STRATEGIC ASSESSMENT. Serangan Israel ke wilayah Gaza Palestina terus berlangsung. Tel Aviv terus mengarahkan artileri daratnya memasuki Gaza untuk menyerbu milisi Hamas. Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu sendiri berjanji serangan ke Gaza juga dilakukan untuk membebaskan para warga yang diculik dan disandera. Namun, beberapa laporan menyebutkan sejumlah sandera yang tewas karena serangan artileri Israel sendiri, memicu kemarahan keluarga korban.
Sebuah jajak pendapat pada tanggal 14 November menunjukkan popularitas Netanyahu di kalangan Yahudi Israel sekitar 4% dan baik lawan-lawannya maupun sekutu tradisionalnya menyerukan agar ia mengundurkan diri setelah perang saat ini berakhir. Netanyahu juga mendapatkan perlawanan dari internal partainya, Likud. Rasa frustrasi terhadap Netanyahu semakin memuncak hingga beberapa orang bahkan keluar dari partai sayap kanan itu.
Tamir Idan, Ketua Dewan Regional Sdot Negev, merobek kartu keanggotaan Likud miliknya di siaran langsung televisi. Ia mengaku frustrasi dengan kurangnya dukungan dari pemerintahan Netanyahu. Di media, Israel Hayom, surat kabar sayap kanan yang sering mendukung Netanyahu, menyerukan kepadanya untuk mengambil tanggung jawab dan menerima bahwa tanggung jawab ada di tangannya.
Netanyahu juga mempunyai banyak musuh selama bertahun-tahun. Tokoh-tokoh ini berbaris untuk mengambil tindakan terhadap Netanyahu, namun hanya sedikit yang secara sukarela mengambil alih jabatannya untuk sementara waktu.
Ketika popularitas Netanyahu merosot, salah satu saingannya, mantan Menteri Pertahanan Benny Gantz, ikut menyaksikan kebangkitannya. Gantz juga merupakan anggota kabinet perang Netanyahu dan mengkritik perdana menteri setelah tanggal 7 Oktober, ketika ia menyalahkan badan intelijen dan militer Israel atas serangan Hamas.
Jajak pendapat tanggal 14 November menemukan bahwa Gantz saat ini mengungguli Netanyahu sebesar 22 poin persentase. Namun apakah Gantz dapat menggantikan Netanyahu masih harus dilihat ketika ia setuju untuk bergabung dengan tim Netanyahu setelah bulan Oktober.
Sementara itu, lawan politik Netanyahu lainnya, Yair Lapid, mengatakan pada hari Rabu bahwa “PM Likud lainnya” harus menggantikan Netanyahu. Lapid setuju dengan Netanyahu bahwa Hamas perlu diberantas, meskipun tokoh-tokoh Israel dan Palestina telah menunjukkan kesia-siaan gagasan tersebut. Upaya perang ini merugikan perekonomian Israel sekitar US$ 260 juta setiap hari (Rp 4 triliun). 300 ekonom terkemuka Israel dan asing mendesak pemerintah Netanyahu untuk “segera sadar”.
“Perang tidak akan berakhir dengan kemenangan besar yang diyakini oleh Israel,” tambah Lockman. “Dan ketika kekecewaan ini terjadi, Anda tahu, seseorang harus menanggung akibatnya secara politis.”.
Komandan Angkatan Udara Israel, Tomer Bar menyatakan kalau Tel Aviv berencana
melancarkan serangan di Yaman. Mengutip laporan resmi Otoritas Penyiaran Israel, Tomer Bar menyampaikan kalau Angkatan Udara, sebagai cabang strategis pasukan Tel Aviv, siap bertindak di seluruh Timur Tengah di setiap arena dan tempat yang diperlukan. Pernyataan pejabat militer Israel itu muncul beberapa hari setelah angkatan bersenjata Yaman yang berafiliasi dengan kelompok Houthi Ansarallah mengumumkan pada Selasa malam peluncuran sejumlah rudal balistik ke berbagai sasaran di Israel.
Serangan itu termasuk manargetkan sasaran ‘sensitif’ di wilayah Eilat, kota di teritorial Israel. Juru bicara militer Houthi, Brigadir Jenderal Yahya Saree, mengonfirmasi serangan ke Israel tersebut dalam sebuah pernyataan saat itu.
“Kami meluncurkan sejumlah rudal balistik ke berbagai sasaran di wilayah pendudukan Israel di Palestina, termasuk sasaran sensitif di wilayah Umm Al-Rashrash (Eilat), hanya 24 jam setelah operasi militer lainnya dilakukan oleh angkatan bersenjata kami dengan drone yang ditujukan pada sasaran yang sama,” katanya.
Saree menyatakan kalau pasukannya, merupakan bagian dari operasi militer mereka melawan Israel dan menegaskan bahwa mereka telah mulai mengambil semua tindakan praktis untuk melaksanakan arahan yang dikeluarkan mengenai bagaimana menangani kapal Israel dengan tepat di Laut Merah. Dia menekankan bahwa operasi angkatan bersenjata Yaman melawan Israel tidak akan berhenti sampai Tel Aviv berhenti menargetkan Gaza.
Pernyataan tersebut juga muncul setelah Departemen Pertahanan AS, Pentagon, mengumumkan kalau kapal perang AS USS Thomas Hudner di Laut Merah menembak jatuh drone yang diluncurkan dari wilayah Yaman.
Pentagon menegaskan bahwa drone tersebut menargetkan kapal perusak USS Thomas Hudner, sementara kapal perusak tersebut “berhasil mempertahankan diri” terhadap drone tersebut saat berlayar melalui Laut Merah.
Perwakilan Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Nada Abu Tarbush, menjadi sorotan setelah pidatonya dalam sidang yang menentang agresi Israel ke Jalur Gaza viral di media sosial.
Tarbush, salah satu diplomat perempuan Palestina, menyebut Amerika Serikat harus berhenti bermuka dua dengan berpura-pura mendukung Palestina ketika Washington terus menyokong agrPernyataan itu diutarakan Tarbush dalam sesi right of reply dalam sidang PBB di Jenewa pada 13 November lalu. Dalam sidang PBB, sesi right of reply diberikan kepada negara-negara yang merasa perlu merespons pernyataan negara lainnya dalam sidang.
Dalam pernyataan menohoknya itu, Tarbush bahkan menyindir laporan yang menyebut AS berencana mengirim amunisi bom senilai US$320 juta ke Israel. Tarbush juga membeberkan temuannya jika harga saham industri pertahanan dan produsen senjata AS justru merangkak naik ketika Israel terus membombardir Gaza. Dalam video itu, Tarbush juga menyerang segala pernyataan pejabat Israel yang mendeskriditkan bangsa Palestina.
“Kepada Israel, kami coba ingatkan bahwa nama kami bukan Otoritas Palestina tapi Negara Palestina. Menteri Keuangan kalian (Israel) juga baru-baru ini mengatakan bahwa tidak ada yang namanya warga Palestina, ok. Dan perdana menteri kalian pada 24 September di Sidang Majelis Umum PBB memamerkan peta Timur Tengah Baru yang di mana Palestina dihapus dari peta itu dan digantikan oleh Israel sepenuhnya,” ucap Tarbush.
“Jika negara-negara Anda semua yang ada di sini adalah negara yang pro aneksasi dan rasis, tapi lembaga ini (PBB) tidak begitu. Karena itu kami meminta dengan rendah hati untuk mematuhi protokol PBB dan nomenklaturnya untuk menghormati seluruh pihak yang ada di ruangan ini.
Milisi perlawanan Lebanon, Hizbullah dilaporkan kembali menargetkan pos komando dan barak tentara Israel (IDF) dengan serangan rudal. Almayadeen melaporkan Hizbullah mengerahkan 4 rudal Burkan buatan Iran ke Barak Branit Israel yang merupakan markas besar Divisi Galilea IDF. Serangan disebutkan dilakukan Hizbullah dalam dua operasi terpisah dengan 4 rudal Burkan dalam interval 20 menit.
Hizbullah memberikan pernyataan terkait serangan tersebut sebagai dukungan untuk rakyat Palestina.
Sementara dari video yang beredar terlihat barak tersebut terbakar dengan hebat. Bahkan kepulan asap hitam pekat pun terlihat meski dair jarak jauh. Diduga, serangan 4 rudal burkan Hizbullah membuat barak tentara Israel porak poranda.
Hizbullah pertama kali menggunakan rudal burkan pada 4 November 2023. Rudal tersebut kerap dijuluki rudal volcano atau gunung berapi yang kerap digunakan untuk melenyapkan pos militer Israel di sepanjang perbatasan Lebanon. Hizbullah juga menjatuhkan drone milik Israel setelah sebelumnya sukses menyergap dua drone canggih Amerika Serikat.
Jika Amerika kehilangan Drone MQ Reaper dan Predator di tangan kelompok pejuang Houthi (binaan Iran) di Yaman, Israel harus rela drone canggihnya: Hermes-450 yang rontok oleh sengatan rudal Hizbullah.
Menurut Kantor Berita Nasional Lebanon (NNA), insiden itu terjadi pada 18 November, hanya seminggu setelah serangan terkuat Israel sejak pertempuran dimulai di perbatasan Lebanon-Israel bulan lalu. Hizbullah mengatakan bahwa para pejuangnya menembakkan rudal permukaan-ke-udara ke arah drone Elbit Hermes 450 Israel yang terbang di atas Lebanon.
Tentara Israel dilaporkan telah menyewa tentara bayaran asing, termasuk kelompok Spanyol yang terkenal kejam, untuk digunakan dalam perang brutal di Jalur Gaza yang terkepung.
Penggunaan tentara bayaran itu digunakan Israel karena banyak prajuritnya enggan ditugaskan ke zona perang di Gaza karena mereka takut mati. Selain itu, Israel juga ingin meminimalisir jumlah korban dari tentaranya sehingga tidak dingin disebut kehilangan banyak korban prajurit tewas.
Selain itu, Israel juga sudah tahu kekuatan Hamas yang memiliki banyak jebakan mematikan sehingga mereka membutuhkan tentara berpengalaman. Israel juga mengakui bahwa penggunaan tentara bayaran menunjukkan kelemahan tentaranya.
El Mundo, sebuah surat kabar besar Spanyol, mewawancarai Pedro Diaz Flores, seorang tentara bayaran Spanyol yang terkenal, yang mengatakan “banyak” kelompok tentara bayaran telah bergabung dengan tentara Israel dan membayar mereka dengan “sangat baik.”Pedro Diaz Flores sebelumnya berperang bersama neo-Nazi di Ukraina setelah Rusia memulai operasi militer khusus di wilayah Donbas di negara itu tahun lalu.
“Kami hanya memberikan dukungan keamanan kepada konvoi senjata atau pasukan angkatan bersenjata Israel yang berada di Jalur Gaza. Kami tidak melawan Hamas secara langsung, kami juga tidak terlibat dalam operasi penyerangan,” klaimnya.
“Kami bertanggung jawab atas keamanan pos pemeriksaan dan kontrol akses di perbatasan Gaza dan Yordania. Ada banyak PMC (perusahaan militer swasta) di sini dan mereka berbagi pekerjaan. Secara tradisional mereka menjaga terminal perbatasan antara Eliat dan Aqaba,” tambahnya.
Hal ini terjadi ketika muncul spekulasi bulan lalu bahwa tentara bayaran yang ditempatkan di Ukraina mulai bergabung dengan militer Israel, seiring dengan beralihnya fokus Barat dari Ukraina ke Israel.
Tentara Israel mengulangi kesalahannya setelah gagal membendung serangan Hamas pada 7 Oktober silam di mana ribuan roket dan ratusan pejuang menyusup ke wilayah Zionis. Dengan bodohnya, Israel justru mengirimkan ribuan tentaranya untuk invasi darat ke Gaza utara seperti menyerahkan nyawa.
Lagi-lagi, tentara Israel seperti terjebak ke lubang yang sama dengan jebakan yang dimainkan oleh Hamas. Sudah beberapa pekan invasi darat ke Gaza, Israel pun belum bisa menemukan para sandera yang menjadi tujuan utama. Mereka juga tak mampu menghancurkan jaringan terowongan bawah tanah Hamas.
Padahal, sama seperti serangan pada 7 Oktober silam, Hamas menggunakan strategi yang sama. Sebagai pejuang perlawanan Hamas menerapkan strategi gerilya dengan perhitungan yang matang. Mereka tidak tergesa-gesa dalam menyerang tentara Israel, tetapi mereka bergerak perlahan dan pasti.
Hamas selalu memosisikan mereka sebagai kelompok yang tidak siap berperang melawan Israel. Hal itu menunjukkan mereka tetap rendah hati. Tapi, itu hanya sebagai strategi. “Hamas memberikan kesan kepada Israel bahwa mereka belum siap untuk berperang,” kata sumber yang dekat dengan Hamas, dilansir Reuters. Faktanya, justru berlawanan. Namun, Hamas mampu melakukan serangan paling mengejutkan sejak Perang Yom Kippur 50 tahun lalu ketika Mesir dan Suriah mengejutkan Israel dan memaksa mereka untuk memperjuangkan kepentingannya.
Sebagai kelompok perjuangan, Hamas memiliki jaringan intelijen yang sangat terkoordinir dan sangat rapi. Mereka juga menjalankan misi-misi serta operasi rahasia yang sangat rapi. “Hamas menggunakan taktik intelijen yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menyesatkan Israel selama beberapa bulan terakhir, dengan memberikan kesan publik bahwa mereka tidak bersedia melakukan perlawanan atau konfrontasi dengan Israel sambil mempersiapkan operasi besar-besaran ini,” kata sumber tersebut. Sebagai negara besar, anehnya Israel justru tertipu dengan permainan intelijen Hamas. Berbagai jebakan Hamas justru mendapatkan umpan yang mematikan di kubu Israel.
Dalam salah satu elemen paling mencolok dari persiapan Hamas, Hamas membangun pemukiman tiruan Israel di Gaza di mana mereka melakukan pendaratan militer dan berlatih untuk menyerbunya. Sumber yang dekat dengan Hamas menambahkan bahwa mereka bahkan membuat video dari manuver tersebut. “Israel pasti melihat mereka tapi mereka yakin bahwa Hamas tidak tertarik untuk melakukan konfrontasi,” kata sumber itu. Dalam invasi ke Gaza, Hamas juga sudah menyiapkan diri menyambut tentara Israel. Apalagi, Hamas tahu bahwa tentara Israel sangat buta dengan peta di Gaza. Akibatnya, Israel justru kerap terjebak dengan berbagai halang rintang yang dimainkan Hamas.
Sikap menahan diri yang ditunjukkan oleh Hamas menuai kritik publik dari beberapa pendukungnya, sekali lagi bertujuan untuk membangun kesan bahwa Hamas mempunyai kekhawatiran ekonomi dan bukan perang baru dalam pikirannya. Menahan diri sebagai bentuk kesabaran dalam perjuangan dalam melawan tentara Zionis. Hamas sangat pandai dalam memainkan emosi tentara Israel sehingga mereka tidak memperhatikan logika dan strategi perang. Hal itu tidak lain adalah upaya Hamas untuk memenangkan perang Gaza.
Israel telah lama membanggakan kemampuannya dalam menyusup dan memantau kelompok-kelompok Islam. Sebagai konsekuensinya, kata sumber yang dekat dengan Hamas, bagian penting dari rencana tersebut adalah menghindari kebocoran. Pensiunan Jenderal Yaakov Amidror, mantan penasihat keamanan nasional Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa sejak serangan 7 Oktober tersebut merupakan “kegagalan besar sistem intelijen dan aparat militer di selatan.” Namun, serangan tersebut justru berlanjut dengan invasi darat Israel ke Gaza. Amidror, ketua Dewan Keamanan Nasional periode April 2011-November 2013 dan sekarang menjadi peneliti senior di Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem, mengatakan beberapa sekutu Israel mengatakan bahwa Hamas telah memperoleh “tanggung jawab lebih besar”. “Kami dengan bodohnya mulai percaya bahwa itu benar,” katanya. “Jadi, kami melakukan kesalahan. Kami tidak akan melakukan kesalahan ini lagi dan kami akan menghancurkan Hamas, perlahan tapi pasti.”
Parlemen Afrika Selatan mendukung mosi yang menyerukan penutupan kedutaan besar Israel di Pretoria dan penangguhan hubungan diplomatik. Seruan ini ketika ketegangan meningkat antara kedua negara terkait serangan Israel di Gaza.
Dilansir Al Jazeera, tindakan ini sebagian besar bersifat simbolis karena pemerintahan Presiden Cyril Ramaphosa akan menentukan apakah akan menerapkannya.
Mosi yang menyerukan penutupan kedutaan dan penangguhan semua hubungan diplomatik sampai gencatan senjata tercapai disahkan dengan 248 suara mendukung dan 91 suara menentang. Tindakan tersebut disuarakan oleh partai oposisi sayap kiri Pejuang Kebebasan Ekonomi, yang didukung oleh Kongres Nasional Afrika yang berkuasa, dan ditentang oleh anggota Aliansi Demokratik yang berhaluan tengah, mayoritas berkulit putih, dan sebagian besar pro-Israel.
Ramaphosa mengatakan negaranya yakin Israel melakukan kejahatan perang dan genosida di Jalur Gaza yang terkepung, di mana pihak berwenang Palestina mengatakan lebih dari 14.100 orang telah tewas dalam serangan udara dan darat Israel sejak 7 Oktober.
Pemungutan suara diadakan setelah Israel mengumumkan penarikan Duta Besar Eli Belotserkovsky dari Pretoria “untuk berkonsultasi”. Negara Afrika, yang tidak memiliki duta besar di Israel sejak 2018, telah lama mendukung perjuangan Palestina untuk mendirikan negara.
Banyak kelompok hak asasi manusia Palestina menyamakan antara pendudukan Israel dan rezim apartheid di Afrika Selatan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak kelompok hak asasi internasional yang mengatakan bahwa kebijakan Israel terhadap Palestina merupakan kejahatan apartheid.
Militer Israel telah kehilangan semangat juang dalam menghadapi pejuang Hamas di Gaza. Itu dikarenakan Hamas menguasai medan, sedangkan tentara Israel hanya bermodal teknologi canggih. Itu mengakibatkan jumlah tentara Israel yang tewas terus bertambah dari hari ke hari. Militer Israel telah mengidentifikasi dua tentara lainnya yang tewas dalam pertempuran di Jalur Gaza sebagai Kapten Arnon Moshe Avraham Benvenisti Vaspi, 26, dan Sersan Staf Ilya Senkin, 20.
Menurut militer Israel, lima tentara lainnya terluka parah dalam pertempuran tersebut. Setidaknya 68 tentara Israel kini telah tewas sejak operasi darat dimulai di Gaza. Sementara itu, kemarahan rakyat Israel terhadap kebijakan invasi darat ke Gaza terus memuncak. Para penulis Israel mengungkapkan ketidakpuasan dan kemarahan mereka terhadap pemerintahan Benjamin Netanyahu, setelah meningkatnya jumlah perwira dan tentara yang tewas dalam pertempuran melawan perlawanan Palestina di Jalur Gaza.
Aktivis yang memproklamirkan dirinya sendiri, Dan Adin, berkata di X: “Selama 43 hari sejak dimulainya perang, harga darah yang sangat mahal telah meningkat, dan tidak seorang pun – tetapi sama sekali tidak ada seorang pun – yang bertanya-tanya apa tujuan politiknya: siapa yang akan memerintah Gaza.”
“Netanyahu dan pemerintahannya yang membawa bencana hanya memberi tahu kita siapa yang tidak – tidak ada yang bertanya siapa yang (mungkin Peri Gigi akan setuju). Sebuah kronik dari sebuah bencana yang sedang berlangsung – tenggelam dalam lumpur tanpa adanya strategi keluar,” kata Adin. Dia memperingatkan bahwa perang Israel di Jalur Gaza akan berakhir dengan “bencana – tenggelam dalam lumpur tanpa strategi keluar.”
Adapun penulis lainnya, Tamar Meital menulis, “Berapa hari dan minggu kita bisa menanggung hilangnya nyawa demi tujuan yang tampaknya tidak dapat dicapai, yaitu penghapusan gerakan Hamas?” Sementara itu, penulis Oren Simon mengaitkan peningkatan jumlah kematian di kalangan tentara dengan pendekatan dan kinerja Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dengan mengatakan, “Apa yang diinginkan Netanyahu adalah tetap berada di posisi yang sama, agar tetap menjadi yang utama. menteri. Dia takut kehilangan kunci pemerintahan.” Tentara Israel kemarin merilis nama tiga tentara lainnya yang tewas dalam pertempuran di Jalur Gaza utara, sehingga jumlah total tentara dan perwira yang tewas sejak 7 Oktober menjadi 380 orang.
Sementara itu, “sumber berita yang dekat dengan Hamas” menyebutkan, Israel bohong terkait jumlah IDF yang tewas dalam perang di Gaza, karena saat ini jumlah tentara Israel atau IDF yang tewas mencapai 60.000 orang, termasuk tentara NATO, sehingga IDF menyewa tentara bayaran sebagai buktinya.
Tiga tanda kehancuran Israel yang sudah muncul saat Ini
Krisis Politik dan Hukum
Israel telah mengalami empat kali pemilihan umum dalam dua tahun terakhir, namun tidak ada pemerintahan yang stabil dan efektif yang terbentuk.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang sedang menghadapi tuduhan korupsi, berusaha melemahkan lembaga peradilan dan mengubah undang-undang dasar agar dapat mempertahankan kekuasaannya.
Rencana ini menimbulkan protes besar-besaran dari rakyat Israel, yang khawatir akan terjadinya penurunan norma demokrasi dan hukum. Dilansir dari NBC News, Menteri Pertahanan Yoav Gallant bahkan mengatakan rencana Netanyahu mengancam keamanan nasional Israel, karena dapat merusak moral militer dan menyebabkan perpecahan sosial.
Konflik dengan Palestina dan Negara-negara tetangga
Israel juga menghadapi ancaman keamanan dari Palestina dan kelompok-kelompok militan yang didukung oleh Iran, seperti Hamas dan Hizbullah.
Dalam kurun waktu seminggu, Israel telah bertukar tembakan dengan Palestina dan kelompok-kelompok tersebut di Tepi Barat yang diduduki, Jalur Gaza, Lebanon, dan Suriah.
Kekerasan ini dipicu oleh ketegangan yang meningkat di Yerusalem, di mana Israel berusaha menggusur warga Palestina dari rumah-rumah mereka dan menghalangi mereka untuk beribadah di Masjid Al-Aqsa. Israel juga menghadapi kritik internasional karena menindak keras para demonstran Palestina dengan kekerasan yang berlebihan. Akibat tindakannya itu telah menewaskan puluhan orang dan melukai ribuan lainnya.
Ketergantungan pada Amerika Serikat
Israel sangat bergantung pada dukungan politik, militer, dan ekonomi dari Amerika Serikat, yang merupakan sekutu utamanya.* Kerjasama politik dua negara ini telah berlangsung lama dan masih berjalan hingga sekarang. Namun, hubungan antara kedua negara ini tidak selalu harmonis, terutama di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, yang memiliki pandangan yang berbeda dengan Netanyahu tentang isu-isu seperti perjanjian nuklir Iran, solusi dua negara, dan hak asasi manusia. Selain itu, Israel juga menghadapi tantangan dari perubahan demografi dan opini publik di Amerika Serikat, di mana semakin banyak orang, terutama generasi muda dan minoritas, yang bersimpati dengan Palestina dan menentang kebijakan Israel.
Komite Keamanan Nasional Israel telah berkumpul untuk membahas rancangan undang-undang yang memberlakukan hukuman mati terhadap pejuang Palestina. Proposal tersebut diajukan oleh partai sayap kanan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir. “Undang-undang hukuman mati bagi teroris bukan lagi soal kiri dan kanan… [itu] undang-undang moral dan penting bagi Negara Israel,” kata Ben-Gvir di X, dilansir Al Jazeera. Usulan tersebut mendapat perhatian besar dari anggota keluarga mereka yang ditawan selama serangan Hamas pada 7 Oktober. Dalam pidatonya yang mengharukan, Gil Dilkma, sepupu salah satu dari sekitar 240 tawanan, memohon kepada menteri untuk membatalkan undang-undang yang dapat membahayakan nyawa mereka yang ditawan di Gaza.
Hal serupa juga terjadi pada Forum Keluarga Hilang yang mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa diskusi semacam itu “membahayakan kehidupan orang-orang yang kita cintai, tanpa mendukung tujuan publik apa pun”. Namun demikian, seorang anggota partai sayap kanan Israel Otzma Yehudit meneriaki anggota keluarga seorang tawanan yang menunjukkan penolakan terhadap rancangan undang-undang yang akan memperkenalkan hukuman mati bagi pejuang Palestina yang ditangkap.
“Berhenti bicara tentang membunuh orang Arab, mulailah bicara tentang menyelamatkan orang Yahudi,” kata seorang kerabat salah satu dari sekitar 240 tawanan, menurut media Israel. Ketakutannya, yang juga dirasakan oleh Forum Keluarga Hilang, adalah bahwa undang-undang tersebut, jika disetujui, dapat membahayakan nyawa anggota keluarga mereka yang ditahan di Gaza.