinya pada dekade kedelapan.”
Dia menambahkan bahwa pengalaman Negara Zionis Yahudi saat ini adalah yang ketiga dan sekarang memasuki dekade kedelapan, dan dia takut kutukan dekade kedelapan akan menimpa Negara Israel seperti yang terjadi pada dekade sebelumnya.
Barak menunjukkan bahwa Israel bukanlah satu-satunya yang terkena “kutukan dekade kedelapan”. “Amerika pecah dalam perang saudara pada dekade kedelapan, Italia berubah menjadi negara fasis pada dekade kedelapan, Jerman berubah menjadi negara Nazi pada dekade kedelapan dan menjadi penyebab kekalahan dan perpecahannya, dan pada dekade kedelapan negara tersebut revolusi komunis Uni Soviet hancur dan runtuh,” paparnya.
Scott Ritter, mantan perwira intelijen Korps Marinir Amerika Serikat (AS), membuat penilaian objektif yang menampar rezim Zionis Israel atas konflik saat ini. Dia menilai Hamas meraih kemenangan besar atas militer Israel. Dia memberikan penilaian objektif, termasuk mengadopsi pengakuan rezim Zionis Israel bahwa serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 setara dengan serangan 11 September 2001 yang melanda AS.
Dia tak setuju bahwa serangan 7 Oktober disebut sebagai serangan teroris, karena itu adalah serangan militer yang menumbangkan kesombongan militer dan intelijen Israel. “Hamas telah mencapai kemenangan besar atas militer Israel,” kata Ritter dalam sebuah artikel yang dikutip Palestine Chronicle, Rabu (22/11/2023). “Elemen dasar dari kemenangan ini sudah ditetapkan dengan baik,” lanjut dia.
Artikel penilaian Ritter ini dia beri judul: “The most successful military raid of this century: the October 7 Hamas assault on Israel (Serangan militer paling sukses abad ini: serangan Hamas 7 Oktober terhadap Israel).”
Ritter menawarkan analisis unik mengenai apa yang terjadi pada 7 Oktober antara milisi Hamas dan militer Israel di Israel selatan. “Israel telah menggolongkan serangan yang dilakukan oleh Hamas terhadap berbagai pangkalan militer dan pemukiman militer Israel sebagai tindakan terorisme besar-besaran, menyamakannya dengan serangan teror 11 September 2001 terhadap Amerika Serikat,” tulis Ritter, yang juga mantan inspektur senjata Komisi Khusus PBB.
“Masalah dengan klaim Israel adalah bahwa klaim tersebut terbukti salah atau menyesatkan,” lanjut dia yang mengkritik klaim pencapaian militer Israel dalam perang melawan Hamas. “Hampir sepertiga dari korban Israel terdiri dari petugas militer, keamanan, dan polisi. Terlebih lagi, ternyata pembunuh nomor satu warga Israel pada 7 Oktober bukanlah Hamas atau faksi Palestina lainnya, melainkan militer Israel sendiri.
Video yang baru-baru ini dirilis menunjukkan helikopter Apache Israel tanpa pandang bulu menembaki warga sipil Israel yang mencoba melarikan diri dari Supernova Sukkot Gathering yang diadakan di gurun terbuka dekat Kibbutz Re’im, pilotnya tidak dapat membedakan antara warga sipil dan pejuang Hamas. Banyak kendaraan yang pemerintah Israel.
Kelompok pemberontak Houthi yang bermarkas di Yaman pada hari Minggu lalu membajak sebuah kapal kargo yang terkait dengan Israel, dan mengancam akan menargetkan kapal-kapal Israel karena perang Israel-Hamas.
Kelompok Houthi, yang menyatakan diri mereka sebagai bagian dari “poros perlawanan” sekutu dan proksi Iran, telah meluncurkan serangkaian drone dan rudal ke arah Israel.
Houthi mengatakan pembajakan kapal Galaxy Leader merupakan pembalasan atas perang Israel melawan Hamas, yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 240 orang, menurut pejabat Israel.
Sebagai balasan, lebih dari 14.000 orang telah tewas dalam pemboman udara dan operasi darat Israel di Jalur Gaza, menurut pemerintah yang dikuasai Hamas di wilayah tersebut. Jalur Gaza jadi tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak. Selama 47 hari agresi brutal Israel, PBB mencatat 5.300 anak Palestina tewas.
Milisi perlawanan Lebanon, Hizbullah dilaporkan melancarkan serangkaian serangan ke wilayah dan fasilitas militer Israel sebagai respons pengeboman di wilayah teritorial mereka. Hizbullah menargetkan tim logistik Israel yang merenovasi situs militer Israel. Beberapa laporan menyebut kalau serangan tersebut menyasar pabrik pengembangan Iron Dome Israel.
Hizbullah mengumumkan kalau serangan tersebut dilakukan sebagai pembalasan serangan Israel dan sebagai solidaritas terhadap rakyat Palestina serta milisi perlawanan mereka, Hamas di Gaza.
Pihak Hizbullah, menyatakan, mereka menargetkan tim logistik Israel yang sedang merenovasi situs militer al-Bayyad yang rusak di Blida.
Hizbullah mengumumkan pelaksanaan tiga operasi terpisah terhadap situs militer Israel sebagai pembalasan atas terbunuhnya jurnalis Al-Mayadeen Farah Omar dan Rabih Me’mari yang dilakukan IDF pada hari itu.
Al-Mayadeen adalah kantor berita yang berbasis di Beirut, Lebanon dan memiliki jaringan di sebagian besar negara Arab, bersaing dengan Al-Jazeera dari Qatar dan Al Arabiya dari Saudi Arabia.
Hanya beberapa jam setelah para wartawan itu meninggal, Hizbullah pada pukul 14:25 menargetkan unit “Korps Perang”. Unit ini terafiliasi intelijen militer Israel yang ditempatkan di sebuah rumah di pinggiran pemukiman Menara, Israel. Serang Hizbullah ke unit ini dilakukan menggunakan dua peluru kendali.
Serangan dilaporkan langsung mengenai sasaran, mengakibatkan kematian dan cedera yang dikonfirmasi di antara pasukan Israel.
Hizbullah lalu mengumumkan operasi lain pada pukul 15:45 sebagai tanggapan atas kematian Omar dan Me’mari.
Menggunakan peluru kendali, serangan Hizbullah ini menargetkan tentara Israel yang ditempatkan di dalam sebuah rumah di pemukiman “Avivim” dekat perbatasan Lebanon.
Hizbullah mengklaim kalau sasarannya terkena serangan langsung, dan mengonfirmasi adanya banyak korban jiwa.